> >

Tolak Kenaikan UMP 2023, KSPI Minta Gubernur Revisi Sesuai Usulan Buruh

Ekonomi dan bisnis | 29 November 2022, 08:03 WIB
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. KSPI menolak kenaikan UMP 2023 dan meminta para gubernur merevisi nya. (Sumber: Tribunnews.com/Herudin)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Para gubernur telah mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2023 yang naik dari UMP 2022. Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, para buruh dan pekerja menolak kenaikan tersebut.

Lantaran, dasar perhitungannya menggunakan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahunan.

"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan," kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/11/2022).

Ia menilai, penghitungan UMP 2023 tidak memasukkan dampak kenaikan harga BBM. Karena menggunakan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada September 2021 ke September 2022. Sedangkan kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022 dan dampaknya langsung dirasakan pekerja.

Baca Juga: UMP Sudah Diumumkan, 10 Asosiasi Pengusaha Ajukan Uji Materi Permenaker No 18 Tahun 2022

Ia pun menyoroti kenaikan UMP DKI Jakarta yang hanya 5,6 persen. Dengan persentase sebesar itu, Said menilai Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak punya empati terhadap kehidupan buruh.

Said juga menyebut UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Oleh karena itu, KSPI pun mendesak agar Heru merevisi kenaikan UMP DKI sebesar 10,55 persen, sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," ujar Said.

Ia menjelaskan, upah yang naik 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kehidupan buruh di Ibu Kota. Pasalnya semua biaya hidup sudah naik.

Baca Juga: UMP DKI Jakarta Naik 5,6 Persen Jadi Rp4,9 Juta

Mulai dari biaya sewa rumah minimal Rp900.000, transportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.

Lalu untuk makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000 sehingga total menghabiskan Rp1,2 juta sebulan, biaya listrik Rp 400.000, biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.

"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," ujarnya.

Di sisi lain, Partai Buruh yang dipimpin Said dan organisasi Serikat Buruh mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, dan tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Baca Juga: KADIN Akan Gugat Permenaker 18 Tahun 2022 yang Batasi Kenaikan UMP Maksimal 10 Persen

Setelah UMP diumumkan, Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) akan merumuskan kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh, lanjut Said, meminta bupati dan wali kota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10 persen hingga 13 persen.

"Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen," ujarnya.

Penetapan UMP 2023 sama-sama diprotes kalangan pengusaha dan buruh. Jika buruh mempermasalahkan besaran kenaikannya, pengusaha mempermasalahkan dasar hukum nya yaitu Permenaker No 8 Tahun 2022.

Sepuluh asosiasi pengusaha pun telah mengajukan gugatan uji materi terhadap aturan itu ke Mahkamah Agung. Mereka menilai beleid tersebut telah melanggar 6 aturan lainnya. Gugatan serupa juga dilayangkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU