Kompas TV nasional humaniora

Kabar Duka, Sastrawan dan Sosiolog Ignas Kleden Meninggal Dunia di Usia 75 Tahun

Kompas.tv - 22 Januari 2024, 08:44 WIB
kabar-duka-sastrawan-dan-sosiolog-ignas-kleden-meninggal-dunia-di-usia-75-tahun
Sastrawan dan cendekiawan Ignas Kleden meninggal dunia hari ini, Senin (22/1/2024). (Sumber: Kompas.id)
Penulis : Dian Nita | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sastrawan sekaligus sosiolog Ignas Kleden meninggal dunia di usia 75 tahun.

Kabar duka tersebut disampaikan oleh penulis dan wartawan senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo melalui akun Facebook miliknya.

Budiman mengatakan Ignas Kleden mengembuskan napas terakhirnya hari ini, Senin (22/1/2024) pukul 03.46 WIB di Rumah Sakit Suyoto, Jakarta Selatan.

"Telah berpulang dalam damai, Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan. Rumah Duka untuk pesemayaman jenazah serta berita pemakaman akan menyusul. Mohon doa bagi perjalanan akhir beliau," tulis Budiman Tanuredjo.

"Dukacita mendalam dan doa kami. Semoga Almarhum mendapatkan kedamaian sejati di haribaan Allah Maha Kasih. Dan semoga keluarga tercinta yang ditinggalkan, dan mbak Hermien Y. Kleden, mendapatkan penghiburan dari Allah sendiri," ujarnya.

Baca Juga: Kabar Duka, Sastrawan Abdul Hadi WM Meninggal Dunia di Usia 77 Tahun

Profil Ignas Kleden

Dr. Ignas Kleden, M.A. dikenal sebagai sosok sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra. Ia lahir pada 19 Mei 1948 di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Ignas menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi/STFT Ledalero, Maumere, Flores (1972), meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman (1982), dan meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman (1995).

Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.

Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta. Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.

Ketika masih di tinggal Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.

Setelah hijrah ke Ibu Kota, tahun 1974, Ia makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo. Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, Harian Kompas, dan lain-lain.

Baca Juga: Pemberian Nama Nusantara untuk Ibu Kota Negara Ternyata Sudah Diprediksi oleh Sastrawan Ini

Ia juga menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).

Tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Ia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat essai dan kritik kebudayaannya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x