> >

Tahun ini, Kalbe Farma Targetkan Pertumbuhan Penjualan 7-9 Persen

Ekonomi dan bisnis | 18 Juni 2021, 12:45 WIB
Alat tes Covid-19 RT Lamp Saliva hasil pengembangan dalam negeri unit riset dan pengembangan PT Kalbe Farma yaitu Stem CelI and Cancer Institute (SCI) dan telah melalui uji performa analitik dan klinis di dalam negeri. (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk merevisi target pertumbuhan penjualan tahun 2021 dari kisaran 5- 6 persen menjadi 7-9 persen.

”Pada triwulan pertama tahun lalu, secara teknis pandemi belum sepenuhnya masuk ke Indonesia. Jadi, kinerja perseroan masih bisa dibilang normal. Tetapi ternyata kinerja triwulan pertama tahun ini lebih baik dari tahun lalu,” kata Direktur Keuangan Kalbe Farma, Bernardus Karmin Winata dalam acara Coorporate Meet Up Kompas-Kalbe secara daring, Kamis (17/6/2021).

Optimisme tersebut didasarkan pada kinerja perseroan yang positif selama triwulan I-2021 dan  semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia.

Menurut Bernardus, pada 2020, Kalbe Farma mencatat penjualan neto sebesar Rp 23,11 triliun, meningkat 2,12 persen dibandingkan dengan 2019.

Adapun pada triwulan I-2021, penjualan bersih mencapai Rp 6,01 triliun, tumbuh 3,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Untuk mencapai target pertumbuhan tahun 2021, Kalbe mengembangkan sejumlah produk farmasi baru dan juga vaksin Covid-19.

Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius menjelaskan, pengembangan vaksin Covid-19 yang dilakukan Kalbe Farma merupakan buah kerja sama dengan perusahaan farmasi Korea Selatan, Genexine. Saat ini pengembangan vaksin sudah dalam tahap pelaksanaan uji klinis.

Baca Juga: Kalbe Farma Gandeng Perusahaan Farmasi Korea Selatan untuk Kembangkan Vaksin Covid-19

Selain vaksin, pihaknya juga tengah melakukan riset dan pengembangan dari berbagai jenis obat lainnya seperti obat herbal. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan, meningkat pesat selama pandemi.

Tak hanya itu, pihaknya juga sudah mengembangkan bahan baku industri farmasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi impor bahan baku yang selama ini membebani industri farmasi nasional.

”Kami juga ingin mendorong kemandirian industri farmasi supaya bahan baku ini tidak terus-menerus impor karena saat ini sekitar 90 persen bahan baku farmasi masih bergantung pada impor,” ujar Vidjongtius.

Bernardus menambahkan, setiap pengembangan satu jenis produk memerlukan dana riset sekitar 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 143 miliar.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Minta Percepatan Vaksinasi Covid-19

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU