Kompas TV nasional rumah pemilu

Sekjen PDIP Sebut Prabowo-Gibran Cerminan Jokowi 3 Periode, Ini Alasannya

Kompas.tv - 25 Januari 2024, 17:50 WIB
sekjen-pdip-sebut-prabowo-gibran-cerminan-jokowi-3-periode-ini-alasannya
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat tiba di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, untuk menghadiri debat calon presiden Pemilihan Presiden 2024, Selasa (12/12/2023). (Sumber: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS TV - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan cerminan kalau Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin memimpin Indonesia selama tiga periode. 

Hasto menjelaskan, alasannya lantaran Presiden Jokowi telah memberikan pernyataan kalau dirinya akan berkampanye dan berpihak di Pilpres 2024. 

"Apa yang disampaikan Pak Jokowi akhirnya membuktikan bahwa pasangan Prabowo-Gibran merupakan cermin Jokowi tiga periode yang selama ini ditolak oleh PDI Perjuangan bersama seluruh kelompok pro demokrasi, para budayawan, cendekiawan, dan juga kekuatan yang berjuang menjaga konstitusi,” kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024). 

Baca Juga: Ketua KPU soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak: Tanya yang Buat Pernyataan

Menurut dia, pernyataan Jokowi selain melanggar etika politik, juga melanggar pranata kehidupan bernegara yang baik. 

“Bayangkan saja, Pak Jokowi ini sudah menjabat presiden dua periode, dan konstitusi melarang perpanjangan jabatan. Dengan ketegasan Pak Jokowi untuk ikut kampanye, artinya menjadi manifestasi tidak langsung dari ambisi kekuasaan tiga periode," ujarnya.

"Publik kini mempersoalkan kembali berbagai rekayasa hukum yang dilakukan di MK (Mahkamah Konstitusi) untuk meloloskan Gibran," katanya. 

Ia mengatakan, karena ambisi Jokowi tersebut, kini rakyat paham, kalau Kepala Negara amat bersemangat membuntuti kampanye capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). 

“Sebab Ganjar Pranowo itu Presiden rakyat, dekat dengan wong cilik, memiliki program rakyat miskin yang diterima luas, dan menampilkan model kepemimpinan yang menyatu dengan rakyat, ditambah ketegasan Prof Mahfud MD," tuturnya.

"Itulah yang ditakutkan dari Ganjar-Mahfud, sampai lebih sepertiga pengusaha penyumbang perekonomian nasional pun dikerahkan untuk dukung paslon 02 (Prabowo-Gibran)," ujarnya. 

Selain itu, lanjut Hasto, pernyataan Kepala Negara seperti itu di depan Menteri Pertahanan Prabowo, dan jajaran TNI juga sangat tidak elok. 

“TNI adalah kekuatan pertahanan yang seharusnya netral. Namun hal tersebut justru mengungkapkan motif sepertinya ingin melibatkan TNI, setidaknya secara psikologis," imbuhnya.

“Jadi akhirnya terjawab mengapa banyak intimidasi. Ganjar-Mahfud dikepung dari seluruh lini, meski kami meyakinan kekuatan rakyat tidak bisa dibendung dan akan menjadi perlawanan terhadap kesewenang-wenangan yang terjadi," katanya. 

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Jokowi soal Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bisa ikut serta dalam kampanye bukanlah hal yang baru.

Menurut Ari, koridor aturan soal pejabat negara yang berkampanye sudah ada di Undang-Undang Pemilu.

“Apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu,” kata Ari, Kamis (25/1/2024).

Bahkan, kata Ari, praktik politik soal Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah ada dalam sejarah pemilu atau setelah reformasi.

“Bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi, presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” ucap Ari.

Selain itu, Presiden juga menegaskan, semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main. 

Baca Juga: Timnas AMIN Ingatkan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye: Bukan Semata Hukum, Ada Kepatutan

“Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan. Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan. Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/ patuh pada aturan main dalam berdemokrasi,” jelas Ari.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x