> >

Mengenang Almarhum Nawal El Saadawi, di Indonesia Karyanya Menginspirasi dan Dikagumi

Kompas dunia | 22 Maret 2021, 07:33 WIB
Nawal el Saadawi  (27 Oktober 1931-21 Maret 2021) (Sumber: CNN)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Sastrawan Mesir Nawal el Saadawi telah meninggal dunia pada  Minggu (21/03/2021). Saadawi meninggal di usia 89 tahun. Menteri Kebudayaan Mesir Inas Abdel-Dayem mengatakan,  tulisan Saadawi telah menciptakan gerakan intelektual yang hebat di Mesir dan di dunia.

Di Indonesia, Saadawi yang lahir 27 Oktober 1931 di sebuah desa Delta Sungai Nil, bukanlah nama asing. Hampir sebagian besar karyanya, terutama dalam bentuk novel,  pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan mendapat sambutan hangat para pembaca.

Saadawi dikenal sebagai penulis novel yang  berfokus  pada feminisme, kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan, dan ekstremisme agama. Karyanya dianggap bukan hanya mewakili kondisi Mesir namun masyarakat di dunia lain.

Baca Juga: Mesir Terima Kiriman Vaksin Kedua Hadiah Dari China

Salah satu karyanya yang banyak dibaca,  "Perempuan di Titik Nol" (terbit 1989),  diterjemahkan oleh Amir Sutaarga seorang ahli permuseuman Indonesia. Karya ini juga diberi kata pengantar oleh sastrawan almarhum Mochtar Lubis. 

Menurut Mochtar Lubis, karya Nawal itu akan mengejutkan masyarakat Indonesia. Sebab, meski berkisah tentang perjuangan perempuan Mesir bernama Firdaus, namun memiliki kesamaan dengan perjuangan perempuan di Indonesia.

     
"Sebagai seorang lelaki saya menundukkan kepala saya menghadapi tuduhan dan kutukan yang begini dahsyatnya dari perempuan. Saya berharap agar lelaki Indonesia yang membaca novel ini mau membuka hati dan pikiran mereka untuk menerima serangan dahsyat dari Firdaus, tokoh sentral dalam  cerita ini, "tulis Mochtar.

Baca Juga: Berita Duka: Pujangga Besar Mesir, Nawal el-Saadawi, Meninggal Dunia di Usia 89 Tahun


Karya lain, "Memoar Seorang Dokter Perempuan" juga tak kalah menarik. Novel yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia pada 1990 ini diberi kata pengangar oleh Toety Heraty Noerhadi. 

"Bila kita telusuri cerita ini, yang spontan, memberontak penuh kemarahan, dengan harapan akan hari esok yang lebih baik, sebetulnya cerita belum selesai. Menerima eksistensi sebagai perempuan atau menolaknya, tetap sarat dilema. Tubuh jadi masalah, memakukan atau sesuatu yang disyukuri? Lelaki jadi masalah, hidup jadi masalah," begitu Toety memberi kata pengantar.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU