Kompas TV nasional sapa indonesia

Buron Selama 17 Tahun, Ini Muslihat Maria Lumowa Saat Bobol Kas Bank BNI Hingga Rp 1,7 Triliun

Kompas.tv - 9 Juli 2020, 23:45 WIB

KOMPAS.TV - Perburuan Maria Pauline Lumowa, buron pelaku kasus pembobolan Bank BNI sebesar Rp 1,7 Triliun akhirnya berakhir. Maria ditangkap di Serbia dan akan dipulangkan ke Indonesia pagi ini (09/07/2020).

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, bahkan turun tangan dan menjemput Maria Lumowa, di Serbia.

Kini langkah utama bukan saja kelihaian, aparat kepolisian untuk melanjutkan penyidikan tapi juga tak kalah penting mengembalikan kerugian negara tersebut.

Simak dialog selengkapnya bersama Redaktur Pelaksana Harian Kompas, Mas Adi Prinantyo yang saat itu turut mengikuti perkembangan kasus Maria sejak kabur dari Indonesia di tahun 2003 dan Pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x