Kompas TV nasional politik

Alissa Wahid Sebut Politisi Seharusnya Gunakan Momentum Lebaran untuk Berkomitmen soal Arah Bangsa

Kompas.tv - 27 April 2023, 06:15 WIB
alissa-wahid-sebut-politisi-seharusnya-gunakan-momentum-lebaran-untuk-berkomitmen-soal-arah-bangsa
Aktivis kemanusiaan Alissa Wahid dalam Satu Meja The Forum, Rabu (26/4/2023) mengingatkan agar di tahun politik ini, seharusnya kita menjaga hal-hal yang sifatnya spiritualitas, serta bicara tentang kemanusiaan, rakyat, setrta bangsa, dan tidak dibatasi pada perebutan kekuasaan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Momentum Lebaran seharusnya digunakan oleh politisi untuk membuat komitmen bersama demi mengedepankan arah bangsa di masa depan.

Alissa Wahid, aktivis kemanusiaan yang juga merupakan putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mengatakan hal itu dalam dialog Satu Meja The Forum, Kompas TV, dengan tema Lebaran Asyik tanpa Politik, Rabu (26/4/2023).

“Kalau saya, bagaimana mereka kemudian mengambil komitmen bersama untuk mengedepankan arah bangsa ini ke depan, itu aja, gitu,” tuturnya.

Ia membayangkan para politisi berkomitmen untuk tidak menggunakan black campaign atau kampanye hitam, dan tanpa politik identitas, meski hal itu terkesan seperti khayalan.

“Jadi, bayangan saya ya itu tadi, mungkin utopis ya, mereka kemudian membicarakan, ‘Udah ya, kita commit (berkomitmen, red) ya, nggak pakai acara black campaign, nggak pakai politik identitas’,” ucapnya.

Baca Juga: Pengamat Politik: 2024 Bukan Hanya Kompetisi Antarcapres tapi King Maker juga, Termasuk Jokowi

“Tidak pakai politik-politik yang itu, pada jangka panjangnya akan menjadi labelity untuk kita.”

Penggunaan politik identitas, terlebih identitas agama, lanjut Alissa, akan menyisakan kebencian meski perhelatan politik tersebut sudah usai.

Padahal, di tingkat elite, para politisi yang diperjuangkan oleh para pendukungnya tersebut sudah duduk bersama.

“Kalau kita pakai misalnya politik identitas, misalnya, apalagi identitas agama, setelah selesai pemilihan kekuasaan itu, pertarungan kekuasaan, merekanya udah duduk-duduk seperti ini,” kata Alissa.

“Rakyatnya itu udah kayak kayu dibolongi paku. Pakunya udah dicabutin, tapi kan bolong. Kebencian, udah terbelah masyarakatnya, kebenciannya,” tuturnya beranalogi.

Ia kemudian mencontohkan sisa-sisa pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang dimulai sejak tahun 2016, dan hingga kini sisa kebencian itu masih ada.

“Jadi, hal-hal seperti itu kalau misalkan mereka, para politisi ini, mulai menggunakan momentum Lebaran untuk bertobat tadi itu.”

Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Dukungan PPP ke Ganjar Pranowo Bukti Koalisi Indonesia Bersatu Rawan Goyah

“Jadi, udah kita tarungnya tarung gagasan, tarungnya tarung ideologi, katanya mau menyongsong 2045. Tapi, ya itu tadi ya, kayaknya utopis ya sepertinya. Cuma, masyarakat juga harus mengingatkan, ya,” urai Alissa.

Dalam dialog yang sama, budayawan Eros Djarot yang juga hadir sebagai narasumber, menceritakan dirinya pernah dimarahi oleh mantan Panglima TNI Leonardus Benyamin Moerdani atau Benny Moerdani, dan mengingatkan agar berhati-hati jika pemilihan presiden hanya diikuti oleh dua pasangan calon.

“Lanjut ya, gini, saya ingat dulu, ada kawan kita itu yang orang berkuasa, paling serem, namanya Benny Moerdani, saya dimarahin dulu, ‘Ros, aku ngerti kowe ki ra seneng Golkar (saya tahu kamu tidak suka Golkar)’, gitu katanya.”

“Tapi dia bilang gini, ‘Hati-hati kalau cuma dua (pasang)’. Saya ingat terus, ya. Kalau dua yang muncul, pasti yang berhadapan nasionalis lawan Islam, saya jamin itu,” kata Eros.

Berdasarkan hal itu, kata Eros, ia selalu berupaya menghindarkan pemilihan yang hanya diikuti oleh dua calon.

“Makanya selalu saya menghindarkan itu, tapi rupanya kawan-kawan saya di politik itu salah paham dan berkembang jadi paham yang salah,” ucapnya.


 

 

 

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x