Kompas TV nasional hukum

Pengamat Kritik Vonis Mati Ferdy Sambo: Melanggar Hak Hidup

Kompas.tv - 15 Februari 2023, 07:36 WIB
pengamat-kritik-vonis-mati-ferdy-sambo-melanggar-hak-hidup
Momen Hakim Wahyu Iman Santoso meminta terdakwa Ferdy Sambo berdiri saat pembacaan vonis kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakata, Senin (13/2/2023). (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti dari Setara Institute, Ismail Hasani, mengkritik vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J.

Menurut Ismail, vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu tidak sesuai dengan konstruksi hukum hak asasi manusia (HAM).

Baca Juga: Selain Siapkan Tempat, Kuat Maruf Giring Brigadir J untuk Dieksekusi Mati Ferdy Sambo

Sebab, kata dia, vonis hukuman mati telah melanggar hak hidup seseorang. Ia menyebut hak hidup merupakan nilai universal yang dianut negara beradab.

"Dalam konstruksi hukum hak asasi manusia, hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak hidup. Hak hidup adalah given dan nilai universal bagi rezim hukum HAM dan dianut negara-negara beradab," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Rabu (15/2/2023).

Ismail mengakui bahwa publik menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo adalah hukuman yang setimpal karena perbuatannya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Ia pun memaklumi keputusan hakim menjatuhkan pidana mati karena hukuman tersebut masih dianggap sebagai hukum positif.

Baca Juga: Tolak Hukuman Mati & Kebiri Kimia, Komnas HAM: Hak Hidup Tak Boleh Dikurangi Dalam Kondisi Apapun!

Meskipun, lanjut dia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru telah menjadikan hukuman mati sebagai pidana alternatif.

Namun demikian, Ismail menegaskan, negara melalui peradilan semestinya tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang.


 

Oleh karena itu, Ismail berharap, negara melalui lembaga peradilan dapat mengoreksi pidana mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo.

"Pengadilan di tingkat banding dan kasasi masih memungkinkan negara mengkoreksi pidana mati dengan hukuman lain yang setimpal dan membuat efek jera," ujar Ismail.

Lebih lanjut, Ismail menekankan bahwa kasus Ferdy Sambo harus menjadi pelajaran serius bagi institusi Polri untuk melakukan reformasi di internal lembaga tersebut.

Baca Juga: Hakim Ungkap Kuat Maruf Berperan Siapkan Tempat Eksekusi Brigadir J di Rumah Dinas Ferdy Sambo

"Bukan hanya fokus membenahi citra tetapi kinerja. Agenda reformasi Polri harus kembali digerakkan setelah mandek dalam satu dekade terakhir," kata Ismail.

Seperti diketahui, Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu, pidana mati." 

Baca Juga: Kamaruddin Simanjuntak Mengaku Sedih dan Menangis Ferdy Sambo Divonis Mati, Ini Alasannya

Vonis yang dijatuhkan hakim tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hakim menjatuhkan hukuman kepada Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.




Sumber : Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x