Kompas TV travel jelajah indonesia

Menengok Warisan Dunia di Pulau Nias

Kompas.tv - 10 Juni 2020, 17:08 WIB
menengok-warisan-dunia-di-pulau-nias
Tradisi Lompat Batu di Pulau Nias (Sumber: Istimewa)
Penulis : Alexander Wibisono

Selamat datang di Tanah Niha!

Pulau Nias memiliki kekayaan budaya dan juga bentang alam eksotis yang tersohor sampai ke mancanegara. 

Nusa Indah Andalan Sumatera – NIAS memang selalu menarik perhatian baik secara topografi maupun demografi. Pulau dengan luas sekitar 5600 km2 dan dihuni oleh sekitar 700.000 jiwa ini akan dimulai dari Kota Gunung Sitoli sebagai pintu masuk via transportasi udara.

Dari legenda yang dituturkan dalam tradisi hoho atau lisan, masyarakat Nias berasal dari leluhur yang turun dari langit. Namun jika ditinjau dari segi geologis, justru sebaliknya. Berdasarkan artefak bahari yang pernah ditemukan, kuat dugaan bahwa leluhur orang Nias sesungguhnya datang dari seberang laut.

Penelitian terbaru menyebut secara genetika suku leluhur Ono Niha memiliki kemiripan dengan orang Taiwan.

Tidak jauh dari pusat kota Gunung Sitoli, terdapat sebuah Banua atau pemukiman tradisional bernama desa si Here’e si  Wahi’li. Kata Hili yang bermakna bukit selalu ada dalam nama desa-desa di pulau Nias.

Dahulu suku Nias memang dikenal suka membuat pemukiman diatas bukit. Terkait sejarah tradisi peperangan antar desa maka pemilihan tempat menjadi pertimbangan penting. Sebagai upaya untuk mempertahankan keberlangsungan hidup. 

Hal yang membuat Kabupaten Nias Selatan dikenal secara luas adalah keberadaan pantainya. Kabupaten ini memiliki sejumlah pantai indah dengan spot berselancar terbaik dunia. Salah satunya adalah pantai Lagundri yang mulai naik daun di kalangan peselancar dunia mulai tahun 1993.

Pantai Lagundri adalah salah satu objek wisata yang paling menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Bahkan disebut-sebut masuk dalam daftar sepuluh besar spot terbaik untuk melakukan surfing tingkat dunia.

Kenapa? Menurut pengakuan para peselancar, gelombang ombak di pantai tersebut bisa mencapai lima hingga delapan meter, dan menyeret para peselancar sejauh 200 meter. Gelombang ombak terbaik terjadi pada saat tahun. Para peselancar dunia biasanya datang pada bulan Juni hingga September.

Selain wisata pantai, kabupaten Nias Selatan juga terkenal akan objek wisata budayanya. Nenek moyang Suku Nias bahkan diduga pertama kali mendiami Kecamatan Gomo, yang posisinya berhadapan langsung dengan Pulau Sumatera.

Di daerah ini terdapat banyak situs megalithikum. Salah satunya yang terdapat di Desa Lahusa Idanotae.

Anda akan menjumpai menhir atau behu yang melambangkan kemakmuran dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Selain itu ada juga osa-osa, pahatan batu yang berbentuk binatang berkaki empat, berkepala seperti naga. Patung ini dianggap sebagai pelindung masyarakat.

Berkunjung ke Nias Selatan, maka jangan pernah melewatkan sebuah perkampungan adat yang diusulkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Desa Bukit Matahari alias Baumataluwo! Desa Baumataluwo adalah desa adat berusia ratusan tahun. Tempat dimana cagar warisan kekayaan budaya adat Nias dipelihara. Desa yang didirikan antara tahun 1830 dan 1840 ini berada di ketinggian 270 m dpl, merupakan yang tertinggi di wilayahnya. Hal ini melambangkan kekuasaan dan kekuatan kerajaan dimasanya. 

Keistimewaan Baumataluwo adalah deretan rumah adat atau Omo Hada yang tersusun indah dan berpusat pada Omo Sebua atau Rumah Besar Raja.

Menurut penuturan lisan dari generasi ke generasi, Omo Sebua adalah rumah tradisional dari Pulau Nias yang khusus dibangun untuk kepala adat desa. Memiliki tiang-tiang besar dari kayu besi dan atap yang tinggi.

Sebanyak 60 tiang kayu besar penyangga didatangkan dari Pulau Telo dan sekitarnya.

Konstruksi Rumah Adat yang tidak menggunakan sebuah paku ini, tahan terhadap guncangan gempa terkuat yang pernah terjadi di Kepulauan Nias. 

Jika sudah di Baumataluwo, maka jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan atraksi Fahombo Batu atau lompat batu. Tradisi Lompat Batu dalam ritus budaya adalah penanda kedewasaan seorang anak laki-laki. Mereka harus dapat melompati batu setinggi 215 cm.

Tanah Niha memberi kita begitu banyak pengalaman berharga, terutama dalam menjaga budaya sebagai identitas jati diri bangsa.Begitulah seharusnya bangsa ini tumbuh dan maju dengan identitas budaya yang melekat erat. 

Sauhagele tana niha ni Omasi’oda, Pulau Indah Andalan Sumatera nan eksotis  
(Anastasia Manullang)




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x