> >

Mantan Presiden Korea Selatan Roh Tae-woo Meninggal Dunia

Kompas dunia | 26 Oktober 2021, 16:11 WIB
Mantan presiden Korea Selatan, Roh Tae-woo, meninggal dunia di usia 88 tahun, seperti dilansir Associated Press, Selasa, (26/10/2021). Roh Tae-woo adalah mantan jenderal Korea Selatan yang menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu setelah dipaksa oleh protes jalanan besar-besaran untuk mengadakan pemilihan umum (Sumber: AP Photo)

Roh Tae-woo tunduk pada tekanan dan mengizinkan pemungutan suara terbuka, dimana dirinya hanya punya prospek untuk bisa menang.

Namun pemimpin oposisi Kim Young-sam dan Kim Dae-jung keduanya bersaing sengit dan memecah suara kaum progresif, memberi Roh Tae-woo jalan menuju kemenangan yang tak terduga, hanya meraih 36,6 persen suara populer.

Baca Juga: Korea Selatan Targetkan Pengurangan Emisi Karbon hingga 40 Persen per 2030

Penggalan peristiwa pemberontakan Gwangju tahun 1980 dimana pasukan yang dipimpin Roh Tae-woo membunuh 193 pengunjuk rasa (Sumber: SCMP)

Setelah menjabat, Roh Tae-woo memulai kebijakan yang dikenal sebagai "nordpolitik". Dalam kebijakan itu, dia mencoba untuk memanfaatkan tumbuhnya Korea Selatan dan lanskap geopolitik yang berubah pada akhir Perang Dingin, untuk mencari hubungan baru dengan tiga saingan utama negaranya - Korea Utara , Rusia, dan Cina.

Roh Tae-woo menjalin hubungan diplomatik dengan Uni Soviet pada hari-hari pudarnya raksasa komunisme itu dan kemudian sangat meningkatkan perdagangan dengan Rusia setelah jatuhnya partai komunis.

Tahun 1992, pemerintah Roh Tae-woo secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan China, yang berperang atas nama Korea Utara dalam Perang Korea 1950-53 dan telah menjadi penyumbang utama Pyongyang selama beberapa dekade berikutnya.

Dengan dua pendukung Perang Dingin terbesar Korea Utara melakukan pendekatan ke Seoul, Roh Tae-woo menggunakan keunggulan yang dia miliki dengan Korea Utara untuk meredakan ketegangan di semenanjung Korea yang bersenjata lengkap dan terbelah dua.

Pada tahun 1991, pemerintah Roh Tae-woo di Korea Selatan berhasil membangun pakta non-agresi bersejarah dengan pendiri Korea Utara Kim Il Sung, yang isinya yang menggariskan prinsip dasar saling menghormati antara kedua tetangga itu, memetakan jalan menuju reunifikasi dan memungkinkan kerjasama ekonomi.

Baca Juga: Korea Utara Kembali Tembakkan Rudal Balistik, Kali Ini dari Kapal Selam

Kim il Sung, pendiri Korea Utara. Pada tahun 1991, pemerintah Roh Tae-woo di Korea Selatan berhasil membangun pakta non-agresi bersejarah dengan pendiri Korea Utara Kim Il Sung, yang isinya yang menggariskan prinsip dasar saling menghormati antara kedua tetangga itu, memetakan jalan menuju reunifikasi dan memungkinkan kerjasama ekonomi. (Sumber: Daily Sabah)

Kesepakatan itu juga menyebabkan Korea Selatan dan Korea Utara bersama-sama bergabung dengan PBB, yang menyediakan pasukan untuk berperang atas nama Korea Selatan selama Perang Korea.

Roh Tae-woo juga bekerja untuk mengatur nada diplomatik baru dengan Jepang, dengan diplomasi mantap yang membuat Tokyo mengeluarkan permintaan maaf bersejarah atas pemerintahan kolonial Jepang tahun 1910 1945 di Semenanjung Korea, serta ungkapan dari Kaisar Akihito saat itu tentang "penyesalan terdalam" atas rasa sakit yang ditimbulkan oleh Jepang selama ini.

Roh Tae-woo memimpin pemindahan kekuasaan secara damai dan digantikan oleh Kim Young-sam.

Segera setelah meninggalkan posisi presiden, dia diselidiki karena dugaan korupsi dan ditangkap pada tahun 1995 karena dituding menerima ratusan juta dolar dana gelap saat menjadi presiden.

Dia dan Chun Doo-hwan diadili karena korupsi serta pemberontakan dan pengkhianatan atas peran mereka dalam pembunuhan Gwangju dan kudeta yang membawa Chun Doo-hwan berkuasa.

Chun Doo-hwan dijatuhi hukuman mati dan Roh Tae-woo menerima hukuman penjara 22 tahun.

Tapi mereka dibebaskan di bawah amnesti presiden pada tahun 1997 dan Roh Tae-woo kemudian memudar dari pandangan publik.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Associated Press/Bloomberg/Straits Times


TERBARU