Kompas TV nasional rumah pemilu

Komnas HAM Wanti-Wanti KPU soal Kesehatan hingga Beban Kerja KPPS yang Tidak Manusiawi

Kompas.tv - 17 November 2023, 19:25 WIB
komnas-ham-wanti-wanti-kpu-soal-kesehatan-hingga-beban-kerja-kpps-yang-tidak-manusiawi
Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 06 Duku Tarusan, Pesisir Selatan melakukan penghitungan suara di Pilkada Sumbar, Rabu (9/12/2020). (Sumber: KOMPAS.COM/PERDANA PUTRA)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Riwayat kesehatan, usia yang tidak muda lagi ditambah beban kerja dan durasi kerja yang panjang jadi salah satu faktor tingginya kasus kematian Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di Pemilu 2019. 

Hal tersebut menjadi perhatian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) agar kasus kematian dan KPPS yang sakit di Pemilu 2019 tidak terulang di Pemilu 2024. 

Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan, kasus kematian massal penyelenggara Pemilu di tahun 2019 merupakan bentuk kelalaian negara dalam memberikan jaminan hak hidup bagi warga negaranya. 

Temuan faktual Komnas HAM, penyebab sakit dan meninggalnya penyelenggara Pemilu 2019 di antaranya adalah faktor komorbid atau penyakit penyerta, faktor manajemen resiko, serta faktor beban kerja yang tidak manusiawi.

Untuk itu jugalah, Komnas HAM meminta KPU dan Bawaslu memberi perhatian serius atas faktor penyebab kasus kematian dan KPPS yang jatuh sakit di Pemilu 2019.

Baca Juga: Aktivis Laporkan KPU ke DKPP atas Dugaan Pelanggaran Etik terkait Penetapan Gibran

Dalam faktor penyakit penyerta, Komnas HAM meminta KPU agar memperketat pengawasan rekrutmen penyelenggara Pemilu Ad Hoc dengan menetapkan aturan yang konkret. 

Semisal mengenai batas usia dan riwayat penyakit penyerta yang diperbolehkan bagi penyelenggara Pemilu, mengingat beban kerja yang tinggi dan durasi kerja yang panjang pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. 

Komnas HAM meminta KPU berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan pada titik-titik strategis yang mampu menjangkau setiap TPS pada saat penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.

Memastikan ketersediaan alat kesehatan terkait pertolongan pertama untuk keadaan darurat hingga menciptakan lingkungan TPS yang kondusif bagi kesehatan petugas dan masyarakat umum, hingga memastikan ketersediaan makanan dan minuman sehat bagi petugas penyelenggara Pemilu Ad Hoc perlu dilakukan untuk mencegah risiko sakit dan kematian penyelenggara pemilu. 

Menurut Pramono, di Pemilu 2019, Kemenkes belum dilibatkan secara aktif baik dalam persiapan, seperti Bimtek dan pemeriksaan syarat kesehatan bagi petugas Pemilu Ad Hoc, maupun pada saat penyelenggaraan Pemilu. 

Baca Juga: Gaji Anggota KPPS Pemilu 2024 dan Tugas serta Masa Kerjanya

Sehingga negara tidak mampu memberikan akses pelayanan kesehatan yang tanggap dan sigap dalam upaya negara untuk menjamin hak atas kesehatan bagi penyelenggara Pemilu yang sakit karena kelelahan. 

"Selain itu, juga ditemukan belum adanya Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) kepada petugas KPPS dan Panwas, mengindikasikan kurang memadainya manajemen krisis," ujar Pramono dalam pesan tertulisnya, Jumat (17/11/2023).

Pramono menambahkan dalam manajemen resiko dan beban kerja Komnas HAM merekomendasikan KPU melakukan penyederhanaan mekanisme penyelenggaraan Pemilu. Terutama metode pemungutan dan perhitungan suara serta proses administrasi hasil pemungutan suara untuk mengurangi beban kerja penyelenggara Pemilu. 

KPU juga perlu meningkatkan kualitas penyelenggara Pemilu melalui pelatihan atau Bimtek yang memadai, honor yang layak, jaminan sosial dan apresiasi usai pelaksanaan tugas penyelenggaraan Pemilu.

Berkaca dari Pemilu 2019, beban kerja petugas KPPS yang sangat tinggi dan disertai dengan durasi kerja yang sangat panjang, dapat mencapai 48 jam tanpa henti sejak persiapan pendirian TPS.

Baca Juga: 469 Petugas KPPS Meninggal, Penyebabnya Ternyata Bukan Kelelahan tapi…

Di sisi lain, penyelenggara Pemilu Ad Hoc tidak memperoleh honorarium yang memadai serta minim perlindungan dan pemenuhan hak hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas kesejahteraan. 

"Substansi UU Pemilu serta aturan kepemiluan lainnya, misalnya Pemilu dengan 5 surat suara, serta harus selesai proses penghitungan suara paling lama 12 jam setelah hari pemungutan suara dengan tanpa jeda, menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyebab sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu pada tahun 2019," ujar Pramono. 

Lebih lanjut Pramono menegaskan jaminan perlindungan terhadap hak hidup setiap orang telah diatur secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 28A dan 28I ayat (1) UUD 1945.

Kemudian hak atas kesehatan juga dijamin berdasarkan UUD 1945, dalam pasal 28 H ayat (1) dan Hak atas Kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan jaminan sosial yang diberikan oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
 
Hal ini harus menjadi perhatian serius dan perlu mendapat tindak lanjut, khususnya penyelenggara Pemilu dan pihak-pihak terkait untuk memastikan peristiwa di Pemilu 2019 tidak terulang kembali pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Baca Juga: 3 Catatan Komnas HAM ke KPU untuk Cegah Kasus KPPS Meninggal Dunia di Pemilu 2019 Terulang

"Oleh karena itu, KPU, Bawaslu, DKPP, serta lembaga-lembaga negara terkait, terutama Kementerian Kesehatan, memangku kewajiban utama untuk mengupayakan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM setiap warga negara yang termasuk di dalamnya hak atas kesehatan dan hak hidup para petugas Pemilu," ujar Pramono. 


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x