Kompas TV regional peristiwa

Banjir Bandang Luwu Diduga karena Kerusakan Alam di Hulu

Kompas.tv - 18 Juli 2020, 09:33 WIB
banjir-bandang-luwu-diduga-karena-kerusakan-alam-di-hulu
Bencana Banjir Bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (17/7/2020). (Sumber: Dok BNPB)

LUWU UTARA, KOMPAS.TV - Bencana banjir bandang yang menerjang enam kecamatan di Luwu Utara, diduga karena kerusakan keseimbangan alam. Praktik penebangan hutan dan perluasan lahan perkebunan sawit menjadi biangnya.

Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengaku telah memprediksi potensi bencana yang akan melanda Luwu Utara saat melihat banyak kawasan yang telah dialihfungsikan. Terutama di hulu Sungai Masamba.

Analisa potensi bencana telah diterbitkan Pusat Studi Kebencanaan Unhas telah diterbitkan dalam Journal of Physics pada 2019 lalu.

"Banyak dialihfungsikan lahan di sana. Entah itu untuk pemukiman, perkebunan, entah itu logging atau sebagainya. Dua hal inilah yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang kemarin," kata Ketua Pusat Studi Kebencanaan dan Guru Besar Teknik Geologi Unhas, Profesor Adi Maulana, seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (18/7/2020).

Baca Juga: 14.000 Warga Luwu Utara Mengungsi Akibat Banjir Bandang

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara semestinya kembali melihat rencana tata ruang wilayah. Karena fungsi hutan di hulu sungai tidak bisa dijadikan sebagai hutan produksi atau perkebunan.

Kawasan hutan di hulu sungai sudah mutlak harus dijaga. Pemkab juga harus melihat, apakah alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan akan memengaruhi daya dukung sungai atau tidak.

Analisa senada juga dikatakan oleh Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Sulawesi Selatan. Menurutnya, banjir bandang di Luwu Utara salah satunya disebabkan konsesi perkebunan sawit dan dikeluarkan izin usaha pertambangan.

Luwu Utara punya luas wilayah 750.268 Hektare (Ha) dan luas Hak Guna Usaha (HGU) adalah 90.045 Ha. Sementara dari luas wilayah tersebut, tujuh perusahaan swasta menguasai 84.389 Ha. Sementara satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 5.665.00 Ha.

Baca Juga: Intip Penanggulangan Banjir di Luwu Utara Bersama Menteri PUPR

Dari luas wilayah HGU tersebut, lebih dari 61.000 hektare di antaranya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.

Jika diperiksa dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Luwu Utara dan geoportal ESDM, lokasi-lokasi yang disebutkan masuk dalam kawasan rawan bencana.

"Jadi itu sebagai lokasi likuifaksi dalam kategori sedang. Musibah yang terus berulang ini memperlihatkan pemerintah tidak merumuskan suatu kebijakan atau rencana strategis untuk menyelesaikan situasi seperti ini," kata Rizki Anggriani.

Peringatan untuk menjaga keseimbangan alam dalam mencegah terjadinya bencana juga dikeluarkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat mengunjungi lokasi bencana banjir bandang di Kantor Bupati Luwu Utara, Jumat (17/7/2020) kemarin.

“Kejadian ini (banjir bandang) merupakan evaluasi bagi kita untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan menata keseimbangan ekosistem,” ujar Doni.

Diingatkan Doni, dalam satu setengah sampai dua tahun terakhir, Sulawesi Selatan mengalami dua kali peristiwa banjir bandang. Kejadian pertama terjadi di Makassar yang merenggut korban hampir 100 orang. Hal ini terjadi akibat alih fungsi lahan di bagian selatan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x