Kompas TV regional berita daerah

4 Hal yang Tidak Terungkap dari Viral Lintang Kemukus Menurut ISSS dan LAPAN

Kompas.tv - 13 Oktober 2020, 23:01 WIB
4-hal-yang-tidak-terungkap-dari-viral-lintang-kemukus-menurut-isss-dan-lapan
Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS), Venzha Christ, (kanan) dan astrofisikawan sekaligus peneliti dan pakar fisika matahari dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Gunawan Admiranto (kiri) (Sumber: istimewa)
Penulis : Switzy Sabandar

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS), Venzha Christ, dan astrofisikawan sekaligus peneliti dan pakar fisika matahari dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Gunawan Admiranto turut membahas lintang kemukus yang menjadi viral di pemberitaan dan media sosial.

Kabar soal lintang kemukus mendadak viral di kalangan warganet setelah beberapa warga di Tuban, Jawa Timur melihat cahaya merah terang membentuk garis vertikal tegak lurus, pada Sabtu (10/10/2020) malam.

“Perbincangan ini adalah semata-mata ingin sedikit mendiskusikan fenomena tersebut dari kacamata sains, terkait beragam opini dan simpang siur informasi berbagai pihak,” ujar Venzha Christ do Yogyakarta, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga: Akhirnya Umat Hindu di DIY Punya Krematorium Sendiri

Ia mengungkapkan, fenomena ini juga direspons dengan opini beragam. Ada yang menyebutkan fenomena ini bagian dari hujan meteor, ada juga komet yang melintas (lintang kemukus), ada yang mengatakan manipulasi foto akibat pembiasan atau pantulan lensa kamera, ada yang bilang pertanda baik atau buruk, dan tidak ketinggalan ada yang bilang ini bagian dari fenomena UFO.

“Hal ini menurut kami akan menimbulkan bermacam spekulasi dalam masyarakat dan juga dari sisi pendekatan kultural atau budaya yang pastinya menimbulkan beragam tafsir yang sudah ada pada masyarakat kita sejak lama,” ucapnya.

Venzha Christ dan Gunawan Admiranto dalam diskusinya menyimpulkan empat poin penting dalam mencermati fenomena yang dianggap lintang kemukus ini.

Aktivitas awan dan afmosfer pada jam dan tanggal kemunculan fenomena yang dianggap lintang kemukus (Sumber: istimewa)

 

1. Salah kaprah tentang penyebutan istilah lintang kemukus

Dalam bahasa Jawa, komet dikenal dengan nama lintang kemukus, yang berarti bintang berekor. Dalam tradisi Jawa,  ada semacam primbon atau ilmu mengartikan makna penampakan komet di langit berdasarkan arah kemunculan komet tersebut. 

“Nah disini jelas bahwa penggunaan istilah lintang kemukus dari awal sebenarnya kurang tepat, karena ini bukan merupakan sebuah komet yang melintas,” tutur Venzha Christ.

2. Bukan merupakan fenomena antariksa

Fenomena ini bukan fenomena antariksa karena lokasi terjadinya atau kemunculannya tidak jauh dari permukaan bumi dan masih dalam area atmosfer Planet Bumi. Riset mengenai komet misalnya, oleh umat manusia sudah dilakukan bahkan sampai mengirimkan wahana antariksa menuju komet itu sendiri. 

Diluncurkannya misi Rosetta oleh European Space Agency (ESA) untuk mengorbit dan mendaratkan robot lander Philae di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko pada November 2014 adalah terobosan terbaru dunia sains antariksa untuk memahami lebih detail mengenai segala sesuatu tentang komet.

3. Ada kecenderungan fenomena atmosfer

Ada kecenderungan ini adalah fenomena atmosfer. Alasannya, jika benar video dan foto tersebut disaksikan oleh banyak orang tanpa editing atau bukan merupakan pantulan lensa kamera dari benda terang di atas permukaan bumi, maka fenomena ini pasti terkait dengan dinamika awan dan pelepasan muatan listrik.

Kemungkinan besar adalah red sprite, yaitu pelepasan listrik berskala besar yang terjadi jauh di atas awan badai petir atau cumulonimbus.

Baca Juga: Uji Alat Deteksi Covid-19 GeNose Buatan UGM Sudah Sampai Mana?

4. Kecenderungan masyarakat yang menghubungkan sesuatu dengan yang viral sebelumnya

Ada beberapa pemberitaan online yang menuliskan fenomena ini juga terlihat di beberapa tempat tapi tanpa adanya bukti. Ini menandakan ada kecenderungan menyeragamkan fenomena langit. Akibatnya, membuat beragam asumsi serta tafsir terhadap sesuatu hal yang sebenarnya sangat bisa dijelaskan dengan pendekatan sains.

Gambaran teori red sprite (Sumber: istimewa)

 

LAPAN sebenarnya sudah menyediakan laman yang bisa diunduh dengan gratis dan bisa dilihat secara real time bernama SADEWA. Orang yang mengakses bisa memilih waktu, jam, tanggal serta posisi kegiatan awan dan atmosfer yang akan dilihat.

SADEWA merupakan produk litbang LAPAN berupa aplikasi sistem peringatan dini atmosfer ekstremberbasis satelit dan model atmosfer yang dikembangkan untuk mendukung riset atmosfer. Melalui aplikasi ini bisa diketahui suhu puncak awan, uap air, awan tumbuh, dan data-data lainnya.

“Jadi, misal ada fenomena langit yang berhubungan dengan dengan dinamika awan dan pelepasan muatan listrik seperti misalnya fenomena ini yang kemudian diviralkan sebagai lintang kemukus, sebagai tambahan referensi bisa mencari data tambahan lewat aplikasi ini,” kata Venzha Christ.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x