> >

Sehari Pasca Biden Dilantik, Irak Diguncang Dua Bom Bunuh Diri, 32 Tewas

Kompas dunia | 22 Januari 2021, 03:08 WIB
Situasi pasca aksi bom bunuh diri yang mengguncang kawasan perdagangan Bab al-Sharqi yang ramai di Baghdad, Irak, Kamis (21/1). (Sumber: AP Photo / Hadi Mizban)

BAGHDAD, KOMPAS.TV – Dua ledakan bom bunuh diri mengguncang sebuah pasar yang ramai di ibukota Irak pada Kamis (21/1), menewaskan sedikitnya 32 orang dan melukai puluhan lainnya. Pihak berwenang menyebut aksi bom bunuh diri ini merupakan aksi masif pertama dalam beberapa tahun terakhir.

Associated Press melaporkan, aksi bom bunuh diri ini terjadi di kawasan perdagangan Bab al-Sharqi di pusat kota Baghdad di tengah meningkatnya ketegangan politik atas perencanaan pemilu awal dan krisis ekonomi yang parah.

Pemilihan waktu serangan bom bunuh diri ini menjadi pertanyaan, mengingat aksi ini terjadi sehari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dilantik. Baru-baru ini, koalisi yang dipimpin AS menghentikan kegiatan penyerangan dan menarik pasukannya di Irak secara bertahap. Ini, memicu kekhawatiran akan kembali bangkitnya kelompok teroris ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah).

Baca Juga: Bunuh Wakil Komandan Paramiliter Irak, Pengadilan Baghdad Keluarkan Surat Penangkapan Donald Trump

Belum ada yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, pihak berwenang militer Irak menyatakan bahwa ISIS berada di balik aksi serangan.

Menteri Kesehatan Irak Hassan Mohammed al-Tamimi mengatakan, korban tewas yang sebelumnya berjumlah 28 orang, meningkat menjadi 32 orang, dan 110 lainnya terluka dalam serangan itu. Beberapa yang terluka berada dalam kondisi kritis. Pihak Kementerian Kesehatan Irak memobilisasi seluruh rumah sakit di Baghdad untuk menangani para korban luka.

Baca Juga: Dua Ledakan Bom Bunuh Diri Guncang Baghdad dan Tewaskan 28 Orang, Yang Pertama Sejak 2018

Juru bicara Komando Operasi Gabungan Mayor Jenderal Tahsin al-Khafaji mengatakan, pelaku bom bunuh diri pertama sempat berteriak kencang bahwa ia sakit di tengah pasar yang ramai hingga orang-orang berkerumun di sekitarnya, dan saat itulah ia meledakkan sabuk bomnya.

Pelaku kedua meledakkan diri tak lama setelahnya.

Situasi di kawasan perdagangan Bab al-Sharqi pasca serangan bom bunuh diri di Baghdad, Irak, Kamis (21/1). (Sumber: AP Photo / Hadi Mizban)

“Ini merupakan aksi teroris yang disusupi sel tidur ISIS," kata al-Khafaji. Lebih lanjut ia menambahkan, “ISIS hendak membuktikan keberadaannya setelah menerima banyak pukulan dalam operasi militer untuk mengusir para militan.”

Baca Juga: Ribuan Pelayat di Irak Gelar Peringatan Kematian Jenderal yang Dibunuh Tentara AS

Di Vatikan, Paus Fransiskus mengutuk serangan tersebut sebagai “aksi brutal yang tidak masuk akal” dan mendesak rakyat Irak untuk tetap bekerja menggantikan kekerasan dengan persaudaraan dan perdamaian. Paus mengirimkan telegram duka cita untuk Presiden Irak.

Pada awal Maret mendatang, Paus Fransiskus dijadwalkan mengunjungi Irak dalam upaya mendukung komunitas Kristen di negara itu yang sempat mengalami penganiayaan oleh ISIS.  

Aksi dua bom bunuh diri pada Kamis lalu menjadi aksi serangan pertama dalam tiga tahun terakhir yang menargetkan distrik komersial Baghdad yang sibuk. Pada 2018, serangan bom bunuh diri sempat terjadi di wilayah yang sama, tak lama setelah Perdana Menteri (pada waktu itu) Haidar al-Abadi menyatakan kemenangannya atas kelompok militan Sunni ISIS.

Dalam beberapa bulan terakhir, Irak mengalami serangan yang dilancarkan baik oleh kelompok teroris ISIS maupun kelompok-kelompok milisi Syiah. Kelompok milisi kerap menjadikan AS sebagai target, dengan melakukan serangan roket dan mortar secara rutin terhadap Kedutaan Besar AS di Baghdad. Namun, kecepatan serangan-serangan tersebut telah menurun sejak kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Iran menyatakan gencatan senjata informal pada Oktober lalu.

Gaya serangan bom bunuh diri pada Kamis lalu terbilang serupa dengan aksi-aksi ISIS di masa lalu. Namun, ISIS jarang bisa masuk ke area ibukota Irak sejak diusir oleh tentara Irak dan koalisi AS pada 2017.

Baca Juga: Kelompok Teroris ISIS Bunuh 11 Penambang Batubara Minoritas Syiah Di Pakistan Barat Daya

ISIS telah menunjukkan kemampuannya melakukan serangan yang makin canggih di Irak utara, tempat mereka masih bercokol, tiga tahun setelah Irak menyatakan kemenangan mereka atas kelompok tersebut.

Pasukan keamanan Irak kerap disergap dan menjadi sasaran penyerangan di kawasan pedesaan Kirkuk dan Diyala. Serangan meningkat pada musim panas lalu saat milisi memanfaatkan fokus pemerintah yang terpusat pada penanganan pandemi corona.

Aksi bom bunuh diri pada Kamis lalu terjadi beberapa hari setelah pemerintah Irak setuju dengan suara bulat untuk menggelar pemilu lebih awal pada Oktober. Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi telah mengumumkan pada Juli bahwa pemilu awal ini digelar untuk memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa anti-pemerintah.

Tahun lalu, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan menuntut perubahan politik serta diakhirinya korupsi yang merajalela dan layanan yang buruk. Lebih dari 500 orang tewas dalam aksi unjuk rasa saat pasukan keamanan menggunakan peluru tajam dan gas air mata untuk membubarkan massa.

Irak juga bergulat dengan krisis ekonomi parah akibat rendahnya harga minyak. Ini memaksa pemerintah melakukan peminjaman internal dengan risiko menghabiskan cadangan mata uang asing Irak. Tahun lalu, Bank Sentral Irak mendevaluasi dinar Irak hingga hampir 20% untuk memenuhi kewajiban pengeluaran. 

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU