> >

Menebak Nasib Maskapai dan Karyawan, Perjuangkan Garuda Indonesia agar Tak Terkapar

Bumn | 27 Oktober 2021, 12:16 WIB
Garuda Indonesia menghadapi sejumlah gugatan dari mitra bisnisnya di dalam dan luar negeri. Garuda kini tengah fokus merestrukturisasi utangnya yang mencapai Rp70 T agar bisa terus beroperasi. (Sumber: Dok. Garuda Indonesia )

JAKARTA, KOMPAS.TV – Restrukturisasi utang tetap menjadi prioritas utama dalam penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Sementara, suntikan penyertaan modal negara dan isu pengalihan maskapai pelat merah berkode emitan GIAA ke PT Pelita Air Service bukan menjadi pilihan pemerintah saat ini jika opsi utama kandas.

Anggota Komisi VI DPR RI Supratman Andi Agtas meyampaikan, terkait pembahasan penyelamatan maskapai Garuda, Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat memberikan beberapa alternatif solusi penyelesaian masalah tersebut.

“Dari lima itu, likuiditasi menjadi pilihan terakhir,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (27/10/2021).

Supratman menyebut, total utang Garuda Indonesia membengkak dari Rp20 triliun menjadi Rp70 triliun.

Hal ini tidak terlepas dari perubahan pengakuan kewajiban pada biaya sewa pesawat dari semula tercatat sebagai biaya operasional (opex), kini diwajibkan dicatat sebagai utang berdasarkan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK).

“Komposisinya terbagi dua, satu utang dalam negeri yaitu kepada perbankan dan Pertamina yang kira-kira piutang ke Pertamina itu sekitar Rp12 triliun. Kemudian ke perbankan terutama Himbara sekitar Rp20 ttriliun. Jadi setengahnya ya. Selebihnya kepada Lessor,” terangnya.

Menurutnya, untuk penyelesaian utang di dalam negeri lebih mudah karena keduanya milik negara. Sehingga solusi opsi penyelesaian utang bisa ditempuh dengan ekuitas. Namun, tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang.

“Paling beratnya dalah penyelesaian terhadap lessor,” ucap Supratman.  

Baca Juga: Digugat PKPU Lagi, Ini Langkah Garuda Indonesia Menghadapinya

Terkait persoalan ini, Pengamat BUMN UI Toto Pranoto mengatkan bahwa memang situasinya cukup dilematis untuk Garuda Indonesia lantaran memikul utang cukup besar.

Pada akhirnya tuntutan dari para kreditur terutama lessor untuk bisa segera menyelesaikan persoalan utang ini menjadi hal yang urgent.

“Persolan Garuda ini saya kira juga dialami oleh airlines negara-negara lain,” ucapnya

Melihat, dalam beberapa bulan terakhir, tuntutan dari para lessor sudah dijatuhkan ke pengadilan niaga. Ada di Inggris, Australia, dan sebagainya. Sebagian ada yang menang dan ada yang kalah.

“Hal semacam ini yang memang harus dilalui Garuda. Artinya, sepanajng proses restrukturisasi dan renegoisasi dengan para lessor dilakukan step by step tentu ada harapan Garuda bisa sedikit tarik nafas,” tuturnya.

Situasi saat ini, menurut Toto, sudah sedikit berpihak pada Garuda, dilihat dari PPKM dilonggarkan, penerbangan dalam negeri mulai dibuka,  pariwisata mulai dibuka, umroh akan berjalan. Kesempatan-kesempatan tersebut merupakan target market Garuda.

Sementara itu, Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) Tomy Tampatty juga angkat bicara. Pertama, ia ingin mengingatkan ke berbagai pihak bahwa ketika membahas persoalan Garuda Indonesia, jangan hanya melihat dari sisi bisnisnya saja.

Mengingat di masa lalu Garuda adalah bagian perjuangan dari perjuangan Presiden pertama Indonesia Soekarno.

“Garuda adalah bentuk nasionalis dari masyarakat yang pada waktu itu menyumbang hartanya untuk kepentingan pemilihan pesawat. Garuda telah memberikan kontribusi besar terhadap negera dengan terbang ke berbagai negara memperkenalkan Indonesia beserta destinasi pariwisata,” ujarnya.  

Menurut Tomy, melihat kondisi Garuda sekarang, ada dua persoalan besar. Pertama, dampak pandemi. Kedua, beban masa lalu.

“Itu adalah bagian kesalahan pemerintah yaitu, Kementerian BUMN masa lalu. Karena  Yang mengangkat dewan direksi dan dewan komisaris dan menyetujui bisnis plan, ekspansi dr armada maupun pengadaan mesin pesawat adalah pemerintah kala itu. Dan itu sudah diakui Pak Erick, ada ugal-ugalan di masa lalu,” paparnya.

Oleh karena itu, Tomy berharap, jangan sampai kesalahan pemerintah di masa lalu itu, membuat keputusan untuk menutup fligh carrier yang mempunyai sumbangsih besar terhadap negara ini.

“Saya kira penyelesaian Garuda bagi kami simple, dampak dari Covid-19 misalnya, berikan pinjaman modal untuk Garuda bisa open fligh. Kemudian terkait beban masa lalu, harusnya ada statement-statement positif dari Kementerian BUMN untuk membuat para lessor, kreditur, vendor juga pelanggan Garuda optimistis,” tuturnya.

Untuk itu, sebisa mungkin jangan ada bahasan-bahasan negatif yang disampaikan. Hal itu akan membuat kesan bahwa Kementerian BUMN malah melemahkan kondisi Garuda saat ini.

“Bagaimana vendor, lessor, keditur mau percaya ketika manjemen sudah pada arah mengganti dengan Pelita Air,” ucapnya.

Pada intinya, banyak pihak sepakat Garuda tidak boleh terkapar. Tidak ada negara besar yang tidak menerbangkan armada pesawatnya sendiri ke kota-kota besar dunia.

Namun, tanpa dukungan rakyat Indonesia, Garuda sulit bertahan. Sebisa mungkin, mari kita terbang dengan pesawat Garuda untuk membantu menyelamatkan maskapai kebanggaan Indonesia.

Baca Juga: Ancaman Pailit, Bagaimana Nasib Garuda Indonesia?

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU