Kompas TV nasional politik

Dinilai Langgar UUD 1945, PSHK Desak Perppu Cipta Kerja Dicabut

Kompas.tv - 19 Februari 2023, 21:00 WIB
dinilai-langgar-uud-1945-pshk-desak-perppu-cipta-kerja-dicabut
Buruh berunjuk rasa di depan Gedung DPR-MPR, Jakarta, menuntut pencabutan UU Cipta Kerja, Rabu (10/8/2022). Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Minggu (19/2/2023), menuntut agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dicabut karena melanggar Undang-Undang Dasar 1945. (Sumber: Kompas.com )
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menuntut agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dicabut karena melanggar Undang-Undang Dasar 1945.

Peneliti PSHK, Fajri Nursyamsi, menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum bisa dianggap menyetujui Perppu tersebut.

Alasannya, kata Fajri, pengambilan keputusan mengenai Perppu mesti ditempuh DPR dalam sidang paripurna. Sedangkan Perppu Cipta Kerja sekadar diloloskan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Baca Juga: TII: Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Juga Dipengaruhi Ketidakpastian akibat UU Ciptaker

Menurut Fajri, mekanisme itu melanggar Pasal 22 ayat 2 UUD 1945. Pasal itu menyatakan bahwa peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam “persidangan yang berikut.”

Fajri menilai “persidangan yang berikut” sebagaimana dimaksud pasal itu adalah rapat paripurna sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi.

Kata dia, karena tidak dibahas DPR dalam masa persidangan ketiga DPR tahun 2022-2023, maka Perppu Cipta Kerja mesti dicabut.

"Praktik ugal-ugalan UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja ini justru menurut kami dari PSHK justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha,” kata Fajri dalam acara diskusi PSHK yang disiarkan pada Minggu (19/2/2023).

Selain itu, Fajri menilai Perppu Cipta Kerja kontraproduktif dengan upaya deregulasi yang diklaim pemerintah. Pasalnya, terdapat banyak peraturan turunan yang lahir dari Perppu Cipta Kerja.

Senada dengan Fajri, guru besar hukum tata negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti, menyebut Perppu Ciptaker tidak memenuhi syarat konstitutif.

Susi menyatakan pengesahan perppu harus dilakukan melalui rapat paripurna sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Jadi persetujuan Baleg itu hanya menunjukkan partial function (legislasi) atau fungsi secara parsial saja. Dan fungsi parsial itu tidak dapat diklaim bahwa pembentukan undang-undang sudah selesai,” kata Susi.

Baca Juga: Penerbitan Perppu Ciptaker Disebut Jalan Pintas Bermasalah, Pakar: Tak Patuhi Konstitusi

 

Dilansir Kompas.id, DPR belum mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang pada rapat paripurna pada Kamis (16/2/2023).

Sementara Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah disepakati dalam pembicaraan tingkat satu di Baleg DPR, Rabu (15/2/2023).

Pengambilan keputusan tingkat satu terhadap RUU itu diwarnai penolakan dari dua fraksi DPR dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dua fraksi DPR yang menolak adalah Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). Kedua fraksi itu juga pernah menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada 2020.

Ketua DPR Puan Maharani dalam pidato Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 yang dibacakan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, menyampaikan, RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja memang sudah selesai dibahas di tingkat satu.

Selanjutnya, perppu tersebut akan dibawa ke rapat paripurna terdekat setelah masa reses untuk disahkan menjadi undang-undang.


 




Sumber : Kompas TV, Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x