> >

Ethiopia Kembali Tunda Pemilihan Umum Ditengah Ketegangan Bersenjata

Kompas dunia | 16 Mei 2021, 04:15 WIB
Dalam file foto Senin 30 November 2020 ini, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menanggapi pertanyaan dari anggota parlemen di kantor perdana menteri di ibu kota Addis Ababa, Ethiopia. (Sumber: AP Photo/Mulugeta Ayene, File)

NAIROBI, KOMPAS.TV - Ethiopia kembali menunda pemilihan nasionalnya setelah beberapa partai oposisi mengatakan mereka tidak akan ambil bagian dan karena konflik di wilayah Tigray di negara itu berarti tidak ada pemungutan suara yang diadakan di sana, yang semakin memperumit upaya Perdana Menteri Abiy Ahmed untuk memusatkan kekuasaan.

Kepala dewan pemilihan nasional, Birtukan Mideksa, dalam pertemuan dengan perwakilan partai politik pada Sabtu, (15/5/2021) seperti dilansir Associated Press mengatakan KPU Ethiopia putuskan pemungutan suara 5 Juni 2021 akan ditunda, karena kebutuhan untuk menyelesaikan pencetakan surat suara, melatih staf dan mendaftar pemilih.

Diperkirakan penundaan akan berlangsung dua hingga tiga minggu.

Ethiopia tahun lalu menunda pemungutan suara, ujian pemilihan pertama untuk Perdana Menteri Abiy, dengan alasan pandemi Covid-19.

Ketegangan yang meningkat dengan para pemimpin wilayah Tigray, yang menyatakan mandat perdana menteri berakhir dan dengan menantang mengadakan pemungutan suara regional mereka sendiri yang oleh Ethiopia disebut ilegal.

Baca Juga: Ethiopia Akan Pulangkan 34.000 Warganya dari Arab Saudi

Penumpang melihat keluar dari becak mobil, yang secara lokal dikenal sebagai bajaj, di Gondar, di wilayah Amhara, Ethiopia, Minggu, 2 Mei 2021. Ethiopia menghadapi krisis nasionalisme etnis yang berkembang yang dikhawatirkan dapat merobek negara terpadat kedua di Afrika selain. (Sumber: AP Photo/Ben Curtis)

Sejak itu, perang di Tigray menewaskan ribuan orang dan menyebabkan Amerika Serikat menuduh terjadinya "pembersihan etnis" terhadap suku Tigray sedang dilakukan di bagian barat Tigray, wilayah yang berpenduduk sekitar 6 juta orang.

Istilah “pembersihan etnis” mengacu pada pemaksaan penduduk dari suatu daerah melalui pengusiran dan kekerasan lainnya, seringkali termasuk pembunuhan dan pemerkosaan.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada Sabtu kemarin mengatakan AS "sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah kasus yang dikonfirmasi dari pasukan militer yang memblokir akses kemanusiaan" ke beberapa bagian Tigray, menyebutnya sebagai "perilaku yang tidak dapat diterima."

Pernyataan itu sekali lagi mendesak penarikan segera tentara dari negara tetangga Eritrea dari Tigray yang menurut saksi mata memblokir atau menjarah bantuan dan melakukan kekejaman termasuk pemerkosaan geng. "Baik otoritas Eritrea dan Ethiopia berulang kali menjanjikan penarikan seperti itu," kata Blinken.

Baca Juga: Umumkan Penyerangan ke Tigray, Perdana Menteri Ethiopia: Masyarakat Sipil Tak Akan Dilukai

Foto yang dirilis oleh Ethiopian News Agency pada 16 November 2020 ini memperlihatkan tentara militer Ethiopia tengah bersorak di dekat perbatasan Tigray dan Amhara di Ethiopia. (Sumber: Ethiopian News Agency via AP)

Perdana menteri Ethiopia, yang memperkenalkan reformasi politik besar-besaran setelah menjabat pada 2018 dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun berikutnya, berjanji pemilihan ini akan berlangsung bebas dan adil.

Abiy akan mempertahankan posisinya jika Partai Kemakmuran memenangkan mayoritas kursi di majelis nasional.

Tetapi pertanyaan tentang pemungutan suara berkembang di tengah ketegangan etnis yang terkadang mematikan di bagian lain negara yang berpenduduk sekitar 110 juta orang dan lebih dari 80 kelompok etnis itu.

Direktur kampanye untuk salah satu partai oposisi terbesar di Ethiopia, Yilkal Getnet dari Partai Demokrat Hibir Ethiopia, mengatakan kepada The Associated Press partainya lama percaya negara tersebut tidak siap untuk mengadakan pemilihan saat ini.

“Ada banyak tantangan perdamaian dan keamanan di seluruh negeri selain masalah perbatasan dengan Sudan,” kata Yilkal, menambahkan keselamatan jutaan orang dipertanyakan.

“Berbeda dengan pemikiran partai yang berkuasa, kami tidak percaya pemilu akan menyelesaikan masalah ini. Dialog nasional tentang berbagai masalah harus didahulukan."

Baca Juga: Staf PBB Sempat Ditembaki Saat Berupaya Menerobos Kawasan Peperangan Tigray di Ethiopia

Wanita pengungsi dari Tigray yang diakibatkan pasukan bersenjata di wilayah tersebut. (Sumber: AP Photo/Nariman El-Mofty)

Uni Eropa baru-baru ini mengatakan tidak akan mengamati pemungutan suara, mengatakan Ethiopia gagal menjamin kemerdekaan misinya dan menolak permintaannya untuk mengizinkan impor peralatan komunikasi.

Ethiopia menjawab  pengamat eksternal "tidak penting atau tidak perlu untuk menjamin kredibilitas suatu pemilihan."

Oposisi Kongres Federalis Oromo awal tahun ini menarik diri dari pemungutan suara. Beberapa pemimpin partai tetap berada di balik jeruji besi setelah gelombang kekerasan tahun lalu yang dipicu oleh pembunuhan seorang musisi Omoro yang populer.

Akhir bulan lalu, lima senator AS menulis kepada utusan khusus AS untuk Tanduk Afrika, Jeffrey Feltman, mengungkapkan kekhawatiran tentang kemampuan Ethiopia untuk mengadakan pemilihan yang adil sementara konflik Tigray berlanjut.

Menanggapi hal itu, dewan pemilihan nasional Ethiopia mengatakan pihaknya "berusaha" untuk memastikan pemungutan suara akan bebas.

“Kekurangan tidak dapat dihindari mengingat faktor-faktor seperti ukuran populasi, defisit pembangunan di semua tingkatan, budaya demokrasi yang baru lahir dan lingkungan politik dan keamanan yang semakin meningkat,” katanya.

Badan pemilihan mengatakan sekitar 36,2 juta orang mendaftar untuk memilih. Diharapkan hingga 50 juta orang akan melakukannya.

"Kami sangat prihatin tentang peningkatan polarisasi politik dan etnis di seluruh negeri," kata Departemen Luar Negeri, Jumat (14/5/2021).

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU