> >

Antusiasme dan Sumbangan Peserta JGF V Berdampak Positif Bagi Masa Depan Peradaban

Advertorial | 23 Oktober 2021, 20:34 WIB
Gubernur Lemhannas RI Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo memberikan pernyataan penutup dalam Jakarta Geopolitical Forum 2021, “Culture and Civilization: Humanity at the Crossroad”, Jumat (22/10/2021). (Sumber: KompasTV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada semua pembicara, pembahas, serta moderator karena telah memberikan komitmen yang hebat sejak awal Jakarta Geopolitical Forum V 2021 dilaksanakan.

Antusiasme yang sangat tinggi dari peserta forum ini akan memberikan dampak yang baik bagi peradaban manusia.

“Terima kasih banyak untuk pembicara dan moderator, semuanya memberikan sumbangan yang sangat berharga dan membuat forum ini berhasil,” kata Agus Widjojo saat memberikan sambutan penutup The 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 “Culture and Civilization: Humanity at the Crossroad”, Jumat (22/10/2021).

Ada tiga poin Agus Widjojo yang dapat diambil dari forum ini. Pertama, manusia tidak harus berpikir tentang hal yang besar terkait peradaban, tapi sesuatu yang ada dalam keseharian kita. 

Kedua, apakah teknologi merupakan hasil akhir atau alat untuk mencapai tujuan? Ketiga, identitas yang kita terima disebut identitas positif atau negatif?

Oleh sebab itu, manusia harus memilih poin yang akan diadopsi atau ditinggalkan. Pada akhirnya, manusia harus menerima konsekuensi dari pilihan yang diambil.

Tujuan dari forum ini adalah memfasilitasi pertukaran ide antara pakar dan ahli sains. Selain itu, lanjut Agus, hasil forum ini bukanlah hasil akhir, tetapi hanya untuk memicu diskusi lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran manusia.

“Semua ini bisa memberi pelajaran bagi kita semua dan kita semua sudah menyaksikan adanya interaksi yang sangat dinamis dalam dua hari forum ini,” kata Agus.

Baca Juga: Jakarta Geopolitical Forum V: Kemanusiaan di Simpang Budaya dan Peradaban

Sepakat dengan Agus Widjojo, Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. saat menyampaikan simpulan forum juga mengemukakan beberapa catatan.

Pertama, saat ini manusia dihadapkan pada dua game changers yaitu kemajuan teknologi yang pesat dan pandemi Covid-19 yang telah mengacaukan dan menghancurkan dunia.

Pada bidang teknologi, saat ini manusia berada di era digital yang telah merubah tatanan kehidupan manusia. “Digitalisasi tidak hanya mempengaruhi cara manusia bekerja, namun juga mempengaruhi cara berpikir manusia,” kata Dadan.

Teknologi seperti pedang bermata dua karena membuka ketidakpastian di masa depan dan tidak dapat dikendalikan persebarannya secara virtual. Ada potensi risiko bahwa manusia akan kehilangan identitas dan semakin bergantung pada jaringan global.

Perubahan besar kedua, adanya pandemi. Covid-19 telah menghapuskan ketergantungan lintas negara dan memunculkan rantai pasokan ekonomi global. Bahkan ultranasionalisme terbatas, meningkat lintas negara dan menyebabkan kecurigaan satu sama lain.

“Merebaknya Covid-19 mempengaruhi kehidupan manusia di seluruh dunia selama hampir dua tahun dan masih berlangsung,” kata Dadan.

Ilmu pengetahuan menjadi senjata utama kemanusiaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bahkan saat peradaban berubah. Indonesia merupakan negara yang menakjubkan dengan berbagai macam perbedaan, sehingga berkontribusi secara signifikan dalam sinergi peradaban.

Dadan menegaskan bahwa kita harus mencoba menciptakan keseimbangan baru dan berkompromi antara sikap mudah beradaptasi terhadap perubahan dan bertahan untuk tidak berubah.

“Kita harus sadar akan banyaknya pemikiran-pemikiran yang hebat dari para pakar yang tidak kita sadari. Saya berharap, hal ini akan menjadi bagian dari tugas kita yang harus kita amati. Roda harus terus berputar dan hidup harus terus bermakna. Sebagai seorang manusia, mari kita bangun masyarakat yang beradab,” kata Dadan.

Rekomendasi kebijakan

Lemhannas RI didorong untuk meningkatkan peluang kerja sama yang lebih besar di tingkat nasional, regional, dan internasional untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam lingkungan peradaban dinamis.

Sejarawan Indonesia, Baskara Tulus Wardaya, Ph.D menuturkan, isu tentang ketahanan nasional tidak boleh terbatas pada bagaimana mempertahankan kepentingan nasional, melainkan juga kolaborasi dengan negara lain.

Hal ini penting dilakukan guna menghadapi adanya kegagalan karena kemajuan teknologi yang tidak bisa dihentikan. Pasalnya, ia setuju bahwa teknologi sebagai pedang bermata dua yang jika ditangani dengan tidak tepat dapat membawa kerusakan, begitu pula sebaliknya.

“Situasi ini membuat kemanusiaan berada pada titik yang mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, manusia harus memikirkan apakah perubahan akan membawa pada kebaikan manusia atau kehancuran,” kata Baskara dalam paparannya.

Baca Juga: Lemhannas Gelar Jakarta Geopolitical Forum V Bahas Masa Depan Budaya dan Peradaban Manusia

Untuk menghentikan hal ini, Baskara merekomendasikan 3 (tiga) kebijakan. Kebijakan ini bertujuan untuk menghentikan potensi teknologi sebagai alat eksploitasi individual dan alat yang dapat menghancurkan penduduk bumi.

Pertama, dalam lingkup sosial-budaya, masyarakat harus mau belajar dari berbagai kebijaksanaan lokal, terutama bagimana merawat dan menghormati lingkungan.

Kedua, dalam ranah akademis, harus ada kesempatan bagi kaum muda dan pelajar untuk mengakses materi tentang pentingnya nilai-nilai universal yang menembus berbagai batas primordial.

“Ini dapat mendorong mereka (generasi muda) dalam menghadapi masalah bersama demi kemanusiaan. Materi yang ada harus dapat mendorong kesadaran akan dampak teknologi, misalnya pemanasan global,” ujarnya.

Terakhir, pada tingkat nasional, lembaga negara seperti Lemhannas harus membuka peluang yg lebih besar adanya kolaborasi tingkat nasional, regional, dan internasional pada hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan.

“Ini hal-hal yang sangat besar. Kita harus terus bergandengan tangan untuk melindungi bumi,” tegasnya.

Pandemi dan peluang persatuan

Selama beberapa dekade terakhir, manusia melihat bagaimana teknologi telah diberdayakan untuk berbagai tujuan. Namun, hal ini juga menimbulkan kerentanan baru.

“Cara manusia menggunakan teknologi telah menghasilkan pemikiran yang terpolarisasi berlawanan dengan pemikiran multilateral,” kata Dr. Gita Wirjawan (Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy) dalam pemaparannya.

Teknologi membantu manusia dalam banyak aspek, misalnya dengan membuat prediksi akurat terhadap apa yang akan terjadi, dan menunjukkan arah kemanusiaan di masa yang akan datang.

“Ini merupakan momen bagi kemanusiaan untuk menyadari bahwa kita tidak boleh jadi deterministik. Nilai-nilai kemanusiaan harus dipengaruhi oleh kepemimpinan yang baik dengan teknologi,” lanjutnya.

Cendekiawan sosial-politik Dimas Oky Nugroho, PhD. (Sumber: KompasTV)

Cendekiawan sosial-politik Dimas Oky Nugroho, PhD menanggapi hal ini dengan pembahasan mengenai hadirnya media baru, yang mengarah pada munculnya ekonomi baru dan politik baru. Keadaan ini adalah apa yang disebut sebagai “zaman bergerak”.

“Media sosial telah membuat banyak orang mengekspresikan perasaan dan partisipasi yang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik,” paparnya.

Masyarakat dihadapkan pada transformasi dan implikasi dalam hal teknologi, ekonomi, budaya, dan politik. Namun, respon yang berbeda-beda dari masyarakata terhadap perubahan dapat menimbulakan ancaman.

Berdasarkan sejarah politik situasi pemerintahan saat ini, Indonesia telah mengalami sejumlah konflik politik dan kasus traumatis. Hal ini menjadi tantangan dalam perkembangan peradaban.

“Pertanyaannya, bagaimana Indonesia mengelola situasi kritis?”

Dalam kesempatan yang sama, Dimas juga mengatakan bahwa situasi pandemi Covid-19 juga bisa dimanfaatkan untuk menemukan formula politik baru dengan membangun konsolidasi dan melawan “musuh bersama”.

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, di mana generasi muda akan banyak mengambil alih peran membangun Indonesia, juga menjadi kesempatan untuk mengkonsolidasikan kehidupan politik dari perspektif yang berbeda.

“Pandemi adalah momentum yang terbaik momentum untuk menemukan dan mengimplementasikan formula politik baru,” tuturnya.

Upaya kolaboratif harus didorong, negara dan masyarakat sipil harus memiliki kepercayaan satu sama lain untuk mencapai kesatuan dan mendamaikan polarisasi di Indonesia.

Sedangkan di tingkat infrastruktur, negara harus mampu memantapkan dan meningkatkan kapasitas pemerintahannya dalam melayani dan melindungi masyarakat dengan menyediakan data, menyampaikan program-program kesejahteraan, dan merespon krisis baik dalam kebijakan maupun tindakan di lapangan.

Penulis : Elva-Rini

Sumber : Kompas TV


TERBARU