> >

Saat Raksasa Bisnis Berendah Hati

Ekonomi dan bisnis | 12 Oktober 2020, 15:56 WIB
Ilustrasi: pertumbuhan ekonomi menurun. grafik statistik BPS (Sumber: THINKSTOCKS)

JAKARTA,KOMPAS.TV-    “Bu-ibuuu...masih ada cue ancur, tongkol, labu air, sayur asem, wortel kol, boncis, ayam juga ada. Ibu-ibu yang dirahmati Allah, yuk mari dipesan , udah punya ide masak belum, nanti pesanan saya antar ke rumah…,”.

Beginilah rutinitas pesan di grup whatsapp “Lilis Sayur”, sejak lima atau hampir enam bulan terakhir. Di awal pandemi, sekitar pertengahan Maret 2020, Lilis adalah penjaja sayur biasa di bilangan Bekasi Jawa Barat, yang tak cukup melek teknologi. Jangankan membuat grup Whatsapp pelanggan sayurnya, memiliki ponsel pintarpun, bukan prioritas baginya.

Maret dan April, adalah masa terberat lapak rumahan Lilis. Dagangannya jarang laku, padahal dia sudah mengetuk tiap rumah pelanggannya. Malang, sayur mayur yang layu harus dibawa pulang kembali. Rupanya, pelanggan lebih memilih pesan sayur di lapak daring, alias aplikasi penjual sayur untuk menghindari kerumunan dan uang kembalian yang jadi momok penularan corona.

Untungnya cerita kelam itu kini jadi masa lalu, gambaran sederhana saat Indonesia masuk fase resesi terberat. Beda cerita dengan Lilis sekarang, yang sudah mahir mengutak-atik gawai, demi merebut kembali pelanggannya. Padahal katanya Indonesia masih resesi.

Korporasi Raksasa Terketuk Hatinya

Lilis adalah gambaran terdekat tentang bagaimana roda ekonomi, khususnya dunia usaha bertahan di situasi tidak pasti gara-gara pandemi. Coba tengok Starbucks, kedai kopi yang hampir ada di semua penjuru dunia, dan terkenal dengan identitas “kopi-nya kelas atas”. Hanya di Indonesia, gerai sekaliber Starbucks seakan “banting kelas sosial” dengan menjual kopi literan, plus obral harga pula.

Kopi literan adalah cara berjualan yang awalnya dikenalkan oleh pebisnis lokal. Saat situasi normal, jajan di gerai Starbucks untuk segelas kopi ukuran medium dan satu slice keik (cake), mungkin anda merogoh uang sampai Rp 120 ribu. Tetapi sekarang, dengan nominal yang sama, konsumen bisa membawa kopi sampai 2 liter dengan varian rasa berbeda. Kami ulang, dua liter.

Starbucks bukan satu-satunya bermanuver merangkul konsumen. Pertama dalam sejarah global, restoran kelas dunia yang punya jaringan ribuan outlet, yaitu Pizza Hut, akhirnya menggelar lapak “tenda kaki lima”. Itu hanya terjadi di Indonesia. Tak usah bingung, tatkala Anda menjumpai penjaja Pizza Hut berada jauh dari outlet resmi, hanya berbekal sepeda motor dan payung untuk berteduh. Satu jinjing tas, berisi 4 pan pizza dengan harga dibanderol tak sampai Rp 100 ribu.

“Berbagai strategi yang diterapkan pengusaha di tengah pandemi adalah naluriah yang harus dimiliki pebisnis,” kata Rhenald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia kepada KompasTV.

Cara bertahan menjalankan bisnis, yang patut mendapat apresiasi.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU