> >

Sudan akan Serahkan Bekas Presiden Omar al Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional

Kompas dunia | 12 Agustus 2021, 13:55 WIB
Sudan akan menyerahkan bekas presiden mereka, Omar al-Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional bersama dengan dua pejabat lainnya yang menjadi buronan konflik Darfur, kata Menteri Luar Negeri Sudan Mariam al-Mahdi, Rabu (11/08/2021). (Sumber: Straits Times via EPA-EFE)

KHARTOUM, KOMPAS.TV - Sudan akan menyerahkan bekas presiden mereka, Omar al-Bashir,  ke Pengadilan Kriminal Internasional bersama dengan dua pejabat lainnya yang menjadi buronan konflik Darfur, kata Menteri Luar Negeri Sudan Mariam al-Mahdi, Rabu (11/08/2021).

Seperti dilansir Straits Times, Kamis, (12/08/2021), Bashir, 77 tahun, jadi DPO Pengadilan Kriminal Internasional ICC lebih satu dekade atas tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

PBB mengatakan 300.000 orang tewas dan 2,5 juta mengungsi dalam konflik Darfur, yang meletus di wilayah barat pada tahun 2003.

"Kabinet memutuskan untuk menyerahkan pejabat yang dicari ke ICC," kata Mahdi seperti dikutip oleh kantor berita negara SUNA, tanpa memberikan kerangka waktu.

Keputusan kabinet untuk menyerahkan Bashir terjadi selama kunjungan ke Sudan oleh kepala jaksa ICC Karim Khan, yang bertemu dengan Mahdi pada hari Selasa.

Namun keputusan itu masih membutuhkan persetujuan dari badan penguasa transisi Sudan, dewan kedaulatan, yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan sipil.

Pada hari Rabu, Khan bertemu dengan pemimpin dewan kedaulatan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, serta Mohamed Hamdan Daglo, wakil ketuanya.

Daglo mengatakan Sudan "siap untuk bekerja sama dengan ICC", SUNA melaporkan.

Juru bicara ICC Fadi El Abdallah tidak mengomentari pengumuman tersebut, dengan mengatakan Khan berada "di Khartoum untuk membahas masalah kerja sama", tetapi jaksa akan mengadakan konferensi pers pada Kamis sore.

Otoritas transisi sebelumnya mengatakan mereka akan menyerahkan Bashir, tetapi ada satu batu sandungan dimana Sudan bukan pihak yang mendirikan Statuta Roma.

Tapi pekan lalu, kabinet Sudan memilih untuk meratifikasi Statuta Roma, sebuah langkah penting yang dilihat sebagai satu langkah menuju Bashir yang berpotensi menghadapi persidangan.

Baca Juga: Puluhan Mayat dengan Kondisi Mengenaskan Ditemukan Mengambang di Sungai Perbatasan Ethiopia – Sudan

Sudan akan menyerahkan bekas presiden mereka, Omar al-Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional bersama dengan dua pejabat lainnya yang menjadi buronan konflik Darfur, kata Menteri Luar Negeri Sudan Mariam al-Mahdi, Rabu (11/08/2021). (Sumber: France24 via AFP)

Bashir, yang memerintah Sudan dengan tangan besi selama tiga dekade sebelum digulingkan di tengah protes rakyat pada 2019, berada di balik jeruji penjara Kober dengan keamanan tinggi di Khartoum.

Dia dipenjara bersama dua mantan pejabat tinggi lainnya yang menghadapi tuduhan kejahatan perang ICC - mantan menteri pertahanan Abdel Rahim Mohamed Hussein dan Ahmed Haroun, mantan gubernur Kordofan Selatan.

ICC yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Bashir pada 2009 atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Darfur, kemudian menambahkan genosida ke dalam dakwaan.

Bashir digulingkan oleh militer dan ditahan pada April 2019 setelah empat bulan protes massal nasional terhadap pemerintahannya.

Mantan orang kuat itu dihukum pada Desember 2019 karena korupsi, dan telah diadili di Khartoum sejak Juli 2020 atas kudeta 1989 yang didukung kelompok Islam yang membawanya ke tampuk kekuasaan. Dia menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah.

Amnesty International sebelumnya telah meminta Bashir untuk bertanggung jawab atas "kejahatan mengerikan", mengacu pada genosida di Darfur.

Sudan telah dipimpin sejak Agustus 2019 oleh pemerintahan sipil-militer transisi, yang telah berjanji untuk membawa keadilan bagi para korban kejahatan yang dilakukan di bawah Bashir.

Khartoum menandatangani kesepakatan damai Oktober lalu dengan kelompok-kelompok pemberontak kunci Darfur, dengan beberapa pemimpin mereka menduduki jabatan puncak di pemerintahan, meskipun kekerasan terus membayangi kawasan itu.

Perang Darfur pecah pada tahun 2003 ketika pemberontak non-Arab mengangkat senjata mengeluhkan diskriminasi sistematis oleh pemerintah Bashir yang didominasi Arab.

Khartoum menanggapi dengan melepaskan milisi Janjaweed yang terkenal kejam, yang direkrut dari antara masyarakat nomaden di kawasan itu.

Kelompok hak asasi manusia telah lama menuduh Bashir dan mantan pembantunya menggunakan kebijakan bumi hangus, memperkosa, membunuh, menjarah dan membakar desa.

Pada bulan Juli, pasukan penjaga perdamaian menyelesaikan penarikannya dari wilayah yang dilanda perang.

Tetapi setelah konflik bertahun-tahun, wilayah yang gersang dan miskin itu dibanjiri dengan senjata otomatis dan bentrokan horisontal masih terjadi sehari-hari, seringkali atas konflik tanah dan akses ke sumber air.

Tahun lalu, tersangka pemimpin senior milisi Janjaweed Ali Muhammad Ali Abd al-Rahman, juga dikenal dengan nama panggilan Ali Kushayb, menyerah ke pengadilan.

Hakim ICC mengatakan pada Juli dia akan menjadi tersangka pertama yang diadili atas konflik Darfur, menghadapi 31 dakwaan termasuk pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU