Kompas TV nasional hukum

Kelompok Teroris KTJ yang Anggotanya Bunuh Petugas Imigrasi Ternyata Dibentuk sebelum ISIS Muncul

Kompas.tv - 15 April 2023, 12:01 WIB
kelompok-teroris-ktj-yang-anggotanya-bunuh-petugas-imigrasi-ternyata-dibentuk-sebelum-isis-muncul
Ilustrasi. Pihak Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkap empat warga negara asing (WNA) Uzbekistan atas dugaan keterlibatan dengan jaringan teroris Katiba Tawhid Wal Jihad (KTJ). (Sumber: Shutterstock.com)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV – Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkap empat warga negara asing (WNA) asal Uzbekistan atas dugaan keterlibatan dengan jaringan teroris Katiba Tawhid Wal Jihad (KTJ).

Keempat WNA tersebut adalah BA alias JF (32), OMM alias IM (28), BKA (40), dan MR (26), yang ditangkap pada 24 Maret 2023.

Dari empat orang itu, tiga di antaranya merupakan anggota KTJ yang beraktivitas di wilayah Timur Tengah, khususnya Suriah.

Sementara satu orang lainnya berperan sebagai penyedia keuangan dan pembuat dokumen palsu.

Mereka diduga terlibat dalam aktivitas terorisme melalui propaganda di berbagai platform media sosial di Indonesia, serta mencari orang-orang yang punya pemahaman yang sama dengan mereka dalam rangka melaksanakan aksi teror.

Tiga dari empat WNA tersebut membunuh seorang petugas imigrasi saat mereka dititipkan di Kantor Imigrasi Jakarta Utara untuk menunggu proses deportasi ke negara asal pada Senin (10/4/2023).

Baca Juga: Petugas Imigrasi Jakarta Utara Tewas Ditikam WNA Uzbekistan Tersangka Terorisme yang Hendak Kabur

Saat dini hari, ketiga orang itu menjebol plafon untuk kabur dan menyerang petugas imigrasi dan petugas Densus 88 yang berjaga.

Mereka juga melukai tiga petugas imigrasi dan seorang petugas Densus 88.

Nama kelompok KTJ mungkin kurang dikenal jika dibandingkan dengan Jamaah Islamiyah (JI), Daulah Islamiyah Nusantara, Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB), dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Mengutip Kompas.id, laman Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat, sebelumnya KTJ dikenal dengan nama Jannat Oshiklari.  

Secara organisasi, KTJ berada di bawah organisasi teroris internasional Al-Nusrah, yang merupakan cabang Al Qaeda, dan beroperasi di Suriah, dengan jumlah anggota sekitar 500 orang.

KTJ juga disebut-sebut sebagai kelompok yang jadi dalang penyerangan Kedutaan Besar China di Bishkek, Kirgistan, Agustus 2016, yang melukai tiga orang.

Pada Maret 2022, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melalui pernyataan pers menetapkan KTJ sebagai organisasi teror global bertujuan khusus.

Organisasi tersebut bertanggung jawab atas serangan bom dalam kereta metro di St Petersburg, Rusia, pada April 2017, yang menyebabkan 14 orang meninggal dan 50 orang luka-luka.

Pengajar Departemen Antropologi Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar Abdurrahman Puteh, menuliskan KTJ atau Jamaah Tawhid Wal Jihad adalah kelompok militan yang didirikan di Irak pada awal 2000-an oleh Abu Musab al-Zarqawi.

Baca Juga: Kronologi Petugas Imigrasi Tewas Ditikam 4 Teroris Uzbekistan yang Berusaha Kabur

Pada 2004, kelompok itu berganti nama menjadi Al Qaeda di Irak dan kemudian pada 2013 berganti nama menjadi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS/ISIS).

Hal itu dituliskan oleh Al Chaidar dalam artikel berjudul Jamaah Tawhid Wal Jihad: Kelompok Teroris yang Terang-terangan dan Terbuka.

Saat dihubungi Kompas.id, pada Jumat (14/3/2023), ia menyebut organisasi itu lahir jauh sebelum ISIS ada.

”Organisasi itu ada jauh sebelum ISIS ada. Kemudian, organisasi itu sampai di Indonesia sekitar tahun 2011 yang kemudian dipimpin Aman Abdurrahman. Di Indonesia, Tawhid Wal Jihad itu berubah nama menjadi JAD. Jadi, ini asal-usul JAD di Indonesia,” ujar Al Chaidar, dikutip Kompas.id.

Tawhid Wal Jihad, kata dia, juga menyebar ke wilayah Asia Tengah, seperti Uzbekistan, Tajikistan, termasuk Suriah dan Turki.

Pada 2013, organisasi yang sebelumnya berafiliasi dengan Al Qaeda itu memisahkan diri dan mendirikan NIIS.

Saat itu, menurut Al Chaidar, KTJ tak berkembang di Indonesia karena kepemimpinan organisasi tersebut tidak jelas.

Selain itu, komunikasi di antara beberapa kelompok mereka yang tersebar di beberapa negara, sangat terbatas. Di sisi lain, mereka juga banyak dikejar oleh pemerintah di banyak negara.


 



Sumber : Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x