> >

Sejarah Masjid Jogokariyan, Rutin Gelar Ibadah hingga Tradisi Pasar Sore Sajikan Menu Buka Puasa

Tradisi | 5 April 2022, 16:41 WIB
Warga kampung Jogokariyan dan wisatawan berkumpul menikmati sajian buka puasa yang ada di pasar sore Kampung Ramadan Jogokariyan di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta. (Sumber: dok. Istimewa)

Kampung Jogokariyan sempat dikenal sebagai basis Partai Komunis Indonesia saat meletusnya gerakan G30S tahun 1965.

Anggotanya kebanyakan merupakan para mantan abdi dalem yang berprofesi sebagai petani dan buruh dengan hidup serba kekurangan.

Sejarah Masjid Jogokariyan

Asal muasal berdirinya Masjid Jogokariyan bermula pada Juli 1966 ketika kelompok Koperasi Batik “Karang Tunggal” dan Koperasi Tenun “Tri Jaya” membeli tanah wakaf seluas 600 m2.

Para pengusaha batik dan tenun itu sebagian besar adalah simpatisan partai politik MASYUMI dan pendukung kegiatan dakwah Muhammadiyah.

Baca Juga: 11 Hari Buka Donasi Patungan Kapal Selam, Masjid Jogokariyan Raih Rp1,4 M

Pengrajin batik H. Jazuri dari Karangkajen adalah salah satu orang di balik pencetus masjid Jogokariyan.

Setelah bermusyawarah dengan beberapa tokoh masyarakat, masjid Jogokariyan akhirnya dibangun pada tahun 1966. 

Dibangunnya Masjid Jogokariyan bertujuan untuk menghidupkan kembali nuansa Islami di Kampung Jogokariyan.

Pada Agustus 1967, bersamaan dengan momentum merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia, Masjid Jogokariyan diresmikan oleh Ketua PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) Kota Yogyakarta.

Sejak saat itu, jamaah masjid Jogokariyan semakin banyak hingga area masjid diperluas dengan membeli tanah yang berada di sekelilingnya.

Selain sebagai tempat salat dan ibadah, pengurus masjid Jogokariyan memiliki visi untuk mewudkan masyarakat sejahtera lahir batin yang diridhoi Allah SWT melalui kegiatan kemasyarakatan yang berpusat di masjid.

Oleh karena itu, masjid Jogokariyan memiliki beberapa program salah satunya memberdayakan warga yang tinggal di sekitar masjid untuk berbagai macam kegiatan. 

Masjid Jogokariyan juga dikenal sebagai masjid yang mengupayakan saldo infak nol rupiah setiap pekan.

Infak tersebut digunakan untuk operasional masjid dan kebutuhan mendesak jamaah atau warga yang tinggal di sekitar masjid. 

Para pengurus berpendapat bahwa infak jamaah bukan seharusnya disimpan di dalam rekening, melainkan harus dipergunakan untuk kemaslahatan umat.

Kampung Ramadan Jogokariyan Mendunia

Kegiatan Kampung Ramadan Jogokariyan (KRJ) itu sempat disorot media Malaysia.

Dalam sebuah koran Star Asean+ terlihat potret masyarakat sedang memilah hidangan buka puasa di KRJ.

"Umat muslim mengumpulkan makanan gratis untuk buka puasa di masjid tradisional selama bulan Ramadan di Yogyakarta," demikian tertulis pada keterangan (caption) foto tersebut.

Penulis : Dian Nita Editor : Deni-Muliya

Sumber : Berbagai Sumber


TERBARU