> >

Cerita Gita Selfira, Perempuan yang Jajal Profesi Nyentrik Berisiko, Awalnya Mengira Pakai Gaib

Perempuan | 23 Juni 2022, 19:48 WIB
Gita Selfira (21), seorang joki atau pebalap tong stand perempuan yang berasal dari Jambi tengah melakukan straksinya di Pasar Malam Alun-alun Selatan Surakarta. (Sumber: Kompas.tv/Natalia)

SOLO, KOMPAS.TV - Menjadi perempuan susah-susah gampang jika menyangkut pekerjaan. Tidak semua bisa bekerja sesuai passion karena terbentur stigma 'keperempuanan'.

Gita Selfira (21), berani menerobos stigma itu dengan memilih pekerjaan ‘nyentrik’ pada usianya yang terbilag muda yakni, pebalap Tong Stand.

Perempuan berdarah Jambi ini sudah empat tahun menjadi joki Tong Stand. Dimulai Februari 2018 yang saat itu usianya baru 17 tahun. 

Ditemui usai melakukan atraksi Tong Stand di Pasar Malam yang diadakan di Alun-alun Selatan (Alkid) Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (18/6/2022), Gita membagikan kisahnya menjadi Joki.

Ketertarikan Gita pada profesi joki Tong Stand sudah tumbuh sejak duduk kelas tiga Sekolah Dasar (SD).

Kala itu, dia sering menonton atraksi Tong Stand di pasar malam dan mengkhayal bisa beratraksi seperti joki yang dilihatnya. 

“Kok keren bisa bawa motor kayak gitu,” pikirnya.

Saking kagumnya, saat itu dia berpikir bahwa atraksi Tong Stand itu memakai ilmu gaib.

“Pertama mikir ini pakai ilmu gaib atau mistis. Tapi pas kita nyoba ternyata memang mengandalkan keberanian dan mental sendiri aja sih,” katanya tertawa mengingat kenangan masa itu.

Perjalanan Gita mengejar impiannya ini tentu saja tidak mudah.

Profesi ‘nyentrik’ ini selain membutuhkan nyali yang besar, ditambah juga masih adanya stigma negatif, apalagi bagi perempuan.

Pandangan sebagai perempuan ‘gak bener’ sudah sering mampir di telinganya lantaran berprofesi sebagai Joki Tong Stand, bertato, dan sering pulang malam.

Pada akhirnya, Gita memilih tak lagi terpengaruh oleh lontaran kalimat-kalimat negatif itu 

“Awalnya pas baru-baru ngejoki sakit hati denger omongan orang. Tapi terus terbiasa jadi yaudah orang kan gak tahu kita sebenarnya kayak gimana. Padahal kerjanya halal, cuma emang malam kerjanya,” ungkap seorang pekerja informal ini.  

Stigma ini sudah sering terdengar, khususnya di Indonesia. Padahal, bukankah memilih pekerjaan menjadi hak setiap orang.

Layaknya konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang bukan untuk menghapuskan segala perbedaan, melainkan sebuah pilihan bebas dalam pemilihan pekerjaan.

Kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan berarti bahwa semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, etnis, keyakinan agama atau karakteristik pribadi lainnya, dapat berpartisipasi dalam dan berkontribusi pada pasar tenaga kerja sesuai dengan kapasitas mereka, tanpa gangguan diskriminasi atau bias. (International Labour Organization/ILO : Time for equality at work (Jenewa, 2003), para. 83).

Pandangan negatif itu bukan hanya datang dari orang lain, orang tua Gita juga jelas tidak mengizinkannya untuk menjadi Joki.

Namun, keinginannya untuk menjadi pembalap Tong Stand sepertinya sangat besar.

Gita memutuskan kabur dari rumah. Padahal, dia masih duduk di kelas dua Sekolah Menengah Atas (SMA) saat itu.

“Cuma bawa baju dan HP (red.handphone). HP itu aja akhirnya terpaksa kujual buat ongkos dan belajar jadi joki di pasar malam,” katanya.

Baca Juga: Tali Gas Motor Tong Setan Putus, Belasan Penonton Jadi Korban Atraksi

Selama kurang lebih enam bulan semenjak kabur dari rumah, Gita tidak berkomunikasi dengan orang tuanya.

“Mau umur 17 tahun waktu itu, putus sekolah langsung ke pasar malam,” ungkapnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, orangtuanya pun mendukung pekerjaanya itu bahkan akhirnya bisa membantu mereka.

“Awal nonton, mereka gemetaran sampe gak mampu turun tangga saking takutnya mungkin ngliat anaknya melakukan hal berbahaya,” ucap Gita. 

Sebagai joki perempuan, selain pandangan negatif dan cemooh yang harus dihadapi, luka fisik juga tidak bisa dihindari. Mengingat, risiko dari ‘nyentriknya' pekerjaan ini cukup besar.

Sebut saja kecelakaan yang pernah terjadi pada sabtu malam (4/6/2022) saat Pameran Besemah Expo Ke-18 dalam rangka memperingati hari jadi Kota Pagar Alam Ke-21.

Atraksi Tong Stand kala itu menjadi duka karena saat sedang beratraksi salah satu motor keluar trek sehingga menabrak para penonton. Diketahui, ada sekitar 12 korban, dan rata-rata anak-anak.

Gita Selfira (21), seorang joki tong stand perempuan asal Jambi. (Sumber: Kompas.tv/istimewa)

Butuh waktu enam bulan

Gita butuh waktu sekitar enam bulan untuk akhirnya bisa menjadi joki Tong Stand.

Disebutkannya, ada juga yang harus belajar hingga satu tahun. Tergantung ketahanan fisik dan mental masing-masing. 

Dalam masa latihan, pada dua bulan pertama, rasa pusing hingga penglihatan menjadi buram dialaminya.

Hal itu harus dipaksa secara terus menerus sampai benar-benar tidak pusing lagi. 

“Awalnya memang harus dibonceng dulu biar ngrasain pusingnya sampe ilang pusingnya. Kalo mual iya, tapi trus dikasih air dingin biar gak muntah,” katanya.

Sementara, untuk bisa sampai lepas tangan, Ia membutuhkan waktu sekitar delapan bulan. 

Soal lecet dan memar adalah hal biasa bagi seorang Joki.

Sebagai seorang perempuan, Gita tak gentar atau takut jika harus mengalami luka atau cedera, karena menurutnya setiap pekerjaan mempunyai riskonya. 

"Kan setiap pekerjaan pasti punya risiko toh, jadi yaudah kalo luka memang sudah risikonya. Kerja kantoran juga kan punya risikonya sendiri. Jadi, gak kapok,” ungkapnya. 

Ia pun pernah mengalami cedera cukup serius awal tahun 2022, yakni pada 3 Januari lututnya sedikit geser akibat terjatuh saat melakukan atraksi.

Kecelakaan itu membuatnya tidak bisa berjalan sampai sekitar dua minggu.

“Waktu itu mau atraksi gandengan. Cuma motorku oleng, akhirnya jatuh dan joki satunya tertimpa motor. Saat itu, penontonnya kaget dan ada yang sampe nangis,” terangnya. 

Belum selesai di situ, disertai peluh dan lelah yang masih  tersisa di wajahnya, Gita mengungkapkan, pendapatan dari Joki Tong Stand ini tentu bergantung juga dari jumlah tiket yang terjual.

Pasalnya, penghasilan joki ini ada yang berdasarkan gaji tetap atau berdasarkan persenan dari total omzet pendapatan tiap malam selama masa pertunjukkan.

Untuk yang sistem persenan, biasanya para Joki mendapat 25 persen dari omzet Tong Stand per malam.

Misalnya, dalam satu malam omzet yang didapat Rp 2.000.000, 25 persen akan dibagi ke joki.

“25 persen itu dibagi ke joki yang ada, kalo jokinya dua ya dibagi dua,” jelasnya. 

Dalam satu kali pertunjukkan, ia harus beratraksi memutari tong kayu dengan kemiringan hampir 90 derajat dan tinggi sekitar 4 meter selama 8 hingga 10 menit.

Belum lagi, ada variasi berputar sambil bergandengan tangan dengan rekan jokinya. 

Kemudian atraksi lepas tangan, lepas tangan sambil duduk bersila di atas jok, juga atraksi mengambil uang “saweran” yang diberikan penonton di pinggiran tong. 

Ia pun mengungkapkan akan menjadi Joki Tong Stand hingga nanti akhirnya menikah. Mengingat, sebagai Joki, Gita harus berpindah pindah tempat.

Pekerjaan itu tidak mungkin dilakukannya lagi saat menikah nanti.

Ketika hari itu tiba, ia harus mengucapkan selamat tinggal pada cita-citanya dan mencari mimpi baru.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU