Kompas TV nasional humaniora

Seluk Beluk Hujan Buatan, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Kompas.tv - 28 Agustus 2023, 14:03 WIB
seluk-beluk-hujan-buatan-ini-penjelasan-ilmiahnya
Ilustrasi kualitas udara Jakarta pada Selasa (21/8/2023). Hujan buatan BMKG yang mengguyur wilayah Jakarta dan sekitarnya semalam belum efektif menurunkan tingkat polisi udara Jakarta (Sumber: Kompas TV/Dian Nita)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Hujan buatan mengguyur wilayah Jabodetabek, Minggu (27/08/2023) malam. Pembuatan hujan dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta. 

Hujan buatan merupakan salah satu bentuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Hal ini dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Lalu apa itu hujan buatan dan bagimana proses pembuatannya? Melansir laman perpustakaan.bnpb.go.id, hujan buatan merupakan istilah yang dikenal untuk upaya penyemaian awan. 

Baca Juga: Hujan Buatan BMKG di Jabodetabek Semalam Belum Ampuh Lawan Polusi Udara Senin Pagi

Sementara itu, hujan buatan menurut BPPT adalah suatu bentuk upaya manusia untuk memodifikasi kondisi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan. Hujan buatan tidak diartikan secara  langsung sebagai pekerjaan membuat hujan. 

Pasalnya, teknologi ini merupakan upaya untuk meningkatkan dan mempercepat terjadinya hujan. Sebagai informasi, hujan buatan bukan berarti membentuk awan-awan yang dapat menghasilkan hujan. 

Namun, proses ini dapat mempercepat pembentukan awan yang telah ada di suatu wilayah bisa menurunkan hujan. Jika tak ada awan sama sekali di suatu wilayah, proses hujan buatan pun tidak bisa dilakukan.

Dikutip dari laman brin.go.id, proses teknologi modifikasi cuaca untuk menghasilkan hujan dimulai dengan cara melakukan penyemaian awan atau cloud seeding. Proses ini menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik atau menyerap air. 

"Bahan-bahan kimia yang digunakan seperti zat glasiogenik, dan zat higroskopis antara lain berupa urea, NaCl, dan CaCl2," demikian penjelasan dari BRIN. Penaburan bahan kimia ini dilakukan menggunakan pesawat pada ketinggian 4.000 – 7.000.

Setelah ditaburkan, bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi awan untuk melakukan proses kondensasi, sehingga akan terbentuk awan yang lebih besar. Beberapa jam setelah bahan kimia ditaburkan, selanjutnya bubuk urea akan ditaburkan secara merata di awan. 

Bubuk urea berfungsi untuk membantu awan terbentuk lebih besar dengan cara menggabungkan awan-awan kecil berwarna abu-abu. Setelah awan hujan terbentuk dengan sempurna, bahan kimia kembali ditaburkan pada awan tersebut dalam bentuk larutan khusus. 

Baca Juga: Antisipasi Karhutla di Sumsel, 800 Ton Garam Disemai untuk Hujan Buatan

Larutan ini dibuat dari bubuk urea, air, dan ammonium nitrat. Larutan ini berfungsi agar awan membentuk butiran air dengan ukuran lebih besar.


 

Jika berhasil, dalam beberapa saat awan yang sudah terbentuk dengan campuran larutan khusus akan menurunkan hujan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x