> >

Izin Penambangan Kini Terpusat, Ganjar: Kami di Daerah yang Pusing

Ekonomi dan bisnis | 3 Desember 2021, 16:07 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Prabowo dalam Forum Asosisasi Dinas-Dinas Pengelola ESDM se-Indonesia. Ganjar menyebut izin penambangan yang terpusat lewat Online Single Submission (OSS) membuat kegiatan penambangan sulit diawasi dan menyebabkan kerusakan lingkungan di daerah (3/12/2021). (Sumber: Kompas.tv/Ant)

SEMARANG, KOMPAS.TV - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi dengan sistem izin penambangan yang kini berada di pemerintah pusat. Yaitu lewat Online Single Submission (OSS). Namun menurut Ganjar, sistem tersebut membuat daerah terkena dampak kerusakan lingkungan.

Ganjar pun meminta pemerintah pusat agar lebih selektif dalam memberikan izin penambangan. Hal itu disampaikan Ganjar pada Forum Asosisasi Dinas-Dinas Pengelola ESDM se-Indonesia.

"Sekarang perizinan penambangan diambil pusat dengan 'Online Single Submission' (OSS). Itu memang bagus, usahanya cepet banget dan masyarakat pasti puas, tapi akibatnya kami di daerah yang pusing," kata Ganjar seperti dikutip dari Antara, Jumat (3/12/2021).

Ganjar pun menyampaikan apa yang terjadi dengan penambangan pasir di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Menurut Ganjar, dulu hanya ada 8 penambang resmi di daerah itu. Mereka memiliki izin, bisa dikontrol serta diawasi oleh pemerintah daerah.

Baca Juga: Pengumuman! Jokowi Naikkan Tunjangan PNS, Ini Besarannya

Namun setelah pemberian izin menjadi kewenangan pemerintah pusat, penambang di wilayah tersebut menjadi banyak.

"Dari hanya 8, sekarang sudah ada 100 lebih. Bayangkan 100 lebih, pasti di sana akan rusak," ujar Ganjar.

Ganjar pun menyarankan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah duduk bersama dan membahas terkait perizinan. Agar perizinan penambangan bisa dikelola bersama dengan baik.

"Mana yang bisa ditambang, mana yang tidak merusak itu bisa dikendalikan. Ternyata cepat saja tidak cukup, pasti akan sangat eksploitatif dan merusak lingkungan," tuturnya.

Baca Juga: Shopee Pay Sempat Eror Imbas Kebakaran Gedung Cyber, Begini Kondisinya Sekarang

OSS diluncurkan pada Juli 2018. Melalui OSS, perizinan oleh investor dan para pelaku usaha dari daerah hingga pusat akan terpusat sehingga memangkas birokrasi.

Adapun dasar hukum atas penerapan OSS ini adalah PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang berlaku sejak 21 Juni 2018 lalu.

Namun pada pertengahan tahun ini, pemerintah sudah meluncurkan OSS berbasis risiko atau OSS Risk Based Approach (RBA). Ada sejumlah perbedaan antara OSS versi 1 dengan OSS RBA.

Pertama, sistem OSS 1.1 belum benar-benar terpusat. Sedangkan dalam OSS-RBA seluruh kegiatan usaha yang mencakup 16 sektor sudah terpusat.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Konversi LPG ke Kompor Listrik, Masak Jadi Lebih Hemat

Kedua, pada OSS 1.1 belum terdapat standar perizinan berusaha. Sedangkan dalam OSS-RBA, Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) perizinan berusaha berbasis risiko pada setiap sektor akan digunakan sebagai acuan tunggal dalam perizinan berusaha.

Ketiga, OSS 1.1 perizinan berusaha tidak dibedakkan berdasarkan risiko dan skala kegiatan usaha. Sedangkan OSS-RBA perizinan berusaha dibedakan berdasarkan risiko dan skala kegiatan usaha.

Keempat, OSS 1.1 tidak memiliki standar waktu pengurusan. Ketidakpastian ini tentunya dapat menghambat kegiatan para pelaku usaha. Namun, dalam OSS-RBA setiap jenis perizinan memiliki standar waktu yang jelas sehingga menciptakan kepastian bagi pelaku usaha.

Kelima, pada OSS-RBA semua biaya dibayarkan secara online melalui sistem berdasarkan ketentuan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau retribusi.

Baca Juga: Secara Hukum, Wajib Enggak Sih Lunasin Utang Pinjol Ilegal? Ini Penjelasannya

Keenam, dari segi pengawasan tidak ada pengawasan khusus dalam OSS 1.1. Sedangkan dalam OSS-RBA terdapat subsistem pengawasan yang digunakan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko.

Ketujuh, OSS 1.1 tidak terdapat pembagian skala usaha, serta tidak mengakomodir kemudahan UMKM. Sehingga UMKM berisiko rendah tetap dapat memiliki izin usaha.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU