> >

China Nyatakan Dukung Energi Hijau, Aktivis: Sinyal Energi Kotor Batubara Harus Segera Ditinggalkan

Kebijakan | 23 September 2021, 14:45 WIB
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok T01 (19/10/2020) (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengumuman terbaru China terkait komitmen tidak akan membangun proyek pembangkit listrik batubara di luar negeri menandakan energi kotor batubara harus segera ditinggalkan.

Hal ini dinyatakan oleh Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya lewat siaran persnya, Rabu (22/9/2021).

Sebelumnya, sejumlah lembaga finansial juga menyatakan menghentikan pendanaan untuk proyek-proyek terkait dengan batubara. ”Ini adalah kode keras bagi Pemerintah Indonesia untuk turut melakukan hal serupa,” ujarnya.

Adapun, pada Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR) yang akan dibawa Indonesia pada Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (COP) Ke-26 di Glasgow, November mendatang, menurut Tata masih memberikan porsi besar pada energi kotor batubara sebanyak 38 persen dengan skenario terbaiknya, yaitu Low Carbon Scenario Compatible (LCCP) pada 2050.

"Komitmen China ataupun Korea dan Jepang untuk menghentikan pendanaan ataupun pembangunan PLTU batubara baru di negara lainnya sudah sepatutnya direspons Pemerintah Indonesia dengan menghentikan rencana pembangunan berbagai proyek PLTU," tuturnya. 

Baca Juga: China Hentikan Pendanaan PLTU, Peneliti: Lonceng Kematian Industri Energi Kotor Batubara

Sementara, saat ini Pemerintah Indonesia masih merencanakan untuk membangun tambahan PLTU sebesar 27 Gigawatt (RUPTL 2019-2028). PLN juga baru akan memensiunkan PLTU ultra supercritical pada 2056.

Hal ini sangat bertentangan dengan rekomendasi Panel Antarpemerintah terkait Perubahan Iklim (IPCC) untuk mencapai target 1,5 derajat celsius, yaitu harus menutup 80 persen PLTU yang sudah beroperasi pada tahun 2030, dan melakukan phase out sebelum 2040.

Komitmen negara besar, seperti China, merupakan angin segar bagi energi terbarukan, seperti surya dan matahari, untuk mendapatkan porsi lebih dalam bauran energi nasional.

“Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan seharusnya memberikan ruang bagi energi terbarukan, bukan malah memberikan dukungan bagi solusi semu, yakni nuklir dan berbagai modernisasi teknologi pada pembangkit batubara,” katanya.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU