> >

Balas Kritik soal Utang Pemerintah, Sri Mulyani: Semua Negara Islam Berutang

Ekonomi dan bisnis | 19 Juli 2020, 10:56 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/7/2017). (Sumber: KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Menurut pemerintah, ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas bisa menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi yang harus ditanggung masyarakat, kondisi ini membuat daya saing Indonesia menjadi rendah.

"Itu pilihan kebijakan. Kalau enggak utang, berarti kita menunda kebutuhan infrastruktur. Masalah pendidikan, masalah kesehatan, mungkin tertunda. Jadi negara kita warganya banyak, tapi anak-anaknya bisa rentan," sebut Sri Mulyani.

Selain mengejar ketertinggalan infrastruktur, kebijakan fiskal ekspasif ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui alokasi anggaran pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial.

IPM Dinilai Rendah

Dikutip dari data Kementerian Keuangan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih lebih rendah dibandingkan sejumlah negara tetangga.

Untuk itu, pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas dasar menjadi prioritas utama guna menciptakan kualitas SDM Indonesia yang produktif dan kompetitif.

Mengutip data United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2015, IPM Indonesia yaitu 0,689, atau masih di bawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Indonesia masih berada di atas Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Myanmar.

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Utang Negara Naik Rp 422,7 Triliun pada 2019, Total Jadi Rp 5.340 T

Ilustrasi:  uang logam dan kertas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membalas kritik publik terkait dengan pengelolaan utang negara. (Sumber: KOMPAS.COM)

Utang Indonesia

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Mei 2020 tembus sebesar 404,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 5.868 triliun (kurs Rp 15.000).

Utang tersebut terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 194,9 miliar dollar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 209,9 miliar dollar AS.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga mengungkapkan bahwa kewajiban atau utang pemerintah meningkat Rp 422,7 triliun sepanjang 2019. Sehingga utang pemerintah menjadi sebesar Rp 5.340,2 triliun per 31 Desember 2019.

Utang pemerintah itu secara tahunan naik 8,6% dari Kewajiban pemerintah per 31 Desember 2018.

Menurut Sri Mulyani, peningkatan utang tersebut sebagian besar disebabkan oleh penerbitan surat utang negara.

“Peningkatan kewajiban pemerintah pada tahun 2019 sebagian besar berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (16/7), sebagaimana dikutip dari Kontan.co,id.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, penerbitan SBN neto itu digunakan terutama untuk memenuhi berbagai kebutuhan prioritas, termasuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Baca Juga: Sri Mulyani Bela Menhan Prabowo Subianto Soal Belanja Alutsista

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU