Kompas TV nasional rumah pemilu

Amnesty International Indonesia: Pemimpin Terpilih Pemilu 2024 Harus Investigasi Kasus-Kasus HAM

Kompas.tv - 9 Februari 2024, 21:52 WIB
amnesty-international-indonesia-pemimpin-terpilih-pemilu-2024-harus-investigasi-kasus-kasus-ham
Suciwati, istri mendiang aktivis HAM, Munir Said Thalib, berbicara dalam diskusi publik “Roadshow Menolak Lupa Kasus Pelanggaran Berat HAM” di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/2/2024). (Sumber: Amnesty International Indonesia)
Penulis : Dian Nita | Editor : Edy A. Putra

Suciwati, istri mendiang aktivis HAM, Munir Said Thalib, mengatakan budaya impunitas masih dipelihara oleh pemerintah.

Menurutnya, itulah yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masih belum bisa dituntaskan dan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab tetap melenggang bebas.   

“Pemerintah tidak serius menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara signifikan. Mereka hanya punya niat ingin menyelesaikan tetapi tidak pernah melaksanakannya,” tutur Suciwati yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.  

Dia mencontohkan kasus pembunuhan Munir 2004, hingga kini tidak pernah diusut tuntas oleh pemerintah, bahkan dokumen resmi Tim Pencari Fakta (TPF) atas hasil penyelidikan kasus Munir, malah hilang setelah diserahkan kepada pemerintah.  

Baca Juga: Kampanye Akbar Partai Nasdem Terus Serukan Misi Perubahan

Suciwati pun mengutarakan kekecewaannya kepada pemerintahan Jokowi yang dulu berjanji untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

“Dia pernah mengatakan akan menyelesaikan kasus A, B, C, D, termasuk kasus Munir, akan panggil Jaksa Agung untuk mengusut. Tapi tidak ada hasilnya. Malah mengangkat orang-orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM," katanya.

Adapun Ardi Manto, peneliti dari Imparsial menegaskan, dalam sepuluh tahun terakhir, negara telah mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM secara sistematis.

Pengabaian ini, lanjut Ardi, memberi ruang dan kesempatan kepada terduga pelanggar HAM untuk melenggang bebas, terlihat pada upaya negara mencuci dosa-dosa kejahatan HAM.

Ardi menjelaskan, salah satu contoh upaya negara mencuci dosa-dosa kejahatan HAM adalah dengan pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang dipandang melanggengkan impunitas.

“TPPHAM non yudisial ini upaya untuk mencuci terduga pelanggar HAM tanpa dibebani tuduhan pelanggaran HAM. Kami sudah sering ingatkan hal ini. Prinsip non yudisial harus seiring sejalan dengan proses yudisial dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat,” kata Ardi yang turut menjadi pembicara.  

Baca Juga: Bawaslu Papua Barat Komitmen Tegas Saat Lakukan Pengawasan di Masa Tenang

Sementara Ressy Utari, pegiat Aksi Kamisan Bandung, menyatakan dampak impunitas yang terus terjadi pada kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, dirasakan hingga kini. Sehingga pelanggaran-pelanggaran HAM masih tetap terjadi.  

“Efek-efek dari kasus HAM masa lalu itu masih ada, dan masih kita rasakan saat ini. Mulai dari tragedi 1965 lalu berlanjut ke kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya, termasuk Tragedi Talangsari dan Pembunuhan Munir. Pengusutan kasus-kasus itu mengalami kemunduran dan kita sekarang juga mendapat akibatnya dari pelanggaran-pelanggaran itu,” kata Ressy.  

Maka dia berharap kaum muda seperti dirinya tetap merawat ingatan akan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, baik dengan mengikuti Aksi Kamisan maupun diskusi-diskusi publik.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x