Kompas TV nasional hukum

Menguji Amicus Curiae di Sidang Sengketa Pilpres, Berkaca dari Putusan Richard Eliezer

Kompas.tv - 22 April 2024, 05:30 WIB
menguji-amicus-curiae-di-sidang-sengketa-pilpres-berkaca-dari-putusan-richard-eliezer
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan tujuh hakim konstitusi yang bertugas untuk perkara PHPU Pilpres 2024. Para hakim MK akan menggelar sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Senin (22/4/2024) besok. (Sumber: Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) melaksanakan sidang putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2024 pada hari ini, Senin (22/4/2024). 

Sepanjang perjalanan persidangan, MK mendapat dukungan dari masyarakat dengan adanya 52 pengajuan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2024. 

Namun hanya 14 dari 52 dokumen Amicus Curiae yang menjadi pertimbangan hakim. Sebanyak 14 dokumen Amicus Curiae itu merupakan dokumen yang diberikan ke panitera MK sejak sidang perdana PHPU atau sengketa Pilpres 2024, Rabu (27/3) hingga Selasa (16/4) pukul 16.00 WIB.

Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan bisa menjadi pertimbangan hakim seluruhnya dalam pengambilan putusan sengketa pilpres, atau akan dimasukkan dalam pertimbangan sebagian, atau kemungkinan tidak keduanya. 

Hal tersebut seluruhnya menjadi otoritas delapan hakim MK yang menangani sengketa Pilpres 2024. Akan tetapi 14 dari 52 dokumen Amicus Curiae dari masyarakat sudah diberikan ke hakim MK sebagai bahan pertimbangan. 

Baca Juga: Jelang Putusan Sengketa Pilpres pada Senin Mendatang, Hakim MK Dalami 14 Amicus Curiae

"Ada banyak kemungkinan posisi Amicus Curiae ini. Bisa saja mungkin dipertimbangkan seluruhnya dalam pengambilan keputusan, atau mungkin dalam pembahasan dipertimbangkan sebagian atau mungkin tidak dipertimbangkan sama sekali karena dianggap tidak relevan. Ini betul-betul otoritas hakim konstitusi," ujar Fajar dikutip dari pemberitaan MK, Minggu (21/4).

Di sisi lain dokumen sahabat pengadilan dinilai tidak masuk dalam pertimbangan hakim. 

KPU misalnya jika merujuk UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) maupun Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, tidak pernah ada istilah sahabat pengadilan. 

Anggota KPU RI Idham Holik menyatakan dalam pengambilan keputusan, hakim tetap berpegang pada fakta persidangan dan pandangan para pihak yang dihadirkan dalam sidang PHPU. 

Hal itu tertuang dalam UU nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Di UU MK disebutkan salah satu pertimbangan majelis hakim MK dalam merumuskan putusannya berdasarkan alat bukti.

Baca Juga: Reaksi Kubu Prabowo-Gibran Soal Ramainya Pengajuan "Amicus Curiae" di Sidang Sengketa Pilpres

Kemudian Pasal 37 dalam UU Pemilu juga menyatakan hal serupa, Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat bukti yang diajukan ke persidangan dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.

"Saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit. Dalam kedua UU tersebut, tidak ada istilah tersebut (amicus curiae)," ujar Idham, Rabu (17/4).

Namun Idham tetap menyerahkan seluruhnya kepada majelis hakim MK dalam memutus sengketa Pilprs 2024. 

"Sangat yakin bahwa Yang Terhormat Majelis Hakim MK memiliki integritas tinggi yang berpedoman pada kekuasaan kehakiman," ujarya. 

Begitu juga dengan tim pembela Prabowo-Gibran. Para tim pengacara yang dipimpin Guru Besar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra meyakini Amicus Curiae tidak masuk dalam pertimbangan seluruhnya atau sebagian hakim konstitusi dalam memutus sengketa pilpres. 

Teruji di Putusan Richard Eliezer 

Amicus Curiae pernah masuk dalam pertimbangan hakim saat membacakan putusan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu di kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Saat pembacaan putusan Rabu (15/2/2023) Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono menyatakan majelis tidak akan menutup mata dan merasa mendapat tekanan berkaitan dengan permohonan Amicus Curiae terhadap perkara terdakwa Richard Eliezer. 

Sebaliknya majelis hakim memandang sebagai bentuk kecintaan pada bangsa dan negara khususnya dalam penegakan hukum sehingga para pihak baik lembaga maupun aliansi yang merepresentasikan harapan masyarakat luas terpanggil menyampaikan keadilan yang dirasakan dan didambakan ditegakkan, khususnya terhadap Terdakwa Richard Eliezer

Hal tersebut merupakan pertimbangan hakim dengan merujuk Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

Baca Juga: Saat Mahasiswa hingga Megawati Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" ke MK Soal Sengketa Pilpres

Surat permohonan pengajuan Amicus Curiae terhadap perkara Richard dari berbagai pihak antara lain Institute For Criminal Justice Reform, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Farida Law Office, Tim Advokasi Iluni FHAJ serta Aliansi Akademi Indonesia. 

Permohonan sahabat pengadilan yang diajukan pada pokoknya menyatakan kejujuran dan keberanian merupakan kunci keadiilan bagi semua oleh karenanya mohon agar kejujuran terdakwa Richard mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. 

"Majelis tidak akan menutup mata dan merasa mendapat tekanan berkaitan dengan permohonan Amicus Curiae (sahabat pengadilan) terhadap perkara terdakwa Richard Eliezer. Sebaliknya memandang sebagai bentuk kecintaan pada bangsa dan negara khususnya dalam penegakan hukum, sehingga para pihak baik lembaga maupun aliansi yang merepresentasikan harapan masyarakat luas terpanggil menyampaikan keadilan yang dirasakan dan didambakan ditegakkan, khususnya terhadap terdakwa Richard Eliezer," ujar Hakim Alimin Ribut Sujono saat membacakan putusan. 

Adapun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan terdakwa Richard Eliezer terbuki secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana Brigadir J, 

Hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Vonis Richard Eliezer jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta mejelis hakim menjatuhkan 12 tahun penjara. 


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x