> >

Rusia Tuduh Barat Politisasi Pertemuan Menteri Kesehatan G20 di Yogyakarta

Bbc indonesia | 30 Juni 2022, 08:05 WIB
Vladimir Putin dan Joe Biden berjabat tangan di Villa la Grange di Jenewa, Swiss di Jenewa, Swiss, 16 Juni 2021. (Sumber: AP Photo/Alexander Zemlianichenko, Pool, File)

Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 disarankan bersikap tegas kepada negara-negara Barat maupun Rusia jika berbicara hal-hal yang tidak sejalan dengan agenda.

Sikap tegas itu, kata pengamat hubungan internasional, demi memastikan agenda utama G20 tetap sesuai dengan tujuannya di tengah situasi yang bakal memanas.

Pasalnya, dalam dua kali pertemuan forum G20 di Washington DC dan Yogyakarta -yang membahas ekonomi dan kesehatan- negara-negara Barat terus menekan Rusia agar mengakhiri invasinya ke Ukraina.

Pemerintah Indonesia, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, akan terus membangun komunikasi dengan berbagai negara anggota G20.

Baca juga:

Pertemuan perdana Menteri-Menteri Kesehatan Negara G20 di Yogyakarta sempat diwarnai 'ketegangan' lantaran negara Barat seperti AS, Inggris, Australia dan Kanada menyebut invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari lalu telah menjerumuskan sistem kesehatan negara itu ke dalam kekacauan.

Wakil Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika, Andrea Palm, bahkan mengatakan tindakan Rusia itu bertentangan dengan tujuan perawatan kesehatan G20 maupun secara global.

Pasalnya Rusia dituduh telah membunuh petugas kesehatan dan menghancurkan infrastruktur perawatan kesehatan di Ukraina.

Karena itulah mereka mendesak Rusia agar mengakhiri agresinya.

"Jauh dari mempromosikan kesehatan global, Rusia telah merusak layanan kesehatan, menghancurkan kesehatan, dan terus menyerang bangunan tempat warga sipil tak berdosa termasuk anak-anak berlindung," kata Palm seperti dikutip Reuters.

Mendengar kritik itu, Wakil Menteri Kesehatan Rusia, Oleg Salagay, mendesak negara-negara G20 agar tidak mempolitisasi pertemuan kesehatan tersebut.

"Kami meminta kolega kami agar tidak mempolitisasi pembicaraan kesehatan G20 dan tetap dalam mandat kita serta membahas perawatan kesehatan," imbuhnya dalam rapat itu.

Ketegangan seperti ini bukan yang pertama.

Dalam rapat dengan Menteri-Menteri Keuangan Negara G20 di Washington pada April lalu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan sejumlah pejabat tinggi keuangan melakukan aksi walk out dalam pertemuan yang dipimpin Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani.

Mereka meninggalkan ruangan ketika pejabat Rusia berbicara, sebagai bentuk protes dari Barat atas invasi Moskow ke Ukraina.

Sebelumnya negara Barat seperti AS, Prancis, Inggris, hingga Australia mendesak Indonesia memboikot keikutsertaan Rusia di G20 tahun ini.

Pemerintah akan membangun komunikasi

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengakui situasi yang memanas ini.

"Memang ada beberapa preseden hubungan tidak baik antara negara Barat dengan Rusia dibawa ke forum multilateral. Hal ini tidak saja terjadi di forum G20," ujar Teuku Faizasyah kepada wartawan Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (21/6).

Untuk itulah pemerintah Indonesia, sambungnya, akan terus membangun komunikasi dengan berbagai negara anggota G20. Termasuk mengenai agenda pembahasan.

'Indonesia punya hak mengizinkan atau menolak negara peserta berbicara di luar konteks'

Pengamat hubungan internasional sekaligus pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, mengatakan situasi 'panas' jelang pertemuan G20 di Bali akan terus berlangsung.

Untuk itulah, menurut Dinna, pemerintah Indonesia harus mengantisipasi kondisi tersebut.

Pasalnya negara-negara Barat mulai merasakan dampak negatif dari sanksi yang mereka berlakukan kepada Rusia di dalam negeri. Seperti resesi, inflasi yang tinggi, dan kelangkaan energi.

Baca juga:

Dinna menyarankan pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas kepada negara-negara Barat maupun Rusia jika berbicara hal-hal yang tidak sejalan dengan agenda.

Kalau perlu, katanya, Indonesia sebagai Ketua G20 mempunyai hak mengizinkan atau menolak negara peserta berbicara jika di luar konteks.

"Memang akan keluar dari kenyamanan memimpin rapat, tapi semua ketua sidang perlu disiapkan untuk itu," tukas Dinna.

"Perlu diketahui ini sudah empat bulan berlalu sejak invasi pertama, jadi kurang produktif untuk terus saling teriak dan menyudutkan. Saatnya bicara untuk solusi damai."

Sementara itu pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hariyadi Wirawan, menilai tekanan terus menerus dari negara Barat ke Rusia sebagai upaya melemahkan posisi Rusia dalam pertemuan G20.

Bahkan kalau perlu, katanya, menggagalkan pertemuan G20.

Meskipun segala tuduhan yang dilemparkan negara Barat kepada Rusia belum tentu benar sepenuhnya.

"(Tuduhan Rusia merusak merusak fasilitas kesehatan) itu harus ada verifikasi soal jumlah, fasilitas apa yang rusak, harus ada konfirmasi yang jelas."

"Apakah betul (kerusakan) itu dilakukan Rusia? Bisa saja itu cara Ukraina untuk mendiskreditkan Rusia."

"Bahwa kerusakan terjadi, iya. Namanya juga perang."

Pemerintah Indonesia, menurut Hariyadi, harus tetap fokus pada agenda utama G20 untuk menghasilkan solusi ekonomi global.

Selain juga berupaya mendamaikan Rusia dan Ukraina.

Sebab, kata dia, pertemuan KTT G20 di Bali tidak boleh sia-sia dan "tidak ada juntrungannya".

"Karena konfigurasi ekonomi internasional dan segalanya sudah berubah. Tidak akan sama kayak dulu. Jadi harus dibahas betul-betul oleh negara-negara anggota."

"Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah harus bisa menjaga agar pertemuan itu sukses dalam hal esensi yakni pengaturan ekonomi, finansial dunia, sehingga ada suatu harapan untuk bisa keluar dari berbagai persoalan seperti pandemi yang membuat resesi di mana-mana."

Anda mungkin tertarik menyaksikan:

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : BBC


TERBARU