Kompas TV regional sosial

Kisah Pieter Erberveld di Batavia, Tudingan Makar dan Hukuman Mati Paling Sadis

Kompas.tv - 1 November 2022, 07:05 WIB
kisah-pieter-erberveld-di-batavia-tudingan-makar-dan-hukuman-mati-paling-sadis
Warga keturunan Jerman bernama Pieter Erberveld di era kolonialisme (Sumber: Tribune Manado -)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kawasan kota tua di Jakarta, disebut sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di era kolonialisme. Di kawasan yang dulu disebut Batavia Lama itu, tercatat satu kisah tudingan makar hingga menyebabkan hukuman mati paling sadis yang pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial kala itu.

Peristiwa yang terjadi pada 22 April 1722, menimpa seorang warga keturunan Jerman bernama Pieter Erberveld.

Sejarah mencatat, pada 1790-1808, terdapat 2.000 tentara Jerman berpangkalan di Indonesia. Mereka adalah anggota dari Resimen Wuttemburg yang disewa sebagai tentara bayaran oleh VOC, saat menghadapi Inggris. 

Pieter dituding merencanakan sebuah pemberontakan terhadap orang Belanda pada 1 Januari 1722. Rencananya, dia akan membunuh orang-orang Belanda dalam sebuah pesta tahun baru. Namun tudingan ini tidak pernah terbukti di pengadilan.

Baca Juga: Yuk, Liburan Pekan Ini Nikmati Alunan Musik di Festival Batavia Kota Tua, Gratis!


Pemerintah kolonial Belanda menyebut Pieter berniat makar dengan menghasut sejumlah warga pribumi.

Sempat sulit ditangkap, namun pemerintah kolonial akhirnya berhasil membekuk Pieter dan warga pribumi yaitu tiga orang Jawa dan seorang dari Sumbawa.

Seorang dari orang Jawa itu bernama Kartadriya yang bergelar Raden. 

Dan yang paling sadis dari hukuman ini adalah dengan cara menarik tubuh Peter oleh kuda ke empat arah sesuai posisi kaki dan tangannya.

Seketika tubuhnya hancur. Tidak cukup dengan itu, bahkan kepalanya dipancung dan dijadikan penanda sebuah monumen di Kampung Pecah Kulit, tak jauh dari Stasiun Jakarta Kota sekarang.

"Sebagai kenang-kenang yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat: Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapa pun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakkan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya: Batavia, 14 April 1722," begitulah terjemahan dari kalimat berbahasa Belanda di monumen itu.

Sayang, monumen asli sudah tidak ada dan diganti replikanya di Museum Prasasti, di sebuah pekuburan di Jakarta Pusat.

Alwi Shihab seorang penulis sejarah Jakarta dalam bukunya, "Queen of the East" menyebutkan bahwa sampai kini masih diperdebatkan apakah tuduhan terhadap Pieter dan para pengikutnya benar. 

Baca Juga: Sejarah Kota Tua Jakarta, Alami Puluhan Tahun Revitalisasi

Bahkan para sejarawan Belanda sendiri curiga bahwa tuduhan ini hanyalah rekayasa Gubernur Jenderal Zwaardecroon (1718-1725).

Karena Pieter menolak menjual tanahnya kepada pejabat tinggi VOC itu. Apalagi kemudian terbukti seluruh kekayaannya disita, makin menguatkan dugaan itu.


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x