> >

Kepala BPN Sebut Negara Juga Jadi Korban Mafia Tanah, Duh Kok Bisa?

Ekonomi dan bisnis | 8 Oktober 2021, 11:29 WIB
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Sofyan Djalil menyerahkan laporan dan permohonan pemantauan persidangan terkait kasus-kasus pertanahan ke Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, Kamis (7/10/2021). (Sumber: Komisi Yudisial)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengaku, yang menjadi korban mafia tanah bukan hanya rakyat biasa. Tapi juga tanah milik negara. Seperti yang dialami BUMN Pertamina.

Lahan milik Pertamina di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, diserobot mafia tanah hingga berproses di pengadilan.

"Ini (perbuatan mafia tanah) terjadi di seluruh Indonesia. Siapa saja korban? Korban bukan hanya masyarakat. Korban (juga) Pertamina dengar? Itu kasus di Rawamangun, tanah Pertamina digugat," kata Sofyan dalam diskusi virtual 'Peran Komisi Yudisial dalam Mengawasi Silang Sengkarut Kasus Pertahanan di Peradilan', Kamis (7/10/2021).

Sofyan mengatakan, mafia tanah itu sangat berani menggugat Pertamina ke pengadilan menggunakan dokumen palsu.

Dalam putusan sidang, Pertamina menang lantaran hakim menyatakan lahan tersebut milik Pertamina.

Namun, tiba-tiba pihak pengadilan mendebet rekening Pertamina sebesar Rp224 miliar.

Baca Juga: Ketua Komisi Yudisial: Masyarakat Bisa Ajukan Permohonan Pemantauan Sidang Sengketa Tanah

"Setelah mendebet uang Pertamina itu hilang saja, sampai sekarang tidak diketahui. Jadi hebat sekali mafia tanah ini," ujar Sofyan.

Ia juga mencontohkan kasus mafia tanah di wilayah Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan. Mafia tanah mengklaim sepertiga adalah itu adalah miliknya. Padahal, di dalamnya ada lahan pemerintah kota, anak perusahaan BUMN, Pelindo dan PLN, dan Masjid Al Markaz Al Islami yang juga termasuk aset negara dan aset-aset lainnya.

"Di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan hampir sepertiga Ujung Pandang digugat mafia tanah dan menang," ucapnya.

"Itu enggak mungkin, yang digugat apa? Tanah Pelindo, tanah PLN, tanah Universitas Hasanudin, Masjid Al Markaz Al Islami, tanah wali kota, tanah Pemda hampir sepertiga," tambahnya.

Ia menjelaskan, dalam kasus di Makassar itu jumlah mafia tanahnya hanya sedikit. Namun mereka memiliki banyak beking yang mengawal perkara itu. Hingga akhirnya, kasus tersebut ditangani Mahkamah Agung dan aset-aset tersebut dikembalikan ke negara.

Baca Juga: Belajar dari Kasus Sentul City vs Rocky Gerung, Ini Tips Hindari Sengketa Tanah

Kini mafia tanah yang terlibat kasus itu sudah diringkus polisi. Tapi di banyak kasus, saat proses pengadilan masih berjalan, mereka masih mampu mengalihkan kepemilikan tanpa sepengetahuan pemilik yang sah. Setelah itu, tiba-tiba terdapat penggusuran.

Lalu ada lagi kasus tanah seseorang diperebutkan oleh 2 pihak mafia yang sama sekali tidak dikenal oleh pemilik sah.

Mereka bertarung merebutkan klaim di pengadilan pertama, tinggi, kasasi, hingga peninjauan kembali.

"Di PK kalah si B nanti tinggal dieksekusi, dieksekusi tanah orang yang nggak tahu apa-apa karena sudah ada keputusan. Jadi praktek-praktek mafia tanah ini luar biasa," pungkasnya.

Untuk mencegah ketelibatan hakim dengan mafia tanah dalam proses persidangan, Komisi Yudisial (KY) menyatakan masyarakat bisa meminta permohonan pemantauan terhadap persidangan kasus pertanahan.

Terutama kasus yang melibatkan jaringan mafia tanah yang bekerja secara sistematis dan terorganisir dari hulu sampai ke hilir. Permintaan itu secara resmi juga sudah disampaikan Sofyan Djalil kepada Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata.

Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Presiden Sedang Diuji Sengketa Tanah, Butuh Political Will Pemerintah

Mukti menyatakan, pihaknya akan mengambil langkah dan upaya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

"KY berharap adanya keterlibatan publik secara aktif dengan cara memberikan laporan atau permohonan pemantauan," kata Mukti dalam kesempatan yang sama.

Menurut Mukti, partisipasi masyarakat dalam memantau kasus sengketa tanah sama pentingnya dengan kerjasama KY dengan Mitra lainnya.

Seperti pemerintah, Mahkamah Agung, lembaga-lembaga negara, para akademisi, masyarakat sipil, dan media. 

"Saya berharap dengan adanya kerja bersama ini, kita semua dapat menjadi game changer, yang dalam konteks Komisi Yudisial adalah melindungi kehormatan dan keluruhan martabat hakim, baik dari iming-iming maupun tekanan dalam memutus perkara-perkara yang melibatkan jaringan mafia pertanahan," tutur Mukti.

Ia mengungkapkan, KY telah menerima laporan dan menginvestigasi dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam kasus-kasus pertanahan.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU