Kompas TV nasional hukum

Gandeng PPATK, Bareskrim Polri Selidiki Aliran Dana Kasus Perdagangan Orang 25 WNI ke Myanmar

Kompas.tv - 18 Mei 2023, 20:30 WIB
gandeng-ppatk-bareskrim-polri-selidiki-aliran-dana-kasus-perdagangan-orang-25-wni-ke-myanmar
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Selasa (4/4/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri bakal menyelidiki aliran dana kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO terhadap 25 warga negara Indonesia (WNI) ke Myanmar. 

Diketahui, dalam kasus TPPO 25 WNI ke Myanmar, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, masing-masing bernama Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha.

Baca Juga: Bareskrim Bongkar Modus Pengiriman 25 WNI Korban TPPO ke Myanmar, Diberangkatkan Terpisah

Keduanya ditangkap penyidik Bareskrim Polri di Apartemen Sayana Lantai 21 kamar No. 2.107, Kota Harapan Indah, Kelurahan Pusaka Rakyat, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (9/5/2023).

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, dari hasil penyidikan sementara, belum ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh kedua tersangka.

“Memang belum ada TPPU, hanya akan kami lidik alirannya,” kata Djuhandhani di Jakarta pada Kamis (18/5/2023).

Namun demikian, kata Djuhandhani, penyidik sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana para tersangka, termasuk perusahaan yang terlibat dalam perkara ini. 

Selain itu, kata Djuhandani, penyidik juga mencari tahu apakah ada keuntungan yang didapat para tersangka dari praktik ilegal yang dilakukannya tersebut.

Baca Juga: Begini Cara 2 Tersangka TPPO Kelabui Imigrasi Indonesia Kirim 20 WNI ke Myanmar

“Nanti dari hasil tracing PPATK, kami akan mengetahui seberapa keuntungan yang didapat dari para pelaku terkait 25 WNI ini,” tutur Djuhandhani.

Seperti diketahui, berdasarkan hasil penyidikan Bareskrim Polri, kedua tersangka merekrut 16 dari 25 WNI korban TPPO di Myanmar. 

Adapun dari hasil penyidikan polisi, terungkap pola perekrutan yang dilakukan kedua tersangka, yakni merekrut korban dengan tawaran kerja ke Thailand melalui kerabat, teman, ataupun kenalan.

Kemudian, korban dibantu pengurusan paspor oleh pelaku dan dilakukan wawancara oleh pengguna dengan menggunakan fitur panggilan video. 

Beberapa korban pekerja migran nonprosedural ini sempat ditampung di sebuah rumah dan apartemen milik pelaku, tempat ditangkapnya kedua pelaku.

Modus operandi kejahatan ini adalah tanpa menggunakan perusahaan penempatan pekerja migran dan tanpa menggunakan visa kerja.

Baca Juga: 2 Tersangka Kasus TPPO 20 WNI ke Myanmar Warga Bekasi, Kini Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Untuk mengelabui petugas imigrasi, korban dibekali tanda pengenal dan surat tugas dari CV Prima Karya Gemilang, Indonesia.

Selanjutnya, korban diberangkatkan ke Bangkok, Thailand dengan alasan untuk wawancara dan seleksi kerja, yang apabila diterima, akan diterbitkan visa kerja. 

Selain itu, korban dibekali tiket pulang-pergi Jakarta-Bangkok, selanjutnya diseberangkan ke Myanmar secara ilegal melalui perbatasan Maysot.

Kepada para korbannya, pelaku menawarkan pekerjaan sebagai marketing operator online bergaji antara Rp12 juta sampai Rp15 juta per bulan. Plus, ada komisi bila mencapai target, dengan waktu kerja 12 jam per hari dan enam bulan sekali bisa cuti, bisa kembali ke Indonesia.

Namun kenyataannya, para pekerja disodori kontrak kerja dalam bahasa China yang tidak dimengerti oleh para pekerja, dan mereka dieksploitasi.

Korban dipekerjakan di perusahaan online scams milik warga negara Tiongkok di sebuah tempat yang tertutup dan dijaga oleh orang-orang bersenjata.

Baca Juga: Bareskrim Polri Ambil Alih Kasus Bos Ajak Staycation Karyawati, Dalami Kemungkinan Ada Korban Lain

Janji kerja 12 jam itu ternyata realitasnya 18 jam. Korban dipekerjakan dari pukul 20.00 sampai dengan 14.00. Untuk gaji tidak pernah diberikan, korban hanya menerima Rp3 juta, bahkan ada yang belum diberikan gaji.

Apabila korban tidak mencapai target, maka akan diberi sanksi berupa potongan gaji termasuk tindakan fisik dan kekerasan fisik berupa dijemur, skotjam, beberapa ada yang menerima kekerasan berupa pukulan, dan dikurung.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang (TPPO) atau Pasal 18 Undang-Undang Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.


 

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x