Kompas TV nasional berita kompas tv

Ketahui Kelemahan Virus Corona Untuk Hadapi Puncak Pandemi Covid-19

Kompas.tv - 8 April 2020, 12:20 WIB
ketahui-kelemahan-virus-corona-untuk-hadapi-puncak-pandemi-covid-19
Virus Corona (Sumber: kompas.com)
Penulis : Herwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV -

Sejumlah ilmuwan dan ahli dari beberapa disiplin ilmu memprediksi puncak wabah virus corona di Indonesia. Prediksi ini dilakukan melalui permodelan yang menghitung perkiraan puncak wabah. Tujuannya, agar langkah-langkah antisipatif bisa dimaksimalkan. "Jika upaya pencegahan transmisi dapat dimaksimalkan, kemungkinan perkiraan puncak wabah juga akan bergeser dan wabah virus ini bisa segera berakhir," kata pakar dari Universitas Brawijaya dr. Andrew William Tulle, seperti dikutip dari laman Universitas Brawijaya dan diberitakan Kompas.com, Senin (30/03/2020).

Namun, beberapa faktor dapat memengaruhi perkiraan puncak wabah. Mudik warga Jakarta ke berbagai wilayah di Indonesia, misalnya, diprediksi bisa mempengaruhi pola penyebaran Covid-19. Menurut Andrew, gerakan mudik akan memunculkan kasus-kasus baru dan mengubah masa puncak wabah. "Upaya yang dapat dilakukan adalah menghambat penyebaran dengan mengurangi kemungkinan transmisi virus antar manusia, hingga seluruh penderita sembuh dan terbebas dari virus," ujarnya.

Lantas, kapan puncak dan perkiraan wabah virus corona di Indonesia akan berakhir?

Pada 13 Maret 2020, Badan Intelijen Negara (BIN) memperkirakan puncak persebaran virus corona di Indonesia terjadi pada Mei 2020. Perhitungan tersebut disampaikan Deputi V BIN Afini Noer berdasarkan hasil simulasi permodelan pemerintah terhadap data pasien Covid-19. Ia mengatakan, masa puncak penyebaran virus corona kemungkinan terjadi dalam 60–80 hari setelah kasus pertama terkonfirmasi.

Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (3/4/2020), BIN memperkirakan puncak akan terjadi pada Juli 2020. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, yang menyebutkan, perhitungan puncak wabah covid-19 pada Juli didasarkan data dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Berdasarkan data BIN tersebut, diperkirakan pada Juli 2020, penyebaran Covid-19 di Tanah Air akan mencapai 106.287 kasus. Merujuk data perkiraan tersebut, kasus Covid-19 akan mengalami peningkatan dari akhir Maret sebanyak 1.577 kasus, akhir April sebanyak 27.307 kasus, 95.451 kasus di akhir Mei dan 105.765 kasus di akhir Juni.

Beberapa universitas juga mengemukakan pandangan terkait prediksi puncak dan berakhirnya wabah virus corona ini.

Institut Teknologi Bandung

Pada 19 Maret 2020, ITB melakukan simulasi dan permodelan sederhana yang memprediksi mengenai puncak kasus harian. Puncak tersebut diperkirakan akan berakhir pertengahan April 2020. Saat itu, pandemi diperkirakan berakhir saat kasus harian berada di angka 600 pasien. Perhitungan dilakukan dengan perhitungan sederhana menggunakan model Richard’s Curve. Namun, pada 23 Maret 2020, ITB melakukan revisi lantaran data masukan yang digunakan sebelumnya terjadi perubahan. Dari revisi yang dilakukan waktu estimasi titik puncak penyebaran yang dilakukan ITB berubah menjadi sekitar akhir Mei atau awal Juni 2020.

Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Pada 27 Maret 2020, tim FKM UI membuat prediksi jumlah kasus dan titik puncak penyebarannya. Perhitungan tim FKM UI memprediksi, jumlah kasus di kisaran 500.000 hingga 2.500.000 kasus dengan mempertimbangkan tingkat intervensi pemerintah. Adapun masa puncak akan terjadi pada hari ke 77 atau kisaran pertengahan April 2020 dengan patokan hari pertama pada pekan pertama Februari 2020.

Universitas Sebelas Maret

Melansir dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (1/4/2020), Ilmuwan Matematika, Sutanto Sastraredja yang merupakan ilmuwan Matematika dari UNS, memprediksi puncak Covid-19 terjadi pertengahan Mei 2020. Sementara, akhir pandemi dinilainya bergantung pada kebijakan yang diambil pemerintah. Berdasarkan perhitungan matematis dinamika populasi Covid-19 menggunakan model SIQR yang dilakukannya, parameter dimasukkan dalam rumus hingga bisa dihitung kecepatan orang yang sudah terinfeksi dan masuk karantina.

Universitas Gadjah Mada

Guru Besar Statistika UGM Prof Dr Dedi Rosadi, alumni MIPA UGM Drs. Herivertus Joko Kristadi, dan alumni PPRA Lemhanas RI Dr Fidelis I. Diponegoro, juga membuat perkiraan prediksi puncak penyebaran Covid-19. Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, Rabu (1/4/2020), para peneliti UGM ini menggunakan model yang mereka sebut dengan model probabilistik yang didasarkan atas data real. Menggunakan model tersebut, penambahan maksimal total penderita per hari adalah sekitar minggu kedua April 2020. Kisarannya, pada 7 April-11 April 2020 dengan penambahan kurang dari 185 pasien per hari. Perkiraan, tersebut memperlihatkan jumlah penambahan akan terus menurun dan pandemi akan berakhir usai 100 hari yakni sekitar 29 Mei 2020. Adapun maksimal total penderita positif Covid-19 dari perhitungan ini adalah sekitar 6.174 kasus.
 

Covid-19 Punya Kelemahan

antibodi lawan covid-19 (Sumber: kompas.com)

Ini berita baiknya. Semakin tingginya angka infeksi Covid-19, tentu membuat banyak orang semakin khawatir akan keselamatan diri sendiri dan keluarga. Khawatir sebenarnya penting untuk meningkatkan kewaspadaan, namun jangan berlebihan karena perasaan khawatir yang berlebihan justru akan menambah beban pikiran dan berujung pada penurunan daya tahan tubuh. Satu hal yang membuat banyak orang khawatir soal Covid-19 adalah karena belum adanya obat maupun vaksin yang memang dikhususkan untuk mengatasi dan mencegah penyakit ini. Oleh karenanya, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk melindungi diri kita adalah dengan melakukan pencegahan semaksimal mungkin.

Ini yang kita semua perlu tahu, bahwa virus corona juga punya kelemahan yang bisa  dimanfaatkan untuk mencegah penularan, sehingga risiko tertular pun bisa lebih rendah. Hingga saat ini, para ilmuwan, peneliti, dan petugas kesehatan, telah menyusun cara mencegah penularan Covid-19 melalui kelamahan-kelemahan tersebut. Meski menyebar dengan cepat, virus corona punya kelemahan yang bisa dan harus dimanfaatkan untuk memutus rantai penularan.

Dilansir dari kompas.com, penelitian dan uji laboratorium yang dilakukan sejak virus corona mulai merebak hingga saat ini, menghasilkan beberapa temuan terkait kelemahan Covid-19:

1. Pelarut lemak mudah mematikan covid-19. Pelarut lemak salah satunya adalah sabun yang sehari-hari kita gunakan sehari-hari. Virus corona, bisa hancur dan mati jika terkena sabun. Itu mengapa kita dianjurkan untuk rajin cuci tangan dengan air dan sabun untuk mencegah infeksi Covid-19. Lalu, mengapa sabun efektif untuk membunuh virus corona? Jawabannya ada pada susunan virus itu sendiri. Virus corona pada intinya tersusun atas tiga bagian, yaitu: DNA atau RNA yang menjadi inti dari virus Protein yang merupakan bahan baku virus untuk memperbanyak diri Lapisan lemak sebagai pelindung luarnya Ketiga bagian tersebut sebenarnya tidak terikat dengan kuat satu sama lain. Sehingga, saat lapisan lemak tersebut hancur karena sabun, maka virus tersebut pun akan hancur dan mati. Jadi, imbauan untuk mencuci tangan adalah langkah yang valid dan sangat efektif untuk mencegah penularan Covid-19. Jika Anda rajin cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, maka kemungkinan virus berpindah dari tangan dan masuk ke dalam tubuh akan berkurang drastis.

2. Antibodi bisa kalahkan infeksi virus corona. Covid-19 bisa terjadi dalam beberapa tingkat keparahan, mulai dari yang ringan hingga parah. Pada pasien Covid-19 yang memiliki gejala ringan, infeksi ini bisa sembuh dengan sendirinya selama daya tahan tubuhnya baik. Sebuah penelitian yang dilakukan di Australia mengamini bahwa salah satu kelemahan virus corona adalah dalam menghadapi antibodi yang sehat. Penelitian ini melihat secara teratur kadar antibodi yang dihasilkan oleh seorang pasien Covid-19 berusia 47 tahun dengan gejala ringan hingga sedang. Pasien tersebut tidak memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi atau diabetes. Kondisi tubuhnya secara keseluruhan sehat dan hanya terdapat satu infeksi yang sedang terjadi, yaitu Covid-19. Pada hari ke 7-9 sejak gejala Covid-19 pertama kali muncul pada pasien tersebut, sejumlah antibodi mulai terbentuk di tubuh. Ini tandanya, tubuh tengah mengeluarkan berbagai senjatanya untuk berusaha melawan virus corona. Beberapa hari setelah antibodi terbentuk, tubuh pasien tersebut mulai membaik. Memang masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih besar lagi untuk melihat pola “peperangan” antara virus corona dan antibodi. Namun, penelitian di atas bisa dijadikan sebagai pengingat pentingnya menjaga daya tahan tubuh dengan menjalani gaya hidup yang sehat.

3. Bisa dibunuh dengan disinfektan. Virus corona ada banyak jenisnya. SARS dan MERS pun disebabkan virus corona hingga yang tebaru yaitu Covid-19. Masing-masingnya memang memiliki perbedaan dan masih butuh lebih banyak penelitian. Namun sejauh ini, diketahui bahwa secara umum karakter keluarga coronavirus cukup mirip, yaitu dianggap lemah jika harus berhadapan dengan bahan disinfektan. Berdasarkan hasil penelitian, virus corona penyebab SARS dan MERS bisa bertahan di permukaan benda seperti metal, kaca, atau plastik hingga beberapa hari. Meski sejauh ini belum ada penelitian mengenai ketahanan virus penyebab Covid-19 di permukaan, tapi diduga hasilnya tidak jauh berbeda dari keluarga coronavirus lainnya. Kabar baiknya, virus tersebut diasumsikan bisa nonaktif dengan bahan disinfektan seperti alkohol dengan kadar 60-70%, hidrogen peroksida 0,5%, atau sodium hipoklorit 0,1% dalam waktu 1 menit. Jadi rajin-rajinlah membersihkan permukaan benda yang sering disentuh seperti telepon genggam, gagang pintu, dan meja kerja menggunakan bahan disinfektan.

4. Suhu panas melemahkan covid-19. Sejauh ini memang belum ada penelitian yang menyebut bahwa virus penyebab Covid-19 lemah terhadap panas. Namun, coronavirus penyebab penyakit SARS, terbukti bisa melemah pada suhu panas. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), virus penyebab SARS bisa terbunuh pada suhu 56°C. Sekali lagi, pandangan ini berangkat dari asumsi SARS dan Covid-19 adalah satu keluarga corona.
5. Tidak bisa bertahan lama dipermukaan. Virus corona memang bisa bertahan beberapa hari di permukaan. Namun, seiring berjalannya waktu, virus ini tidak lagi cukup kuat untuk bisa menimbulkan infeksi. Sehingga baik WHO maupun Kementerian Kesehatan RI tidak melarang pengiriman paket antar negara karena risiko penularan melalui media pengiriman paket tersebut sangatlah rendah.

Kelemahan virus corona penting untuk kita tahu agar bisa memahami cara mencegah penularan Covid-19 dan bukan untuk meremehkan virus ini. Selalu lakukan pencegahan di berbagai tempat dan waktu, agar risiko terkena virus ini tetap rendah.

Dari pandangan para ahli di atas, secara umum kita memasuki fase puncak penyebaran Covid-19. Di awal April, pemerintah mengeluarkan keputusan terkait covid-19 yang mulai masuk fase puncak pandemi. Presiden Joko Widodo menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan memutuskan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran wabah virus corona.

Anjuran untuk warga yang bahkan diwajibkan memakai masker selama berada di lingkungan luar rumah atau keluar wilayah, penting untuk ditaati. Asumsi bahwa kita memasuki fase puncak penyebaran virus corona, maka saat ini telah masuk masa inkubasi (14 hari). Artinya, orang-orang yang terinfeksi covid-19 akan menunjukkan gejalanya. Di luar rumah, fasilitas umum atau tempat publik lainnya, mulai dari orang meludah, bersin, hingga batuk, bisa jadi membawa virus corona. Itu mengapa saat ini sangat penting untuk tetap di rumah, tidak kontak fisik atau bertemu dengan orang lain dulu. Menggunakan masker menjadi sangat penting saat ini ketika berada di luar rumah. Sangat berhati-hati adalah hal penting, dengan kita mengasumsikan sedang berada di puncak penyebaran virus di bulan ini. Mengenalikelemahan Covid-19 menjadi senjata kita memutus rantai penyebaran pandemi ini.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x