> >

Menteri Urusan Kewarganegaraan Prancis: Korban Utama Islam Radikal adalah Umat Islam Sendiri

Kompas dunia | 5 Mei 2021, 15:13 WIB

 Menteri Muda Urusan Kewarganegaraan Prancis, Marlene Schiappa dalam wawancara dengan Arab News, Rabu, (04/05/2021) mengatakan  korban pertama Islam radikal di seluruh dunia, seperti juga di Prancis, adalah Umat Muslim.

(Sumber: AP Photo)

PARIS, KOMPAS.TV - Korban pertama Islam radikal di seluruh dunia, seperti juga di Prancis, adalah Umat Muslim.  Dan gerakan radikal ini merupakan penghinaan bagi warga negara Prancis yang beragama Islam dan menjalankan agama mereka dengan damai.

Hal itu  dikatakan Marlene Schiappa, Menteri MudaPrancis urusan kewarganegaraan dalam wawancara dengan Arab News, Rabu, (04/05/2021).

Berbicara kepada Arab News, Schappa berkata, “Tujuan kami adalah untuk memerangi Islam radikal dengan menyediakan alat konkret yang dipilih secara lokal untuk lebih mengontrol pendanaan asing dan hibah untuk asosiasi, dan dengan demikian melawan sarang separatisme. . . kita juga perlu mencegah kaum muda mendaftar ke kelompok radikal melalui media sosial, dan menjadi korban propaganda Daesh. "

Pada 11 April, dinding Pusat Kebudayaan Islam Avicenna di Rennes ditutupi dengan tanda-tanda ofensif terhadap Muslim.

Ditanya tentang reaksinya terhadap Islamofobia di Prancis, dia berkata tegas, “Seperti yang dikatakan menteri dalam negeri, itu (tindakan Islamophobia) adalah penghinaan bagi negara. Di Prancis pada tahun 2021, kami tidak dapat memaafkan tindakan itu, yang menyinggung jutaan warga tidak bersalah yang tidak memiliki masalah dengan negara. Ini bukan visi saya tentang Prancis. Saya mengutuk keras tindakan itu (Islamophobia), dan saya sangat terkejut dengan peristiwa yang memalukan itu."

Baca Juga: Jelang Ramadan, Masjid di Prancis Dirusak dengan Grafiti Islamophobia

Unjuk rasa Anti-Prancis kian masif setelah pemimpin Partai Islam Garis Keras PLT, Saad Hussain Rizvi ditangkap. (Sumber: AP Photo/K.M. Chaudary)

Berbicara tentang kunjungannya ke Masjid Raya Paris pada 12 April lalu, Schiappa mengatakan, “Saya pergi ke masjid untuk bertemu dengan rektor, Tuan Shems-Eddine Hafiz, pada malam Ramadhan. Penting bagi saya untuk mengirim pesan perdamaian dan solidaritas kepada penduduk Muslim Prancis, terutama setelah tanda anti-Muslim keji yang tertulis di situs pusat budaya di Rennes.”

Dia menambahkan, “Saya merasa senang bertemu wanita berdedikasi yang bekerja untuk memerangi kekerasan dalam rumah tangga, berbasis gender dan seksual, dan membantu sesama warga negara mereka selama masa-masa sulit ini. Ini adalah masa yang sulit bagi semua orang. "

Menjelaskan posisinya tentang jilbab, dia berkata: “Saya ingin menyebutkan, banyak hal yang salah terlanjur dikatakan, tidak, (saya tegaskan) jilbab tidak akan dilarang di ruang publik. Tidak benar mengatakan pemerintah mengambil posisi seperti itu, karena posisi itu (pelarangan jilbab) hanya disukai oleh beberapa senator. Saya juga mengetahui apa yang terjadi tentang masalah ini, terutama di media sosial,” katanya.

Schiappa mengatakan  tidak mendukung pelarangan cadar dalam konteks perjalanan sekolah, karena dia  dibesarkan di kota di mana sebagian besar ibu mengenakan cadar selama acara.

"Jika kami melarang jilbab, kami secara efektif mengecualikan sejumlah ibu siswa yang merupakan bagian dari negara ini. Ini bukan tujuan saya," katanya.

Menurut Schiappa, gagasan sekularisme berlaku untuk negara dan layanan publik, tetapi tidak untuk masyarakat itu sendiri.  "Itulah sebabnya sekularisme adalah gagasan netralitas yang ditujukan untuk layanan publik, dan merupakan pilihan warga negara."

Baca Juga: Senat Prancis Setujui Pelarangan untuk Umat Muslim Salat di Universitas

Sebuah spanduk bertuliskan Semua bersatu melawan politik Islamofobia dibentangkan dalam sebuah aksi unjuk rasa di Paris, Prancis pada Minggu (14/02/2021) (Sumber: AP Photo/Thibault Camus)

Dia menambahkan bahwa sekularisme adalah kebebasan untuk memilih percaya atau tidak, tanpa harus khawatir tentang itu, dan oleh karena itu (kebebasan untuk memilih percaya atau tidak) yang melindungi kita.”

Ketika ditanya  penilaiannya tentang perang melawan Islam radikal di Prancis dan wilayah di mana pemerintah masih harus bekerja, Schiappa berkata: "Kami telah bekerja di lapangan selama tiga tahun, berkat aksi Sel untuk Perjuangan, melawan Islam Radikal dan Penarikan Komunitas (CLIR). Sejak 2018, kami telah menutup 559 institusi, dan lebih dari 22.000 inspeksi telah dilakukan di seluruh wilayah sebagai bagian dari CLIR. ”

Dia menambahkan, "Tidak satu euro uang publik, atau uang rakyat Prancis akan masuk ke kantong musuh republik. Kita harus melengkapi diri kita dengan alat di lapangan untuk memberikan bantuan secara khusus kepada yang terpilih secara lokal. ”

Dia juga menjelaskan  Rancangan Undang-undang menentang separatisme, yang diduga, cenderung menakut-nakuti penduduk Muslim yang tinggal di Prancis.

 "Kami sedang mengerjakan RUU ini dengan Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin dengan tujuan untuk memastikan perdamaian bagi Muslim, untuk semua penduduk Prancis."

Sementara soal  kemajuan perjuangan perempuan di dunia Arab, dia berkata: “Saya melihat kemajuan menuju ke arah yang benar, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan menjadi nilai fundamental - terlebih lagi, dilindungi dalam piagam prinsip-prinsip Islam di Perancis. Kita harus melanjutkan."

Baca Juga: Kebohongan Murid Jadi Penyebab Kasus Guru di Prancis yang Dipenggal Tahun Lalu karena Karikatur Nabi

Seorang perempuan Muslim di Barcelona melakukan aksi mengutuk teroris. Islamofobia mulai muncul di Barcelona setelah aksi terorisma pada 2017. (Sumber: AP Photo/F. Seco)

Tentang integrasi orang Prancis keturunan Arab ke dalam masyarakat Prancis, dia berkata: “Sungguh membuat diri saya yakin saat mengamati mayoritas anak muda merasa terintegrasi dengan baik ke dalam masyarakat Prancis. Seperti inilah seharusnya republik. "

Schiappa lebih lanjut menambahkan, "Kita harus melawan rasisme dan prasangka, yang disampaikan secara khusus oleh gerakan ekstrim kanan di Prancis, dan kita harus selalu ingat bahwa republik mewakili kesetaraan, kebebasan, dan persaudaraan untuk semua warga negara."

Memberikan pesan Ramadannya kepada Muslim Prancis, Schiappa berkata: “Saya ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan kepada mereka. Saya juga ingin menyampaikan pesan bahwa kami merawat mereka, seperti yang kami lakukan dengan semua warga negara yang tinggal di tanah Prancis. "

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU