> >

PLTP Lebih Ramah Lingkungan, Tapi Terkendala Perekonomian

Advertorial | 13 Oktober 2021, 12:39 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Sumber: Kompas/P. Raditya Mahendra Yasa)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh kendala di faktor perekonomian.

Dari potensi sebesar 23.900 megawatt, hanya sekitar 2.175 megawatt listrik hasil panas bumi yang baru diberdayakan.

Maka itu, dukungan insentif dari pemerintah sangat dibutuhkan terkait percepatan pengembangan energi panas bumi.

Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi mengatakan bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia belum diberdayakan secara optimal. Ada dua penyebab utama yang menghambat pengembangan.

Pertama, adanya perbedaan harga jual tenaga listrik yang ditawarkan pengembang berdasarkan perekonomian proyek dengan kemampuan pembelian oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kedua, belum adanya regulasi yang mengatur percepatan pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

“Solusi yang kami harapkan ialah kehadiran pemerintah untuk memberikan insentif atau subsidi guna menjembatani perbedaan (harga jual beli) itu. Pengembang tentu  diharapkan menerapkan efisiensi dan berinovasi menerapkan teknologi maju dan menekan biaya operasi,” ujar Prijandaru.

Prijandaru juga memaparkan bahwa proyek pengembangan energi panas bumi di Indonesia memerlukan waktu rata-rata sepuluh tahun.

Apabila durasi pengerjaan proyek dapat dipersingkat menjadi tujuh tahun, perekonomian proyek dapat lebih baik dan harga jual tenaga listrik panas bumi dapat lebih kompetitif.

Faktor lain yang menghambat pegembangan proyek ini antara lain negosiasi jual beli tenaga listrik hasil panas bumi.

Baca Juga: Akselerasi Pengembangan Energi Terbarukan untuk Masa Depan Bumi Pertiwi

Menurut Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harris Yahya mengungkapkan bahwa isu harga jual tenaga listrik panas bumi menjadi tantangan tersendiri. Untuk itu, pengembangan pada operasi PLTP harus dilakukan efisiensi.

“Ada beberapa skenario yang disiapkan pemerintah untuk mendukung pembiayaan operasi panas bumi agar diperoleh angka perekonomian, antara lain pengeboran eksplorasi panas bumi oleh Badan Geologi dengan dana APBN di 20 wilayah kerja panas bumi hingga tahun 2004 dengan kapasitas 683 MW,” jelas Harris.

Harris juga menjelaskan skenario alternatif, pemanfaatan pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi dan Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi di Indonesia.

Pengembangan bersama antar-BUMN, seperti PLN dengan PT Geo Dipa Energi dan PT Pertamina Geothermal Energy juga diharapkan dapat menurunkan biaya operasi.

Lebih murah dan ramah lingkungan

Biaya pokok penyediaan (BPP) untuk PLTP yang baru beroperasi memakan dana di atas 10 sen USD per kWh.

Sedangkan, pembangkit yang sudah lama beroperasi seperti PLTP Lahendong di Kota Tomohon, Sulawesi Utara memiliki BPP sebesar 8,6 sen USD per kWh atau setara dengan Rp 1.227 per kWh.

Manajer Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan (UPDK) Minahasa PLN, Andreas Arthur Napitupulu menjelaskan bahwa BPP PLTP area Lahendong kini hanya bersaing dengan salah satu PLTP di Selandia Baru.

Hal tersebut membuktikan efisiensi dan perawatan telah berjalan dengan sangat baik.

“Kami turut mengoptimalkan tenaga kerja serta perawatan yang lebih prediktif. Hal yang paling penting adalah menjalankan tata kelola pembangkit secara konsisten,” jelas Andreas.

BPP yang rendah mendorong  komitmen UPDK Minahasa mengoptimalkan PLTP Lahendong hingga 24 jam sehari.

Pembangkit ini terbukti ramah lingkungan dengan emisi karbon rendah yaitu 75 gram per kWh.

Dibandingkan dengan pembangkit listrik dari sumber energi lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu SIDRAP, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), PLTP lebih dapat diandalkan dan stabil.

Faktor kapasitas pembangkit jenis ini mencapai 90-95 persen. Selain itu, produksi listrik dari PLTP tidak terpengaruh pergerakan harga komoditas energi primer seperti gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Faktor cuaca juga tidak menghambat operasional PLTP.

(ahr)

Penulis : Elva-Rini

Sumber : Kompas TV


TERBARU