> >

China Takut Arus Modal Asing Masuk ke Dalam Negeri saat 'Bubble' Pasar Keuangan Dunia Pecah

Kompas dunia | 3 Maret 2021, 13:34 WIB
Ilustrasi bursa saham. China cemas dengan risiko gelembung pasar keuangan dunia yang dapat meletus sewaktu-waktu. (Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan)

BEIJING, KOMPAS.TV - Pejabat tinggi regulator bank China cemas dengan risiko 'bubble' di pasar keuangan dunia dan sektor properti dalam negeri. Pejabat bernama Guo Shuqing itu khawatir gelembung pasar keuangan akan pecah dan mendorong masuk arus modal asing ke China.

"Saya khawatir masalah gelembung di pasar keuangan asing suatu hari akan meletus," kata Shuqing yang merupakan Pimpinan Bank Sentral dan Komisi Pengaturan Asuransi China, dikutip dari Financial Times.

Shuqing menyoroti kenaikan pasar saham di Amerika dan Eropa karena kebijakan moneter yang longgar. Menurutnya, hal ini tak sesuai dengan kondisi ekonomi riil di dua wilayah itu yang terdampak pandemi Covid-19.

Baca Juga: Mulai 2030 Seluruh Mobil Volvo Sepenuhnya Bertenaga Listrik dan Terhubung Secara Online

"Pasar China saat ini sangat terkait dengan pasar asing dan modal asing terus mengalir masuk," tambah Shuqing.

Pernyataan itu menyiratkan kebenaran soal minat besar investor dunia membeli saham dan surat utang China.

Seorang analis keuangan di Mizuho Bank Jepang mengatakan pada CNN Business, China kemungkinan akan menjadi alternatif, bila terjadi letusan gelembung pasar keuangan dunia dan krisis ekonomi.

"Pecahnya gelembung (industri keuangan) dapat memicu arus masuk modal asing yang substansial ke China," kata analis itu dalam laporan penelitian yang dikutip CNN Business.

Namun, Shuqing merasa hal itu juga bisa menjadi bahaya tersendiri.

"Kami harus mencegah volatilitas di pasar keuangan domestik [China] menjadi terlalu besar," tegas Shuqing.

Baca Juga: Gelontoran Insentif Pemerintah dari Pajak Kendaraan Hingga Properti

Senada dengan Shuqing, analis Mizuho Bank mengatakan arus modal asing yang masuk mendadak dalam jumlah besar dapat mengguncang ekonomi China melalui inflasi mata uang, aset dan harga barang.

Guo Shuqing juga mengaku cemas dengan risiko volatilitas sektor properti China. Para analis menyiratkan bahwa negara itu mungkin akan memperketat anggarannya.

Presiden Xi Jinping mengatakan pada konferensi ekonomi akhir tahun lalu bahwa negara tersebut perlu menstabilkan pasar properti pada tahun 2021, dan Beijing telah mengambil beberapa kebijakan terkait hal itu.

Menghadapi peringatan itu, bursa saham Amerika tertarik turun. Sebelumnya, Wall Street terus mengalami peningkatan harian selama hampir sembilan bulan.

Mengutip Financial Times, S&P 500 ditutup turun 0,8 persen pada Selasa (2/3/2021). Hal ini terjadi sehari indeks blue-chip mencatatkan kinerja terbaik sejak Juni 2020.

Nasdaq Composite yang berfokus pada teknologi juga turun 1,7 persen, jatuh kembali dari reli kenaikan 3 persen pada hari Senin.

Baca Juga: Kawanan Pencuri Gondol Mesin ATM Setelah Gagal Dibobol

Sementara, investor Eropa cukup optimis dan mengabaikan peringatan China.

"Eropa dibuka dengan posisi bertahan. Peringatan soal gelembung aset dari pejabat China, kekhawatiran baru atas angka Covid, dan angka penjualan ritel Jerman yang suram, semuanya membebani sentimen sementara. Namun, optimisme yang hati-hati mulai merembes ke pasar dan beberapa indeks ekuitas Eropa berbalik lebih tinggi," kata Sophie Griffiths, analis pasar OANDA, perusahaan perdagangan mata uang asal Kanada.

Indeks FTSE 100 Inggris ditutup naik 0,4% pada 6.613 poin, Selasa. Sementara, DAX Jerman naik 0,2% dan CAC Perancis naik 0,3%.

Penulis : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV


TERBARU