Kompas TV nasional hukum

MK Sebut Pemerintah Bisa Ajukan Pembubaran Parpol yang Biarkan Praktik Politik Uang agar Jera

Kompas.tv - 16 Juni 2023, 07:30 WIB
mk-sebut-pemerintah-bisa-ajukan-pembubaran-parpol-yang-biarkan-praktik-politik-uang-agar-jera
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2023-2028 Anwar Usman (kiri) dan Saldi Isra (kanan) saling berjabat tangan usai pemilihan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023). (Sumber: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi atau MK menyatakan partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan bagi pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran.

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan hal tersebut sekiranya perlu dilakukan sebagai efek jera bagi partai politik.

"Untuk efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan," kata Saldi Isra di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).

Baca Juga: MK Pastikan akan Laporkan Denny Indrayana ke Organisasi Advokat Pekan Depan

Saldi Isra menyatakan demikian sebagai pertimbangan Mahkamah Konstitusi ketika merespons dalil Pemohon terkait sistem pemilu proporsional terbuka yang rentan mengakibatkan terjadinya politik uang.

Namun, Saldi Isra menegaskan bahwa praktik politik uang berpotensi terjadi dalam semua sistem pemilihan umum, baik terbuka atau tertutup. 

Langkah yang dapat menimbulkan efek jera, kata dia, merupakan salah satu upaya konkret yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya praktik politik uang.

Langkah lainnya adalah partai politik dan para calon anggota DPR/DPRD harus memperbaiki dan meningkatkan komitmen untuk menjauhi, bahkan sama sekali tak menggunakan politik uang pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Selain itu, Saldi Isra juga memandang pentingnya kesadaran dan pendidikan politik masyarakat untuk tidak menerima dan menoleransi praktik politik uang.

Baca Juga: Jubir MK Fajar Laksono Ungkap Pernyataan Denny Indrayana Mencoreng Kredibilitas MK!

"Karena jelas-jelas merusak prinsip-prinsip pemilihan umum yang demokratis," ucap Saldi.

Ia menambahkan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, negara, dan penyelenggara pemilihan umum. Melainkan juga jadi tanggung jawab kolektif partai politik, masyarakat sipil, dan pemilih.

"Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," kata Saldi Isra.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Baca Juga: MK Sebut Pemilu Terbuka dan Tertutup Sama-sama Berpotensi Politik Uang

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS.

Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Mahkamah Konstitusi pun menyatakan menolak permohonan Para Pemohon, sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x