Kompas TV nasional hukum

Kala Hakim Saldi Isra Nilai Politisasi Bansos Beralasan Hukum dalam Perbedaan Pendapat di Putusan MK

Kompas.tv - 23 April 2024, 05:30 WIB
kala-hakim-saldi-isra-nilai-politisasi-bansos-beralasan-hukum-dalam-perbedaan-pendapat-di-putusan-mk
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra membeberkan keanehan keputusan MK mengabulkan batas usia Capres-Cawapres, Senin (16/10/2023) (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Anies-Muhaimin dalam gugatan sengketa Pilpres 2024.

Dalam amar putusan majelis hakim MK juga menolak eksepsi KPU sebagai termohon dan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait untuk seluruhnya. 

Pembacaan putusan perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukakn Anies-Muhaimin, ini dibacakan Ketua Hakim MK Suhartoyo yang juga ketua majelis hakim sengketa Pilpres di sidang putusan MK, Senin (22/4/2024). 

Namun dalam putusan tersebut ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim Saldi Isra, hakim Enny Nurbaningsih dan hakim Arief Hidayat. 

Salah satu poin-poin dalam pendapatnya Hakim Saldi Isra menilai dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum. 

Baca Juga: MK Ungkap Tak Ada Kejanggalan dalam Penyaluran Bansos Jokowi, Tak Melanggar Hukum!

Menurutnya pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali. 

Hakim Saldi menyoroti fakta persidangan perihal pemberian atau penyaluran bansos atau sebutan lainnya yang lebih masif dibagikan dalam rentang waktu yang berdekatan atau berhimpitan dengan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Praktik demikian merupakan salah satu pola yang jamak terjadi untuk mendapatkan keuntungan dalam pemilu (electoral incentive)," ujar Saldi saat membacakan perbedaan pendapat miliknya di persidangan. 

Dia menjelaskan, keterlibatan beberapa menteri aktif yang menjadi tim kampanye dalam membagi bansos terasosiasi dengan jabatan presiden secara langsung maupun tidak langsung sebagai pemberi bansos atau setidaknya berpotensi atas adanya konflik kepentingan dengan pasangan calon (paslon). 

"Sementara itu, merujuk fakta yang terungkap dalam proses persidangan, menteri yang terkait langsung dengan tugas tersebut, in casu Menteri Sosial yang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap pemberian bansos menyampaikan keterangan bahwa tidak pernah terlibat dan/atau dilibatkan dalam pemberian atau penyaluran bansos secara langsung di lapangan," ujar Saldi.

Baca Juga: Kata 3 Hakim MK yang Dissenting Opinion Putusan Sengketa Pilpres 2024, Singgung Bansos hingga PSU

Dia juga menyinggung fakta dalam persidangan bahwa terdapat sejumlah menteri aktif yang membagikan bansos kepada masyarakat, terutama selama periode kampanye. 

"Kunjungan ke masyarakat itu hampir selalu menyampaikan pesan 'bersayap' yang dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan atau kampanye terselubung bagi pasangan calon tertentu," ujar Hakim Saldi. 

Padahal, ketika kegiatan para menteri membagikan dana bansos atau dana lain yang berasal dari APBN, norma Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu antara lain menyatakan, "Menteri harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. menjalani cuti di luar tanggungan negara".

"Berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta tersebut, pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan electoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali," ujar Hakim Saldi.  

Lebih lanjut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menyatakan dirinya mengemban kewajiban moral atau moral obligation untuk mengingatkan guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya pengulangan atas keadaan serupa dalam setiap kontestasi pemilu. 

Baca Juga: Tok! MK Tolak Gugatan Kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD Terkait Sengketa Pilpres 2024

Terlebih, dalam waktu dekat, yang hanya berbilang bulan akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak secara nasional. 

Penggunaan anggaran negara/daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan. 

Dengan menyatakan dalil a quo terbukti, maka akan menjadi pesan jelas dan efek kejut atau deterrent effect kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa. 

"Dengan demikian, saya berkeyakinan bahwa dalil Pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum," ujar Hakim Saldi. 


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x