> >

Peneliti Sebut Sistem "Cold Chain" Harusnya Bisa Atasi Fluktuasi Harga Cabai

Ekonomi dan bisnis | 1 September 2021, 09:56 WIB
Seorang petani cabai di Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menunjukkan cabai hasil panennya. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

Sayangnya, Arumdriya menduga bahwa kapasitas sistem penyimpanan dan lemari pendingin di Indonesia belum memadai untuk menjawab kebutuhan pasar sehingga mengakibatkan masih tingginya tingkat limbah pangan. Hal ini yang juga berkontribusi kepada fluktuasi harga pangan di masyarakat.

Stok cabai yang melimpah di masa panen raya harus langsung dijual, karena kapasitas penyimpanan saat ini hanya mampu mempertahankan kesegaran cabai selama 30 hari.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk berinvestasi pada lemari pendingin yang modern untuk memperpanjang masa simpan stok cabai rawit,” ujar Arumdriya.

Pengembangan dan adaptasi teknologi pendingin dalam sistem distribusi Indonesia membutuhkan peran aktif dan kolaborasi dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Mengingat, harga pangan yang fluktuatif tidak hanya pada cabai sehingga menunjukkan faktor penyimpanan pangan masih terlupakan dalam wacana ketahanan pangan.

Diketahui, dari data produksi aneka cabai nasional pada Juli 2021 mencatatkan, surplus hingga 4.439 ton, dari selisih hasil produksi sebanyak 163.293 ton dan kebutuhan masyarakat sebanyak 158.855 ton.

Baca Juga: Harga Anjlok, Petani Buka Wisata Petik Cabai Untuk Mengurangi Kerugian

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU