> >

Ekonomi Jepang Lesu Akibat Pandemi, Lebih dari 13 Ribu Orang Bunuh Diri

Kompas dunia | 13 November 2020, 10:23 WIB
Hutan Aokigahara terletak di bagian barat laut Gunung Fuji, sekitar 100 kilometer sebelah barat Tokyo Jepang. Hutan ini sering disebut sebagai tempat terbaik untuk bunuh diri. (Sumber: Dok Andy Lala )

JAKARTA, KOMPAS.TV- Jumlah kasus bunuh diri di Jepang meningkat pada Oktober 2020  ke level tertinggi dalam lebih dari lima tahun.

Dari data Badan Kepolisian Nasional Jepang (NPA) pada Selasa (10/11) jumlah total kasus bunuh diri untuk Oktober adalah 2.153 kasus, meningkat lebih dari 300 kasus dari bulan September.

Dikutip dari The Japan Times, dari angka 2.153 kasus itu, 851 kasus diantaranya adalah berjenis kelamin perempuan.  Hal ini  meningkat 82,6% jika dibandingkan bulan Oktober 2019. Sementara itu angka bunuh diri oleh laki-laki naik 21,3%.

Sementara itu di bulan September 2020 tercatat ada sebanyak 1.805 orang mengakhiri hidupnya. Angka ini meningkat 143 atau 8,6 persen di bulan yang sama pada 2019 lalu. NPA mencatat, dari angka 1.805 orang, 1.166 adalah orang berjenis kelamin laki-laki. Ini meningkat 0,4 persen pada September 2019 lalu. Sementara itu, untuk jenis kelamin perempuan berjumlah 639, naik 27,5 persen dibandingkan di bulan yang sama tahun lalu.

Di bulan September, Kota Tokyo menduduki puncak teratas dengan 194 kasus bunuh diri, diikuti prefektur Saitama (110), Aichi (109) dan Kanagawa (95).

Selama bulan Agustus 2020, ada 1.849 orang Jepang bunuh diri. Angka ini 15,3 persen lebih banyak pada bulan yang sama di tahun 2019 lalu.

Otoritas NPA mengatakan jumlah bunuh diri secara nasional terus meningkat selama tiga bulan berturut-turut sejak Juli 2020.

Baca Juga: Status Darurat Corona di Jepang Berlaku Selama Satu Bulan Ke Depan

Sementara itu Pejabat kementerian kesehatan Jepang mengatakan lonjakan bunuh diri diduga karena depresi dan kecemasan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Pandemi telah membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, atau menderita kelelahan karena terkurung di rumah dan kehilangan kontak tatap muka dengan teman dan keluarga. Perempuan, yang lebih mungkin bekerja tidak tetap di industri ritel atau jasa, secara tidak langsung terkena dampak kehilangan pekerjaan.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU