> >

Positif Covid-19, Seorang Ibu di India Ditolak Terapi Dialisis Karena Takut Cemari Mesin Cuci Darah

Kompas dunia | 4 Mei 2021, 08:00 WIB
Lakshmi Yadav, seorang pasien gagal ginjal yang positif Covid-19 dan terpaksa melewatkan dialisis karena krisis Covid-19 di India. (Sumber: Saurabh Sharma/Al Jazeera)

LUCKNOW, KOMPAS.TV – Malang benar nasib Lakshmi Yadav (51). Istri Jai Ram Yadav (52) ini harus terkatung-katung demi menanti rumah sakit yang bersedia merawat dan menangani penyakitnya. Lakshmi yang positif Covid-19, mengidap gagal ginjal akibat diabetes parah yang dideritanya dan harus melakukan dialisis saban dua kali dalam seminggu.

Namun, selama dua minggu belakangan, Lakshmi tak bisa melakukan dialisis atau cuci darah, yakni terapi melalui sebuah mesin yang mampu membersihkan darah, menggantikan peran ginjal yang sudah tak berfungsi. Pasalnya, rumah sakit tak bisa melakukan dialisis terhadap pasien yang terpapar Covid-19 lantaran dikhawatirkan akan mencemari mesin dialisis.

Sebelumnya, untuk bisa melakukan dialisis, Lakshmi harus menjalani tes Covid-19 karena ia menunjukkan gejala ringan, termasuk batuk. Ia harus membayar 900 rupee atau sekitar Rp 173 ribu untuk menjalani tes Covid-19. Setelah dinyatakan positif, pihak rumah sakit pun menolak memberikan dialisis pada Lakshmi.

Baca Juga: Krisis Covid-19 di India, Perempuan Meninggal di Mobilnya Setelah Menunggu 3 Jam untuk Dirawat

“Kami tidak sanggup membayar perawatan di rumah sakit swasta,” kata Jai Ram. “Kami telah mencoba seluruh rumah sakit pemerintah, namun mereka semua menolak memberikan perawatan bagi istri saya.”

Sejak dinyatakan positif, gejala Covid Lakshmi kian memburuk. Ia sulit bernafas, mengalami demam dan batuk parah. Ia juga tak bisa menerima obat-obatan apapun yang diresepkan dokter untuk meredakan gejala Covid-nya, lantaran berisiko terhadap kedua ginjalnya.

Pihak keluarga lebih khawatir terhadap perawatan dialisis Lakshmi yang tertunda. Jika Lakshmi tak cuci darah selama lebih dari 10 hari, ia akan mengalami gejala seperti peradangan, tekanan darah tinggi, nyeri dada hingga muntah.

“Dia butuh dialisis dua kali seminggu. Jika tidak, kondisinya bisa parah jika kadar kreatininnya meningkat,” terang Jai Ram. Kreatinin adalah zat limbah dalam darah yang menjadi indikator bahwa ginjal tak bekerja menyaring racun dari darah secara efektif. “Dia sudah rentan terhadap lebih banyak infeksi dan kesulitan bernafas sekarang.”

Jai Ram Yadav, suami Lakshmi Yadav, pasien gagal ginjal yang terpapar Covid-19 dan terpaksa melewatkan dialisis lantaran krisis Covid-19 yang melanda India. (Sumber: Saurabh Sharma/Al Jazeera)

Jai Ram bersama seluruh ketiga anak mereka yang sudah dewasa juga positif Covid-19. Mereka sudah meminta tolong seorang hakim – yang punya kuasa untuk mendesak rumah sakit menerima pasien jika kondisi pasien sudah parah betul –, namun sejauh ini belum berhasil.

“Kami telah mencoba seluruh saluran dan nomor layanan gratis yang disediakan pemerintah, dan satu-satunya jawaban yang kami terima adalah: “Kami tak punya tempat tidur kosong dan kami akan mengabari Anda jika nanti tersedia”. Sudah enam hari dan tak ada bantuan yang datang,”tutur Dharmesh Yadav (25), putra sulung Jai Ram saat dihubugi Al Jazeera lewat telepon, Senin (3/5/2021).

Baca Juga: Imbas Wabah Covid-19 di India, Bayi 18 Bulan Ditemukan Kelaparan di Samping Jasad Ibunya

Keluarga Jai Ram sudah kesulitan membayar biaya dialisis Lakshmi sebelumnya. Satu kali dialisis di rumah sakit swasta bertarif 5.000 – 6.000 rupee (setara Rp 965 ribu – Rp 1,1 juta), sementara biaya penyuntikan dan obat-obatan yang dibutuhkan pasien dialisis berkisar antara 20.000 – 30.000 rupee (setara Rp 3,9 juta – Rp 5,8 juta) per bulan. Keluarga Jai Ram yang papa tak punya uang untuk membayar itu semua.

Rumah kecil dengan dua kamar yang mereka tempati di pinggiran Lucknow bagian utara di negara bagian Uttar Pradesh sudah digadaikan senilai 150.000 rupee (senilai Rp 29,2 juta). Kedua anak lelaki Jai Ram yang telah bekerja dan berpenghasilan masing-masing 6.000 rupee (Rp 1,1 juta) dan 8.000 rupee (Rp 1,5 juta) pun telah menumpuk hutang demi membayar biaya pengobatan ibunda mereka di masa lalu. Keluarga Jai Ram kini terengah membayar hutang senilai total 200.000 rupee (atau hampir Rp 40 juta).

“Ibu saya sudah rutin berobat sejak 2011 dan dialisis sejak Oktober 2020. Adik perempuan kami juga cacat, dan kami tak punya apa-apa lagi untuk dijual untuk menyelamatkan ibu kami,” tutur Dharmesh lirih penuh keputusasaan.

Baca Juga: Krisis Covid-19 di India, Sejumlah Bintang Bollywood ‘Melarikan Diri’ Berlibur ke Maladewa

Dr Anurag Gupta, seorang spesialis ginjal di Rumah Sakit Sir Ganga Ram di New Delhi, memaparkan tentang bahaya yang mengancam para pasien yang tak melakukan dialisis tepat waktu, terutama selama pandemi Covid-19.

“Orang dengan penyakit ginjal kronis berisiko tinggi terkena kasus Covid-19 yang parah,” jelasnya. “Sangat penting bagi mereka untuk melanjutkan terapi dialisis tepat waktu. Menyaring darah dengan mesin dialisis membantu sistem kekebalan mereka kuat. Pasien yang sakit parah Covid-19 dan punya ginjal yang tak berfungsi baik, punya risiko kematian yang tinggi.”

Menurut Dr Gupta, pandemi telah menyebabkan masalah besar bagi para pasien ginjal di seluruh India. ”Tak ada tempat tidur di rumah sakit kami. Kami bahkan menempatkan dua pasien dalam satu tempat tidur demi menangani krisis Covid-19 ini. Setiap hari saya menangani 80 – 90 konsultasi virtual bagi pasien di rumah yang butuh panduan. Kami berupaya membuat mereka tetap dirawat di rumah supaya kondisi mereka tak lebih parah jika terpapar Covid-19,” terangnya. “Kami berupaya sebaik mungkin, tapi kondisinya memang suram.”

Baca Juga: Korban Covid-19 India Tembus 18 Juta Orang, Penggali Kubur dan Petugas Kremasi Bekerja Tanpa Henti

Uttar Pradesh merupakan salah satu negara bagian berpenduduk terbanyak di India, dengan populasi sekitar 200 juta orang. Ada lebih dari 22.000 kasus Covid-19 baru yang dilaporkan setiap harinya.

India kini mencatat lebih dari 300.000 kasus setiap hari selama lebih dari sepekan belakangan. Hingga 30 April, jumlah total kasus di Uttar Pradesh mencapai 310.783 kasus, dan sebanyak 12.572 orang telah meninggal. Di Lucknow, total kematian telah mencapai 1.799 orang.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU