> >

Sejumlah Kritik terkait Gastrodiplomasi Indonesia Spice Up The World yang Digagas Kemenparekraf

Ekonomi dan bisnis | 20 Juli 2021, 13:29 WIB
Ilustrasi: rempah-rempah. (Sumber: SHUTTERSTOCK / Marina Shanti)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Program “Indonesia Spice Up The World” atau ISUTW yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemanparekraf) mendapatkan kritik dan masukan sejumlah pihak.

Salah satunya datang dari Ketua Yayasan Negeri Rempah Kumoratih Kushardjanto, yang memandang perlu tujuan obyektif  yang harus diperjelas. 

Menurutnya, publik bisa mengira program ISUTW bertujuan pencitraan komersial, tetapi turut membawa tujuan diseminasi gagasan diplomasi bahwa Indonesia kaya bumbu rempah olahan dan komoditas rempah segar.

Pasalnya, ada pula program strategis kementerian lain menyangkut jalur rempah yang bersifat diplomasi budaya jangka panjang.

“Setiap negara pasar rempah memiliki karakter berbeda-beda. Di Eropa, misalnya, mereka cenderung suka meramu rempah. Karakteristik ini semestinya dipahami pemerintah agar tidak asal promosi dan melakukan pencitraan,” pungkasnya, dikutip dari Kompas.id, Senin (19/7/2021).

Selain itu, yang mesti diperhatikan pemerintah juga adalah dampak nyata program promosi kepada pelaku industri rempah lokal secara keseluruhan. Hal seperti ini tak kalah penting jadi perhatian pemerintah dibanding semata-mata fokus mengejar promosi agar nilai ekspor naik.

Baca Juga: Kemenparekraf Lakukan Gastrodiplomasi untuk Pasarkan Rempah-rempah Indonesia

Secara terpisah, Co-Founder Museum Boga, Manpalagupta Sitorus berpendapat, membangun permintaan produk bumbu rempah olahan dan komoditas rempah segar menjadi penting.

Melihat permintaan produk itu beserta makanannya tidak bisa disamakan pengalaman Indonesia dengan negara lain.

Permintaan bumbu rempah olahan dan komoditas rempah segar di Thailand, misalnya, sudah kuat, bahkan sampai suplainya. Hal ini karena terbentuk oleh migrasi.

”Indonesia harus berupaya melakukan promosi dan outreach yang berkesinambungan agar pemintaan terbentuk dan terjaga,” ujarnya.

Dua kegiatan pemasaran itu harus diikuti pengadaan akses terhadap produk. Sebab, jika promo dan upaya menjangkau konsumen sudah berhasil membangun permintaan, tetapi tidak ada akses ke produk, upaya pemasaran yang dilakukan oleh Indonesia tetap sia-sia.

Salah satu upaya strategis pemasaran sekaligus menyediakan akses adalah mendorong pembukaan restoran atau gerai masakan Indonesia secara masif di beberapa kota di negara lain yang dianggap sebagai rujukan tren internasional. Hanya saja, membuka tempat makan di luar negeri bukan hal mudah.

”Salah satu taktik yang bisa dijajaki adalah dengan berkolaborasi dan pemerintah mendukung merek-merek tempat makan dalam negeri yang memang sudah punya sistem dan secara bisnis terbukti,” imbuhnya.

Baca Juga: Sound of Borobudur: Upaya Kemenparekraf untuk Gelorakan Kembali Pariwisata

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU