Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum Sebut Sah jika Publik Nilai Presiden Lindungi Setya Novanto karena Deretan Peristiwa Ini

Kompas.tv - 6 Desember 2023, 14:33 WIB
pakar-hukum-sebut-sah-jika-publik-nilai-presiden-lindungi-setya-novanto-karena-deretan-peristiwa-ini
Foto arsip. Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Ketua DPR RI Setya Novanto usai melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (26/10/2014). (Sumber: Tribunnews)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum sekaligus Menteri Hukum dan HAM Abdul Hamid Awaluddin menyebut penilaian publik bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) melindungi Setya Novanto sah-sah saja karena ada deretan peristiwa.

Menurut Profesor Hamid, publik memang tidak bisa menilai secara pasti adanya hubungan antara Presiden Jokowi dengan Setya Novanto, eks Ketua DPR yang kini menjadi terpidana kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP.

Meski begitu, ia menyebut ada benang merah dari rentetan kejadian yang menunjukkan bahwa Presiden Jokowi memiliki motif untuk melindungi Setya Novanto.

Guru Besar Ilmu Hukum itu menyoroti pernyataan Setya Novanto pada tahun 2015 yang mendukung Presiden Jokowi untuk kembali menjadi presiden pada periode kedua.

Menurut dia, ucapan Setya Novanto itu diutarakan beberapa hari setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada 17 Mei 2015.

"Beberapa hari setelah terpilih sebagai ketua umum, Setya Novanto langsung mengatakan Partai Golkar di bawah kepemimpinannya mendukung Pak Jokowi menjadi presiden periode kedua," tutur Hamid kepada jurnalis KompasTV di Jakarta, Rabu (6/12/2023).

"(Saat) itu kan Pak Jokowi baru dua tahun menjadi presiden," sambungnya.

Baca Juga: Pengakuan Para Pimpinan dan Penyidik KPK Dengar Cerita Agus Rahardjo Soal Intervensi Jokowi

Hamid Awaluddin menilai, Presiden Jokowi senang mendapat dukungan dari Partai Golkar yang notabene partai besar di Indonesia, karena hubungannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri juga mulai menemui ganjalan.

"Hubungan dengan PDIP, Ibu Megawati itu sudah mulai ada ganjalan kan, karena kasus Rini, Menteri BUMN," terangnya.

"Nah, tiba-tiba ada partai besar, ingat ya, Golkar itu partai besar, bukan partai pelengkap, yang mau langsung mencalonkan beliau."

"Selama ini partai utama beliau PDIP, tapi ada ganjalan di situ. Ya tentu saja beliau gembira," urainya.

Akan tetapi, Setya Novanto terjerat kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik yang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dimarahi Presiden Jokowi karena melanjutkan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik yang menyeret nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Setya Novanto.

Senada, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2014-2016 Sudirman Said juga mengaku pernah dimarahi Jokowi karena melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI atas kasus "Papa minta saham" atau permintaan saham PT Freeport.

Baca Juga: Istana Tepis Tudingan Sudirman Said yang Mengaku Dimarahi Presiden karena Laporkan Setya Novanto

Menurut Profesor Hamid, Sudirman Said yang menjabat sebagai Menteri ESDM pada 2014 itu langsung di-reshuffle usai melaporkan Setya Novanto yang kini menjadi terpidana kasus korupsi KTP elektronik.

"Lalu tidak lama kemudian, Sudirman Said kena reshuffle kan?" ujarnya.


Oleh karena rentetan kejadian tersebut, Hamid menerangkan bahwa penilaian publik bahwa Presiden terkesan melindungi Setya Novanto, sah-sah saja.

"Kalau publik menarik benang ini ke belakang, bisa jadi memang, artinya sah-sah saja publik berkesimpulan, 'oh mungkin ada motif memang Bapak Presiden kita melindungi Pak Setya Novanto' dengan dua rentetan kejadian itu kan," jelasnya.

Meski demikian, Hamid menilai, pengakuan Agus Rahardjo dan Sudirman Said harus didalami lebih jauh untuk mencari tahu kebenarannya.

"Baik pengakuan Pak Sudirman Said maupun pengakuan Pak Agus Rahardjo itu adalah pengakuan sepihak, butuh pendalaman lebih jauh terutama kebenaran cerita itu," ujarnya.

"Tetapi, jangan lupa, cerita seperti ini masuk ranah politik, kan? Bisa saja, para politisi membawa kasus ini ke DPR untuk interpelasi," sambungnya.

Hak interpelasi, tutur Hamid, merupakan ranah politik anggota dewan untuk bertanya kepada Presiden Jokowi terkait kebenaran pengakuan Agus Rahardjo maupun Sudirman Said.

"Kalau itu terjadi, akan riuh perpolitikan kita ini," jelasnya.

Baca Juga: Puan Maharani Angkat Bicara soal Penggunaan Hak Interpelasi DPR Terkait Kasus E-KTP Setya Novanto

Hamid juga menekankan, dirinya percaya bahwa Sudirman Said dan Agus Rahardjo berkata jujur.

"Dengan mengetahui siapa Pak Sudirman Said. Pak Sudirman belum memiliki kecanggihan dan keterampilan menyatakan sesuatu yang tidak benar, karena prinsip beliau itu adalah kejujuran. Dia tidak terlatih menyertakan sesuatu secara tidak benar," ucapnya.

"Kalau Pak Agus, sama. Saya pernah bertemu dengan atasannya waktu dia di Bappenas, dia adalah Kepala Biro yang menangani pengadaan, dan katanya sangat jujur, dan ketika dia dipanggil oleh Presiden seorang diri, dia beri tahu koleganya setelah itu kan, Alex Marwata dan Saut Situmorang."

"Kedua orang ini sama-sama lempeng, lurus. Jadi saya sangat percaya. Sama dengan percayanya saya ke Pak Agus mengemukakan sesuatu," sambungnya.

 

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x