> >

Pemerintah Indonesia akan Pungut Pajak Mata Uang Kripto

Ekonomi dan bisnis | 20 April 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi mata uang Bitcoin. (Sumber: Onov3056, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Indonesia berencana memungut pajak dari transaksi mata uang kripto. Lantaran, transaksi dengan mata uang kripto sedang berkembang dan jarak digunakan saat ini. Sehingga berpotensi menambah pendapatan negara.

Kepala Badan Pengawan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Sidharta Utama mengatakan, rencana pengenaan pajak atas mata uang kripto akan sejalan dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi para pedagang bitcoin dan kawan-kawannya.

Saat ini ada 13 pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti.

Nantinya, pungutan pajak transaksi atas kripto akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto. Namun, rencana pengenaan pajak itu masih dikaji otoritas fiskal.

Baca Juga: Nilai Bitcoin Tembus Rp 891 juta, Investasi Aset Mata Uang Kripto Semakin Menggiurkan

“Pungutan pajak ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan . Bisa dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) Final atau PPh pada umumnya atas capital gain (PPh orang pribadi). Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkeu,” kata Sidharta seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (19/04/2021).

Namun hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Pande Oka Putu.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, Bappebti telah mensosialisasikan kepada pihaknya terkait pajak kripto.

Baca Juga: Cetak Rekor! Kapitalisasi Pasar Uang Kripto Capai US$2 Triliun, Lebih dari Separuh Milik Bitcoin

Aspakrindo pun mengajukan skema PPh Final untuk transaksi mata uang digital tersebut. Adapun tarif yang diajukan sebesar 0,05%.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pungutan PPh Final di bursa saham yang berlaku saat ini sebesar 0,1%.

Menurut Teguh, rendahnya tarif PPh yang diajukan karena perdagangan kripto di Indonesia tebilang masih baru. Jika tarif PPh Final atas aset kripto 0,1%, akan membebani investor dalam negeri.

“Sampai saat ini belum ada feedback pajaknya dalam bentuk apa. Kami berhadap tarif pajaknya jangan terlalu tinggi, dikhawatirkan investor malah akan berinvestasi kripto di channel yang ilegal, yang akhirnya malah membahayakan,” ujar Teguh seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Baca Juga: Gadis di Bulukumba Dilamar Menggunakan 2 Keping Bitcoin, Harga Naik Terus!

Ia mengungkapkan, rata-rata volume transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp 40 triliun per bulan atau setara Rp 480 triliun sepanjang 2020.

Jika memakai skema PPh Final sebesar 0,05%, kontribusi aset kripto terhadap penerimaan negara ditaksir mencapai sekitar Rp 240 miliar.

Teguh memprediksi, di tahun 2024 transaksi kripto berpotensi menyumbang pajak hingga triliunan rupiah.

“Meski sekarang tidak seberapa tapi prospek kripto akan terus tumbuh. Kalau bisa pemerintah justri berikan insentif fiskal agar pasar kripto di Indonesia bisa semakin besar dulu,” pungkasnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU