Kompas TV nasional rumah pemilu

Kominfo Surati KPU, Minta Klarifikasi soal Dugaan Kebocoran Data Pemilih di Pemilu 2024

Kompas.tv - 29 November 2023, 21:31 WIB
kominfo-surati-kpu-minta-klarifikasi-soal-dugaan-kebocoran-data-pemilih-di-pemilu-2024
Foto arsip. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo Semuel A Pangerapan. (Sumber: Kominfo )
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyurati Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meminta klarifikasi terkait dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Kominfo juga memberi waktu tiga hari kepada KPU sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk memberikan klarifikasi.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, langkah klarifikasi tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

"Sesuai SOP dan amanat UU kami langsung meminta klarifikasi, kami mengirim surat lewat email kepada KPU," jelas Semuel di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

"Mereka (KPU) diberikan waktu tiga hari untuk merespons ini. Sambil menunggu, kami juga melakukan penelusuran awal mengumpulkan data-data yang ada di publik," sambungnya.

Semuel menerangkan, penelusuran awal Kominfo menemukan bahwa format data yang diduga bocor itu mirip seperti format data DPT yang dimiliki KPU.

Baca Juga: KPU Sebut Peserta Pemilu 2024 dan Bawaslu Punya Salinan Data Pemilih Tetap yang Diduga Bocor

Meski demikian, ia menegaskan, Kominfo masih perlu melakukan analisis mendalam untuk memastikan kebenaran data yang diklaim sebagai data DPT tersebut.

"Pada saat ini terlalu prematur untuk menetapkan apapun sebelum kami mendapatkan klarifikasi sebagaimana diamanatkan UU PSE harus memberikan respons tiga hari setelah kami minta klarifikasi," ujar Semuel, dilansir dari Antara.

Ia menegaskan, pelaku yang diduga membobol data DPT tersebut juga terancam hukuman sesuai regulasi yang berlaku.

Menurut Semuel, ada dua hal yang bisa dijeratkan kepada pelaku pembobol data karena mengumpulkan data pribadi secara tidak sah dan melawan hukum.

Adapun ketentuan yang dimaksud ialah Pasal 67 UU No. 27 tahun 2022 dengan ancaman hukuman berupa pidana penjara dan pidana denda maksimal Rp5 miliar.

Semuel mengatakan, penanganan lebih lanjut mengenai dugaan kebocoran data di KPU ini akan dilakukan Kominfo yang berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri.

Baca Juga: Data Pemilih untuk Pilpres 2024 Diduga Bocor, KPU Sebut Tim Gabungan Langsung Telusuri

Senada, Ketua Divisi Teknis Penyelenggara KPU RI Idham Kholid mengatakan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan BSSN dan Polri.

"Informasi yang saya peroleh dari Divisi Data dan Informasi, Divisi Data dan Informasi sudah berkoordinasi dengan BSSN dan Mabes Polri terkait hal tersebut (dugaan kebocoran data -red)," jelasnya.

"Saat ini juga Divisi Data dan Informasi KPU sedang melakukan pengecekan data bersama BSSN," sambungnya, sebagaimana dilaporkan reporter KompasTV Bongga Wangga.

Ia menegaskan, KPU sedang melacak informasi dugaan kebocoran data DPT yang muncul di situs dark web di Internet.

"Sedang melakukan digital tracing terhadap informasi yang disampaikan tersebut," ungkapnya. 

Sebelumnya, peretas dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs KPU RI. 

"Jimbo" membagikan 500 ribu data contoh hasil retasan melalui situs BreachForums yang kerap digunakan untuk jual-beli data ilegal hasil curian. 

Baca Juga: KPU Gandeng Satgas Siber untuk Pastikan Keamanan Data Pemilih: Telusuri Dugaan Pembobolan

Akun anonim itu mengklaim telah mendapatkan data pribadi di antaranya nomor induk kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, sampai kode kelurahan, kecamatan dan kabupaten serta Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Jimbo menawarkan data yang diduga hasil peretasan tersebut di situs gelap dengan harga 74.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp1,2 miliar. 

Dalam unggahan di situs gelap itu, "Jimbo" juga mengaku menemukan lebih dari 204 juta data unik, tepatnya 204.807.203 data. 

Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dan 128 negara perwakilan.




Sumber : Kompas TV, Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x