Kompas TV nasional hukum

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus Budi Said, Bermula dari Beli 7 Ton Emas Antam

Kompas.tv - 19 Januari 2024, 10:35 WIB
kronologi-dan-duduk-perkara-kasus-budi-said-bermula-dari-beli-7-ton-emas-antam
Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan crazy rich Surabaya Budi Said sebagai tersangka transaksi ilegal jual beli emas PT ANTAM, Kamis (18/1/2024). (Sumber: ANTARA/Laily Rahmawaty)
Penulis : Fiqih Rahmawati | Editor : Desy Afrianti

Pada Agustus 2021, pihak Antam mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Majelis Hakim selanjutnya memutuskan untuk membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi.

Tak terima dengan putusan PT Surabaya, Budi Said pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2022, MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.

MA memerintahkan Antam untuk membayar kerugian yang dialami pemilik PT Tridjaya Kartika Grup.

Kasus masih berlanjut dengan Antam yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, hal ini ditolak MA pada 12 September 2023. Antam diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram kepada Budi.

Antam kemudian melayangkan gugatan kepada Budi dan sejumlah mantan karyawan Antam, yakni Eksi Anggraeni (staf marketing), Endang Kumoro (Kepala BELM Surabaya I), Misdianto (Tenaga Administrasi), dan Ahmad Purwanto (General Trading Manufacturing dan Senior Officer PT Antam).

Baca Juga: Siapa Budi Said, “Crazy Rich Surabaya" yang Menang Gugatan Emas 1,1 Ton Lawan PT Antam?

Pemufakatan Jual Beli Emas

Kejagung yang mengetahui kasus tersebut menilai adanya kejanggalan. Diduga ada rekayasa pembelian emas yang dilakukan Budi dan pemufakatan jahat dalam jual beli emas.

Budi Said diduga melakukan kongkalikong dengan eks karyawan Antam yang membuat perusahaan BUMN itu rugi Rp1,1 triliun.

Kuntadi menjelaskan bahwa rekayasa transaksi berupa menetapkan harga jual di bawah harga yang ditetapkan PT Antam, seolah-olah ada diskon.

Mereka juga menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Dengan demikian, PT Antam tak dapat mengontrol jumlah emas dan uang yang ditransaksikan.

Akibatnya, terjadi selisih yang begitu besar antara jumlah uang yang diberikan Budi dan logam mulia yang diserahkan Antam ke Budi.

"Akibat adanya selisih tersebut guna menutupinya, para pelaku selanjutnya membuat surat diduga palsu yang pada pokoknya seolah-seolah bahwa benar transaksi itu sudah dilakukan dan bahwa benar PT Antam ada kekurangan dalam menyerahkan logam mulia," ujar Kuntadi.

Atas perbuatannya, Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Tribunnews


BERITA LAINNYA



Close Ads x