Kompas TV travel jelajah dunia

Di Inggris, Saya Suka Menginap di Rumah Orang Tak Dikenal

Kompas.tv - 24 Agustus 2021, 04:05 WIB
di-inggris-saya-suka-menginap-di-rumah-orang-tak-dikenal
Bisnis penyewaan kamar rumah dengan pemandangan perbukitan dekat Lampeter, Wales. (Sumber: Anton Alifandi/KompasTV)

Oleh: Anton Alifandi, mantan wartawan tinggal di London

Tentu saja yang saya maksud dengan judul di atas bukan sembarang orang, tapi warga yang menyewakan rumah mereka lewat Airbnb atau situs penginapan sejenisnya.

Awalnya saya dan istri memilih Airbnb karena lebih murah daripada menginap di hotel.

Sekarang, setelah belasan kali menginap di rumah warga, kami jarang sekali tinggal di hotel.

Dengan menginap di rumah warga, kami bisa ngobrol dan bertukar pikiran dengan sang pemilik rumah. Suatu hal yang mustahil terjadi bila kita menginap di hotel.

Kami tinggal di Inggris dan baru saja pulang dari berlibur di Wales selama lima hari; menginap di dua lokasi.

Pertama kami menginap di rumah seorang ibu tunggal di sebuah kampung di pinggir sebuah desa di Carmarthenshire, Wales selatan.

Lokasinya terpencil. Jalannya hanya cukup untuk satu mobil, sehingga bila berpapasan dengan kendaraan lain, salah satu harus mengalah.

Rumahnya kami pilih karena bentuknya yang menarik; terbuat dari batu, bekas kandang sapi yang diubah menjadi rumah modern dengan empat kamar tidur.

Meski bangunannya kuno, interior dan fasilitasnya sudah memasuki abad ke-21.

Wifi-nya cepat dan pemanas ruangannya dipasang di bawah lantai. Pemanas kayu pun juga ada.

Perpaduan pas antara karakter bangunan lama dan teknologi mutakhir.

Pengalaman kami selama ini, menginap di pelosok pedesaan tak mesti mengorbankan akses terhadap teknologi informasi.

Baca Juga: 7 Obyek Wisata di Yogyakarta yang Menyediakan Virtual Tour, Alternatif Liburan saat Pandemi Covid-19

Obrolan yang Berkesan

Yang lebih berkesan lagi bagi kami dengan menginap di rumah pribadi adalah percakapan dengan sang pemilik, Rebecca.

Dia bekerja di sebuah rumah lelang barang antik di kota terdekat dan sudah menetap di Carmarthenshire sejak berumur tujuh tahun, ketika ibunya pindah dari Inggris Tengah.

Kami bercerita bahwa kami berasal dari Indonesia; Rebecca bercerita dia dulu berbulan madu di Malaysia.

Percakapan ini berlangsung di dapurnya yang luas sambil dia menyiapkan sarapan untuk kami, pancake ala Finlandia yang disajikan dengan strawberry, raspberry, dan blueberry yang dicampur dengan yoghurt.

Rasanya menjadi lebih lezat karena khusus dibuat untuk kami.

Rumah batu milik warga di pedesaan Carmarthenshire, Wales selatan, yang menyediakan penyewaan kamar untuk para pelancong. (Sumber: Anton Alifandi/KompasTV)

Penginapan kami berikutnya terletak di perbukitan luas di pinggiran Lampeter, "A little university town," kata Rebecca.

Seperti di Carmarthenshire, tuan dan nyonya rumah, Siriol dan Susan, amat ramah.

Siriol yang dibesarkan di daerah Lampeter, memberi saran tentang tempat-tempat yang layak kami kunjungi dan istilah-istilah Bahasa Wales, yang berbeda total dengan Bahasa Inggris.

Percakapan istri saya dan Susan berkisar pada bunga dan tanaman. Sebelum kami pulang, Susan memberi kami oleh-oleh bunga untuk kebun kami di London.

Serasa Mendapat Teman Baru

Ada saja bahan percakapan bila menginap di rumah pribadi.

Dua tahun lalu kami menginap di rumah seorang ibu bernama Ellie di pedesaan dekat kota Hay-on-Wye, sebuah kota kecil yang terkenal sebagai lokasi festival buku tahunan.

Ellie yang berkebangsaan Inggris-Norwegia pernah bekerja di radio lokal BBC, dan sesudah pensiun menjadi pembicara di kapal-kapal pesiar yang berlayar di Skandinavia.

Sebagai sesama bekas penyiar radio, dia memberi ide kepada saya untuk melakukan kegiatan serupa sesudah saya pensiun.

Saran yang saya simpan di kepala saya untuk kemungkinan pekerjaan sambilan kelak.

Interaksi semacam inilah yang membuat liburan lebih membekas di ingatan.

Kebanyakan pemilik rumah yang kami inapi adalah mereka yang sudah atau hampir pensiun, dan menyewakan satu atau dua kamarnya untuk tamu.

Dari cerita mereka, tujuan utama membuka rumah kepada para tamu adalah keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, sambil mendapat pemasukan tambahan.

Kami pun senang merasa bahwa sambil berlibur kami bisa memberi manfaat langsung bagi warga biasa.

Karena ada interaksi pribadi, kami pun berhati-hati selama di penginapan.

Semua aturan sang tuan rumah kami patuhi, dan sebelum pulang kami pastikan bahwa kamar kami sebersih dan serapi mungkin.

Rasanya senang apabila dalam "feedback" di situs internet, sang tuan rumah menghargai kami sebagai tamu yang sopan, menyenangkan, dan menjaga kebersihan.

Baca Juga: Assalamualaikum, Traveler! Ini 5 Kota Ramah Muslim di Eropa yang Bisa Kamu Singgahi

Airbnb dan situs semacamnya amat memudahkan orang berlibur di tempat-tempat terpencil yang tidak dijangkau hotel.

Memang situs semacam ini tidak selalu berdampak positif bagi masyarakat setempat, khususnya di kota-kota besar di Eropa yang populer bagi wisatawan.

Ini bisa kita lihat misalnya di berita-berita tentang warga yang mengeluh karena daerah mereka menjadi bising oleh pemakai Airbnb yang tak tahu diri.

Tapi bagi saya yang suka berlibur di desa, Airbnb dan sejenisnya memperkaya pengalaman.

Saya jadi sering berangan-angan nanti kalau saya sudah pensiun… kelak nanti, saya akan membuka rumah saya untuk para tamu.

Agar sedikit menambah pemasukan, dan banyak memperkaya batin.

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x