> >

Pertamax dan PPN Naik Jelang Puasa, Ekonom: Inflasi Tinggi, Bunga Kredit Mahal

Ekonomi dan bisnis | 1 April 2022, 15:45 WIB
BBM RON 92 Pertamax (Sumber: Antara )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan, kebijakan kenaikan harga Pertamax bisa bermuara pada kenaikan inflasi. Tekanan inflasi, juga akan ditambah dengan penerapan tarif baru PPN sebesar 11 persen.

"Hal ini karena pelaku usaha di segala bidang melakukan penyesuaian harga jual, karena adanya tarif baru PPN ini," kata Yusuf kepada Kompas TV, Jumat (1/4/2022).

Menurutnya, jika inflasi tinggi sudah tentu akan menggerus daya beli masyarakat terutama kelompok menengah bawah. Apalagi di saat yang bersamaan, belum ada kompensasi bantuan tambahan dari pemerintah untuk menjaga daya beli kelompok ini

"Betul ada (dana) PEN (pemulihan ekonomi nasional) perlindungan sosial namun nilai dan bentuk bantuannya sudah berkurang dibandingkan tahun lalu," ujar Yusuf.

Baca Juga: Mahfud MD soal Kasus BLBI: Pokoknya Kami Sita Dulu, Anda Silakan Berdebat

Khusus untuk kenaikan PPN, Yusuf menyebut hampir semua produk di hilir akan melakukan penyesuaian harga. Misalnya produk makanan jadi di ritel-ritel modern.

Selain itu, ia menilan kenaikan harga Pertamax bisa memberikan spillover effect ke harga sejumlah barang/jasa. Karena pada umumnya BBM merupakan komponen pembentuk dari harga produksi ataupun harga jual.

Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, meski sembako dibebaskan dari kenaikan PPN, menjelang lebaran umumnya permintaan produk non-bahan pangan pokok juga meningkat.

"Dengan kenaikan PPN ini akan membuat inflasi yang sudah dalam tren naik (sebelum PPN 11 persen) akan menjadi lebih tinggi lagi karena PPN 11 persen," ucap Eko saat dihubungi Kompas TV, Jumat (1/4/2022).

Baca Juga: Pengumuman, KAI Buka Penjualan Tiket Mudik Mulai Hari Ini

Selanjutnya, kata Eko, inflasi naik yang kemungkinan akan mendorong kenaikan suku bunga perbankan.

"Ujungnya, bunga kredit untuk pelaku ekonomi semakin mahal lalu kegiatan ekonomi melemah lagi, pemulihan tidak optimal, pertumbuhan ekonomi untuk kesekian kalinya akan dibawah target pemerintah," kata Eko.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU