> >

Sejumlah Alasan di Balik Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Ekonomi dan bisnis | 28 Juli 2022, 12:51 WIB
Kondisi bagian muka terowongan atau tunnel 2 jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung di daerah Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (21/6/2022). Terowongan sepanjang 1.050 meter itu menjadi terowongan yang terakhir dirampungkan karena faktor geologis. (Sumber: Kompas.id/Erika Kurnia )

Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020 membuat perencanaan proyek menjadi terhambat. Sebab, upaya penanganan Covid-19 tidak pernah dianggarkan sebelumnya.

 Namun, agar proses pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tetap dapat berlangsung, KCIC perlu mengadakan langkah pencegahan Covid-19 sesuai dengan ketentuan pemerintah, mulai dari proses karantina hingga tes Covid-19 rutin. Hal ini tentu menambah anggaran.

  •  Penggunaan frekuensi GSM-R

Selain itu, penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api di Indonesia ternyata membutuhkan biaya investasi. Biaya ini di luar anggaran awal.

Pasalnya, pada anggaran awal KCIC mengacu pada penggunaan frekuensi GSM-R di China di mana penggunaan frekuensi termasuk investasinya tidak perlu bayar. Sedangkan untuk di Indonesia kebijakannya berbeda.

  • Instalasi listrik dan lain-lain

Rahadian juga menyebutkan, KCIC membutuhkan biaya investasi tambahan untuk instalasi listrik PLN.

“Masalah anggaran ini juga berasal dari pekerjaan variation order dan financing cost serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB," jelasnya.

Tunggu arahan Jokowi

Terkait beban pembiayaan, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah Indonesia tak bisa langsung menerima permintaan China, agar APBN bisa ikut menanggung pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Permintaan China ini juga harus menunggu arahan dari Presiden Jokowi apakah nanti bisa pemerintah ikut andil menalangi atau tidak.

"Ada permintaan karena cost overrun ini agar di-cover oleh pemerintah Indonesia. Terkait hal ini, teman-teman dari Kementerian Keuangan baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kami untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost overrun," jelas Wahyu Utomo.

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat beberapa kali menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah murni business to business (b to b) dan berjanji tak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.

Menurutnya, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian bersama Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi terus memonitor dengan ketat proyek ini.

Dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, CDB memiliki porsi investasi terbesar yakni 75 persen. Dari total kebutuhan dana investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung, pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dollar AS atau setara Rp 64,9 triliun.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU